Plastik Oxo Antara Manfaat dan Mudarat

                                                       Dr.Ir.Hamzah Lubis, SH.M.Si
                                           Dosen ITM dan Aktifis Lingkungan

Latar Belakang
   Isu hangat tentang lingkungan dalam satu bulan belakangan ini adalah kantong plastik oxo. Perdebatannya dipicu rencana plastik oxodegradable  dikenai tarif cukai lebih rendah dibanding plastik murni karena dinilai ramah lingkungan. Substansinya, benarkah plastik oxo ramah lingkungan?
   Plastik oxo jenis plastik ini cepat berubah bentuk atau terfragmentasi, tapi tetap butuh waktu ratusan tahun untuk terurai sempurna. Oleh  karena  itu, banyak pihak meminta tidak dibedaka abntara plasik murni, plastik oxo dan bio-plastik. Tulisan ini fokus membahas plasktik oxo yang sudah ramai di pasaran.

Plastik Oxo
Siifat plastik pada umumnya baru bisa terdegradasi pada usia 500-1.000 tahun atau sekitar 17 generasi manusia. Tugas ilmu pengetahuan dan teknologi adalah berupaya untuk memperpendek umurnya. Dengan mengutak-atik unsur plastik, sifat panjang umur plastik dapat diperpendek. Umur plastik yang berasal dari hidrokarbon atau minyak bumi berpolimer atau jutaan rantai karbon ini diperpendek dengan memasukkan zat aditif. Plastik dengan umur penguraian yang lebih singkat inilah disebut plastik oxodegradable.
Plastik jenis oxodegradable (atau disingkat oxo) ini terbuat dari jenis polimer termoplastik. Jenis plastik ini seperti mentega yang akan lumer ketika terkena panas dan mengeras kembali dalam proses pendinginan.  Ini membedakannya dari plastik jenis murni, yang tak bisa dicairkan lagi saat mengeras. 
Ada beberapa ramuan senyawa aditif yang bisa memutus rantai panjang hidrokarbon sehingga waktu penguraiannya singkat. Produk platik degradable yang beredar di pasaran mencapai 80 persen, tetapi sesungguhnya masih tergolong plastik. Plastik ini  hanya disuntik zat metal agar sewaktu masuk ke tanah bisa terurai dalam dua tahun.
Pada kantong plastik oxo dipakai formula 3 persen oxium dan 97 persen bijih plastik agar plastik kuat tapi mudah terdegradasi. Pemerintah punya SNI kriteria ekolabel kategori produk tas belanja plastik dan bioplastik mudah terurai, serta SNI kriteria ekolabel kategori produk tas belanja plastik berbahan daur ulang.
Bahan tambahan ini  dalam kondisi tertentu, seperti  sinar ultraviolet dari matahari dan suhu panas, jadi aktif dan memecah molekul polimer plastik.  Plastik itu berubah jadi material jauh lebih kecil, tetapi secara kimia bentuknya tak berubah.  Dikhawatirkan itu menambah mikroplastik dan nano-plastik.

