Tulisan Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.M.Si berjdul: "Sampah Pelastik Mikro: Ikan Plastik dan Kesehatan-Micro Plastic waste: Plastic Fish and Health", dimuat pada SK. Prestasi Reformasi, No.531 Thn.18, Tgl. 25 Februari 2018, hal.6, kol.1-7; media online: http://prestasireformasi.com/2018/01/23/plastik-mikro-ikan-plastik-dan-kesehatan/,
Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si
Dewan Daerah
Perubahan Iklim Prov.SU
Wkl.Ketua Mitra Bahari Prov.SU
“Ingatlah, sesungguhnya
merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari”
(QS.Al-Baqarah:12).
“Maka
mengapa tidak ada diantara
umat-umat sebelum kamu orang yang
mempunyai keutamaan, yang melaraang berbuat kerusakan di bumi, kecuali sebagian
kecil diantara orang-orang yang telah Kami selamatkan. Dan orang-orang zalim
hanya mementingkan kenikmatan dan kemewahan. Dan mereka adalah orang-orang yang
berdosa” (QS.Hud:116).
Pengantar
Suatu
ketika, sebagai pemantik awal perkuliahan, saya bertanya kepada mahasiswa
tentang jenis ikan termahal. Mahasiswa menjawab dengan ikan kakap, kerapu,
napoleon dan lainnya. Pertanyaan selanjutnya, harga ikan termahal. Jawabannya, mulai dari ribuan sampai belasan
ribu namun tidak ada sampai ratus ribuan.
Namun
ketika saya menyebutkan harga seekor ikan tuna sirip biru seberar 212 kg mencapai Rp.8,5 milyar atau Rp.41.000.000 per kilogram,
mereka terplongoh. Dan ikan itu ada di perairan teritorial dan ZEE-Indonesia.
Ikan, adalah sumber protein hewani terbesar untuk penduduk bumi ini.
Tulisan
ini, mencoba mengingatkan kita akan bencana global yang dialami manusia adalah
akibat ulah manusia sendiri. Seperti halnya pemanasan global, akibat ulah
manusia yang membuang gas-gas rumah kaca, maka bencana global ke-dua,
ketidaklayakan memakan ikan karena kecerobohan manusia membuang sampah.
Tulisan ini, adalah lanjutan
dari tulisan yang berjudul: “Sampah Plastik Mikro: Ikan Plastik dan Kesehatan”.
Pada tulisan tersebut dijelaskan bahwa pada lambung ikan besar sampai ikan
kecil telah ditemukan sampak plastik
mikro.
Penelitian ikan di pasar
tradisionil Makasar, misalnya ikan teri, dari 10 ikan teri 4 ekor di antaranya
memiliki mikroplastik di dalam pencernaannya. Pertanyaannya, apakah anda
membersihkan lambung ikan teri dan udang kecepe sebelum menggorengnya? Bila
tidak, maka anda sudah hampir dipastikan memakan plastik mikro.
Nano-plastik
Sampah plastik di laut mencapai
27,8 persen dari total diproduksi
sampah. Sampah plastik laut mencapai 12,7 juta ton per tahun. Sampah plastik di laut terdapat 70 persen di dasar laut, 15 persen terapung dan 15 persen mengotori
pantai.
Sampah platik sebagian berasal
dari kantong plastik. Kantong Indonesia tahun 2017 mencapai 11 juta lembih per
tahun dan 95 persen menjadi sampah plastik. Untuk
ranking dunia pembuang sampah plastik, Indonesia menduduki posisi kedua terbesar
setelah China.
Sampai plastik di air laut
mengalami penguraian dalam ratusan tahun. Sampah plastik teruraia menjadi plastik
makro, plastik mikro (5-0,33 mm) dan
sampah plastik nano (kecil dari 0,33 mm).
Sampah
nano-plastik
Partikel plastik nano awalnya
terserap oleh tanaman laut, seperti ganggang, kemudian dimakan plankton, plankton
dimakan ikan kecil dan pada akhirnya dimakan ikan besar. Peneliti Inggris James
Clark menemukan nano-plastik dalam tubuh copepod.
Ikan besar (mulai ikan teri sampai ikan
Paus) kemudian dimakan manusia. Karena nano-plastik berukuran sangat kecil
membuatnya nano-plastik bisa terserap ke dalam darah dan pada akhirnya terakumulasi
ke jaringan otak. Ikan yang telah tercemar nano-plastik menjadi sakit, ditandai
dengan berkurangnya nafsu makan dan bergerak Iebih lambat. Plastik ukuran nano terbukti
bisa terserap ke dalam otak ikan dan memicu perubahan perilaku. Kondisi tersebut
bisa sangat membahayakan karena nano-plastik ini akan masuk dalam rantai
makanan dan terakumulasi setelah copepod itu dimakan ikan yang berakhir dimakan
manusia.