Kelayakan  Plastik Oxo
Menurut Tommy Tjiptadjaja, Co-Founder dan CEO Greenhope, perusahaan penghasil material oxium (katalis plastik biodegra-dable) dan bioplastik menegaskan, plastik  oxobiodegradable teruji tak menimbulkan mikroplastik.  Mereka mengantongi  ASTM D6954 serta paten di Amerika Serikat, Singapura dan Indonesia.
Paten D6954 ialah standar internasional pengujian plastik terdegradasi di lingkungan dengan kombinasi oksidasi dan biodegradasi. Pengujian menurut ASTM D6954 menunjukkan materi hasil degradasi itu dimakan mikroba menjadi biomassa, air, dan karbon dioksida. Uji toksisitas residu biomassa menunjukkan dampak negatif.
Ditahap awal plastik beroxium terfragmentasi lalu terdegradasi ditandai  berkurangnya berat molekul tak mengandung properti plastik. Hal itu terjadi jika plastik ber-oxium terpapar sinar matahari, suhu panas, dan oksigen agar terdegradasi. Di tempat pembuangan akhir, plastik oxo-biodegradable butuh waktu enam bulan sampai satu tahun untuk terurai.
 Oxium sudah terbukti  mendegradasi plastik hingga bisa terurai secara oksidasi dan biodegradasi,  dapat terurai sepenuhnya kembali ke alam, bukan fragmentasi fisik menjadi mikroplastik. Greenhope pun menyatakan  memantau sampel kantong-kantong plastik buatannya dilapangan.  Waktu untuk terdegradasi mencapai 1-2 tahun pada kondisi lingkungan tertentu.
Sugianto Tandiq presiden Direktur PT Tirta Marta selaku pemegang merek dagang Oxium (oxodegradable) dan Ecoplas (bioplastik), mengatakan, kantong plastik oxodegradable bisa didaur ulang beberapa kali, karena materi utamanya masih berupa bijih plastik dari minyak bumi. Produsen plastik menambahkan zat prodegradant untuk mempercepat oksidasi dan degradasi. Hal itu berbeda dengan plastik konvensional yang membebani lingkungan saat masa pakai berakhir karena plastiknya bertahan 500-1.000 tahun.
Demikian juga pendapat dari Direktur Operasional Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia Felicita Sathrieyanti Natalia bahwa, jika plastik oxo ini dikumpulkan tersendiri,  plastik itu bisa-didaur ulang  hingga berapa kali.             Plastik bekas duar ulang beberapa kali bisa diproses secara pirolisis untuk mengembalikannya menjadi bentuk minyak.



Penolakan Plastik Oxo
Banyak pakar dan intansi konsen terhadap lingkungan, menganggap plastik oxo tidak dapat menyelesaikan masalah karena hanya melakukan percepatan penguraian. Dan karena plastik oxo cepat teruarai menjadi partikel, mikro-plastik dan nano-plastik, tetapi umur untuk pemusnahanan mencapai 500-1000 tahun, maka penguraian plastik ini menjadi masalah.
Dalam publikasi Program Lingkungan PBB (UNEP, 2015) berjudul Biodegradable Plastic and Marine Litter: Misconceptions, Concerns, and Impacts on Marine Environments disebutkan, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa plastik oxo-degradable terurai sempurna di lingkungan, kecuali dalam kondisi pengomposan di industri.
Di  Negara Bagian California,  Ameri-ka Serikat, dan Uni Eropa masih terjadi perdebatan akan kebutuhan legislasi pengendalian pemasaran produkyang terbuat dari polimer oxo-degradable. Dalam publikasi UNEP itu disebutkan  polimer oxo-degradable akan menambah jumlah mikroplastik.
Plastik dapat mengurai menjadi partikel, mikro-plastik dan nano-plasatik yang berada di tanah, air dan laut. Karena kecilnya, maka phito dan zoo planton memakannya karena dianggapnya sumber makanan. Kemudian ada proses rantai makanan, yang pada akhirnya pada manusia. Pencemaran plastik akan menggelinding pada semua sektor jaring-jaring makanan. Dan ini sangat merusak lingkungan, dan inilah ancaman lingkungan hidup global setelah pemanasan global.
         Olehkarena itu, Akbar Tahir, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin, Makassar, menyebutkan  plastik oxo tak bisa disebut jenis ramah lingkungan. Plastik oxo cepat terdegradasi, tetapi hanya mengurangi volume fisik.  Plastik  jenis oxo dilarang di banyak  negara  khususnya Uni Eropa.  Tidak terjadi asimilasi dengan mikroba sehingga tidak menjadi humus.

Penutup
         Kehadiran plastik Oxo, dianggap sebagian orang adalah penyelamat lingkungan dan sebagian lainnya sebagai petaka lingkungan sampah plastik. Bagi yang bijak lingkungan, sebaiknya hindarilah membeli tas plastik atau barang-barang dari plastik dimana plastiknya berasal dari plastik murni atau plastik oxo-degrafable. 
         Bila anda aktifis lingkungan, pemerhati lingkungan, atau sedikit peduli pada masa depan bumi dan penghuninya, maka beralihlah ke bio-plastik.  Bio-plastik memang sedikit lebih mahal, itulah pengorbanan untuk menyelematkan lingkungan. Bukankah menyelamatkan lingkungan adalah kewajiban dengan imbalasan pahala? Ayo beralih ke bio-plastik.



* Tulisan "Plastik Oxo Antara Manfaat dan Mudarat", telah dimuat pada Prestasi Reformasi-Online, https://prestasireformasi.com/2019/08/20/plastik-oxo-antara-manfaat-dan-mudarat/







Baca Selengkapnya »

Resort Wisata Gunung Tua Pasaman Barat

Resort Wisata Gungung Tua, Sungai Aur, Ranah Malintang, Pasaman Barat
Baca Selengkapnya »

Pengelolaan Eks Sungai Buatan

                                                      Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.M.Si*

Pengantar
            Hasil pemantauan Air Quality Index (AQI) atau Indeks Kualitas Udara Global  Air Visual menempatkan Kota  Jakarta, Ibukota RI di peringkat pertama pemilik udara terburuk se- dunia. Tentu, ini bukan prestasi yang membanggakan, tapi prestasi yang memalukan kita (Kompas,  No.38/55/4/8/19/6/1-3). Penyebabnya, sumber energi kita sebagian besar masih memakai bahan bakar fosil yang merusak lingkungan. Indonesia seharusnya sudah mengalihkan energinya dari energi kotor ke energi  baru dan terbarukan (RBT).
            Konsekuensi Paris Agreement (Perjanjian Paris), Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Indonesia telah menetapkan bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025. Untuk mendukung bauran energi ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.12 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumberdaya Energi Terbarukan, mewajibkan BUMN PT.PLN membeli energi listrik dari EBT. Indonesia memiliki potensi besar EBT dan dengan keragaman jenisnya. Prioritas EBT adalah energi tenaga air, energis panas bumi dan energi surya.

Potensi Energi Air
Indonesia memiliki potensi energi air hingga 75.000 megawatt (MW), namun tingkat pemanfaatannya kurang dari 8 persen. "Indonesia kaya akan potensi energi terbarukan. Tapi mayoritas pembangkit masih mengandalkan bahan bakar fosil," kata CEO&President Andritz Hydro Josef M Ullmer. Andritz merupakan perusahaan penyedia kebutuhan peralatan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) asal Austria itu sudah memiliki pengalaman di dunia selama 170 tahun dan  sudah berada di Indonesia sejak 100 tahun lalu.
            Salahsatu kabupaten yang memiliki potensi energi tenaga air adalah Kabupaten Humbang Hasudutan di Provinsi Sumatera Utara. Massa air yang memiliki ketinggian, dalam bentuk energi potensial dapat dirobah menjadi energi kinetik melalui turbin. Jenis turbin  seperti Prancis, Kalpan, Pelton, Banki dapat dipilih berdasarkan ketinggian, kapasitas dan pertimbangan lainnya. Dari turbin yang menghasilkan energi mekanis dirubah menjadi eneri listrik melalui  elektromotor.
            Pengusaha nasional maupun pengusaha internasional dari Singapura, Hongkong dan lainnya beramai-ramai  mengelola sumberdaya air menjadi energi listrik di Humbang Hasudutan dan kabupaten lainnya. Saat ini, di Humbang Hasudutan terdapat 2 (dua) perusahaan PLTA yang sudah beroperasi, tiga (3) perusahaan PLTA yang tahap pembangunan (kontruksi), 14 perusahaan yang sedang melakukan pembebasan lahan dan 1 perusahaan yang tahap studi kelayakan. Potensi PLTA lainnya masih besar.
            Salahsatunya,  rencana PLTA Sitanduk, yang sidang Amdalnya di Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Utara, pada tanggal 30 Juli 2019, dimana penulis menjadi salah seorang anggota komisinya. PLTA Sitanduk, bendungannya berada di Desa Sitanduk, Kecamatan Tara  Bintang  sedangkan turbin dan elektromotrornya berada di Dusun Bungus, Desa Sionom Hudon-7, Kecamatan  Parlilitan, Kabupaten Hubang Hasudutan. Proyek PLTA ini diprakarsai PT.Energi Pravest Jaya  dalam konsorsium perusahaan listrik internasional “Engie” yang berada di puluhan negara.