Plastik berukuran nano atau
lebih kecil akan menyerupai plankton atau sumber makanan di perairan laut.
Karena nano-plastik menyerupai plankton, maka ikan-ikan kecil seperti ikan layang mengonsumsi plastik menyerupai copepod krustasea kecil, berukuran 1-2
milimeter. Penelitian Nicolas Christian Ory dan kawan-kawan (2017) menunjukkan
hal tersebut.
Temuan tentang masuknya plastik
nano hingga ke tubuh ikan ini menjadi peringatan tentang bahaya pencemaran
limbah plastik. Secara teoritis, ukuran plastik nano amat kecil sehingga begitu
masuk ke tubuh ikan akan ke dalam darah. Bahkan, di darah leukosit (sel darah
putih), bisa tak mengenalinya karena saking kecilnya sehingga lolos dan terbawa
hingga ke otak.
Plastik dapat pula menyerap dan
mengandung bahan pencemar di laut sehingga lebih merugikan kesehatan manusia.
Bahan kimia berbahaya yang umum sebagai zat aditif dalam plastik seperti
Bisphenol-A (BPA), phthalates, polyaromatic hydro carbons, dan bahan
anti pemadam api (flame retardants),
memicu penyakit kanker, keguguran, dan sindrom autisme.
Sampah nano-platik, lebih berbahaya karena nano-plasatik bisa membawa
bahan beracun dan berbahaya. Penyebabnya, karena di alam, plastik nano menyerap
B3 untuk kemudian masuk ke dalam tubuh ikan.
Kajian tentang dampak pencemaran
plastik di Indonesia menjadi kian penting karena posisi Indonesia sebagai
penyumbang terbesar kedua pencemaran
plastik secara global. Sayangnya, kajian dampak pencemaran plastik ukuran nano
pada ikan belum dilakukan di Indonesia. Begitu perairan tercemar plastik mikro apalagi
plastik nano, amat susah dibersihkan karena ukuran sampah itu amat kecil dan
susah terurai di alam. Belum dilakukan penelitian, bukan berati tidak ada
pencemaran nano-plastik.
Aksi sampah
Dalam rangka menurunkan
pencemaran sampah di laut, Indonesia menyiapkan strategi menekan volume sampah
plastik. Strategi penItu dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun
2017 tentang Kebijakan Kelaelolaan sampah dalam bentuk Rencana Aksi Nasional
20l7-2025. Komitmen Indonesia, akan mengatasi 70 persen sampah plastik sebelum
2025.
Pengendalian sampah plastik harus
dikelola dari hulu sampai hilir.
Penanganan sampah di laut harus dimulai di darat dan melibatkan semua pihak.
Selain diet plastik perlu pengelolaan
sampah dan perubahan perilaku agar tak buang sampah ke sungai yang akhirnya
menuju laut. Sebagai gambaran, kota yang
sungai terparah, yakni Medan, Batam, Makassar, Labuan Bajo, Pontianak, dan
Balikpapan.
Antar negara
Indonesia berkomitmen mengurangi
pencemaran laut, khususnya sampah plastik. Untuk itu, Indonesia memperkuat kerja sama di Asia Timur
dalam penanganan sampah plastik di perairan. Masalahnya limbah plastik laut
adalah lintas negara bahkan lintas benua. Oleh karena itu, limbah pIastik di laut jadi perhatian nasional,
regional, hingga internasional. Maka, sampah plastik telah menjadi bahasan pada
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur, 6
September 2017 lalu. Konferensi itu menindaklanjuti pernyataan bersama KTT Asia
timur tentang Peningkatan kerja sama
maritim regional diprakarsai Indonesi pada 2015.
Penutup
Bayangkan, bila ikan-ikan
tercemar, kita akan makan apa? Sebelum
semuanya terjadi, dan menjadi penyesalan, ayo kita selamatkan laut dari
pencemaran plastik. Negara, telah berada di depan dengan Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2017 dan rencana aksinya termasuk mengatasi mengatasi 70 persen sampah
plastik sebelum 2025. Indonesia, telah pula menggagas kerjasama internasional
mengatasi sampah platik laut. Kalau begitu, mengapa kita tidak terlibat? Aksi
kita ditunggu, untuk generasi akan datang. Semoga.......