Eks Sungai buatan
            Pembangunan PLTA pada tahap kontrusi intake (pembuatan bendungan, sturuktur pembaungan, sturuktur intake), pada masa itu  aliran sungai dialihkan ke tempat lain. Setelah bendungan selesai, aliran air kembali dialihakan ke aliran semula dan aliran air ke sungai buatan ditutup. Persamasalahnnya, yang ditutup hanya bagian hulunya, sedangkan bagian bawah sungai buatan yang panjang bisa berkilo-kilo meter terbuka.  Sungai buatan kering, merusak lingkungan.
Bila di Kabupaten Hubang Hasudutan saja data saat ini, ada 20 PLTA yang sudah, sedang dan akan beriperasi berarti ada 20 sungai buatan yang tidak berfungsi sebagai sungai dengan masing-masing sungati buatan berkilo-kilo meter. Yang jadi isu lingkungan, bukan saja bekas galian pertamnbangan, tapai juga bekas sungai buatan. Tulisan ini, fokus pada pemanfaatan sungai buatan dengan dasar hukumnnya.

Hukum Eks Sungai
Sidang Mahkamah Konstutusi (MK), membacakan putusan bernomor: 85/PUU-XI/2013 tanggal 18 Februari 2015, bahwa: “Menyatakan “Menyatakan UU SDA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menyatakan UU Pengairan berlaku kembali,”.  MK  menghapus keberadaan seluruh pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2004  tentang Sumber Daya Air (SDA) dan menghidupkan kembali UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan untuk mencegah kekosongan hukum hingga adanya pembentukkan undang-undang baru.
Peraturan pemerintah No. 38 tahun 2011 tentang   Sungai  mendefisikan sungai: “ Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (Pasal 1 ayat (1). Bekas sungai dikuasai negara, dicatat  sebagai barang milik negara/daerah, penggunaannya  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan barang milik negara /daerah  (Pasal 75 ayat (1,3) digunakan untuk  pariwisata, perikanan  dan lainnya (Pasal 30 ayat (2).
Dalam pemanfaatan sungai, (termasuk sungai buatan)  wajib memperoleh izin (Pasal 57 ayat (1),  untuk kegiatan d. pemanfaatan bekas sungai (Pasal 57 ayat (2) huruf d dan kegiatan lainnya. Izin kegiatan d. pemanfaatan bekas sungai  diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (Pasal 58 ayat (1).
Dimana Pasal 1 ayat (12) menyatakan: “ Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”. Beranjak dari kondisi ini, maka bahwa Pemerintah Kabupaten/ Kota  cq Dinas membidangi sungai berkewenangan untuk memberikan izin pemanfaatan  bekas sungai (buatan) untuk kegiatan pariwisata,perikanan dan lainnya.

Usaha  Pariwisata
Amanah Undang – Undang  Kepariwisataan: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara: membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; dan b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar (Pasal 17).
Beranjak dari kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota dalam bidang usaha pariwisata,  maka sebagai warga masyarakata berhak melakukan usaha pariwisata (Pasal 19 ayat (1) huruf  b. Secara lebih  lebih spesifik, dalam pengelolaan eks  sungai batan untuk kegiatan pariwisata, lebih diutamakan kepada masyarkat disekitar potensi obyek wisata.  Hal sesuai dengan (Pasal 19 ayat (2) huruf  c tentang undang-undang Kepariwisataan, bahwa:   Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas  Pengelolaan”.  

Penutup
Beranjak dari Pasal 17 huruf a tentang kewajiban Pemkab/Kota  diantaranya “pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi” , serta hak masyarakat secara umum dan hak masyarakat di sekitar destinasi pariwisata,  maka Pemkab/Kota  cq. Dinas mengurusi sungai dapat  memberikan hak pengelolaan/ izin pemakaian bekas sungai  buatan dari pembangunan PLTA dan/atau  bentuk lainnya , menjadi usaha pariwisata, perikanan dan lainnya. Dengan demikian, tidak terjadi kerusangan lingkungan,  ekonomi masyarakat akan lebih meningkat dan partisipasi masyarakat semakin tinggi. Semoga....

*Dr.Ir.Hamzah Lubis, SH.M.Si adalah dosen, dan  aktifis lingkungan berdomisli di Medan
** Tulisan ini telah dimuat pada Surat Kabar Prestasi Reformasi Online, http://prestasireformasi.com/2019/08/06/pengelolaan-eks-sungai-buatan/
Baca Selengkapnya »

Menanggapi Dewan Pengelolaan Sampah Sumatera Utara


                                                      Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.M.Si
                                                   
Pengantar
Tulisan ini adalah bagian dari tanggapan penulis terhadap Draf Ranperda Pengelolaan Sampah Provinsi Sumatera Utara di Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Utara tanggal 9 Juli 2019. Tulisan ini, juga materi paparan tentang Kewajiban Pemerintah Provinsi membuat  perda berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 yang disajikan tanggal 21 Juli 2019 di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara.  
            Sebagaimana diketahui, dalam pelaksanaan  UU No.18 tahun 2008, memerlukan banyak pranata hukum.  Keharusan pembuatan Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri, Peraturan Daerah Provinsi (Perda) dan Peraturan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, dalam menyusun draf Ranperda Pengelolaan Sampah, perlu diinventarisi  pasal/ayat yang mengharuskan PP, Permen, Perda Prov dan Perda Kabupaten/Kota, serta inventarisasi  isu-isu persampahan dalam konteks kekinian dan konteks ke depan yang akan dimasukkan dalam Ranperda.

Kewajiban Perda
            Perda Pengelolaan Sampah harus memgatur tata cara penggunaan hak dari setiap orang (Pasal 11).  Hak   dapat berupa: mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah,  hak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah; hak  memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu; hak mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah; dan e. hak memperoleh pembinaan dalam pengelolaan sampah.  
            Perda mengatur tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah meliputi  kewajiban mengurangi dan menangani sampah; produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai; pengelola kawasan wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah dan  setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya.
            Perda harus menjelaskan secara rinci penanganan sampah (Pasal 22) yang meliputi: a. pemilahan dan pemisahan sampah; b. pengumpulan sampah;c. pengangkutan sampah;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan  e. pemrosesan akhir sampah. Pengaturan rinci tata cara memperoleh izin pengelolaan sampah (Pasal 18), jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif pengelolan sampah (Pasal 21),  pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan sampah, (Pasal 24).
Perda juga harus mengatur konpensasi (Pasal 25) sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.  Kompensasi berupa: a. relokasi penduduk; b. pemulihan lingkungan; c. biaya kesehatan dan pengobatan; d. penyediaan fasilitas sanitasi dan kesehatan; dan/atau e. kompensasi dalam bentuk lain.  Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pemrosesan akhir sampah  diakibatkan oleh: a. pencemaran air; b. pencemaran udara; c. pencemaran tanah; d. longsor; e. kebakaran; f. ledakan gas metan; dan/atau g. hal lain yang menimbulkan dampak negatif.
            Untuk melahirkan pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat, maka  peran serta masyarakat sangat diperlukan. Perda mengatur bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam pengelolaan sampah.   Peran serta masyarakat dilakukan melalui: a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran; b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan (Pasal 28).
            Larangan dalam pengelolaan sampah (Pasal 29) meliputi: a. memasukkan sampah ke dalam wilayah RI; b. mengimpor sampah; c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun; d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan; e. membuang sampah tidak pada tempatnya; f. pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir; dan g. membakar sampah. Perda bisa mengatur lebih rinci detail tentang  larangan ini.  
            Pengawasan dilakukan  oleh pemerintah, Pemerintah Provinsi maupun  Pemerintah Kabukaten/Kota (Pasal 30),  baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Pengawasan yang dilakukan didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan yang diatur oleh Pemerintah. Secara lebih rinci, dapat diatur dalam Perda. Demikian juga  penetapan sanksi administrasi (Pasal 32) dapat berupa: a. paksaan pemerintahan; b. uang paksa; dan/atau c. pencabutan izin. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Perda.  

Dewan  Pengelolaan Sampah  Sumatera Utara
Dalam meningkatkan perasanserta masyarakat dalam pengelolaan sampah, penulis dalam rapat dan dalam daraf Perda mengajukan  konsep pembentukan  Forum Masyarakat Peduli Kebersihan,  yang mendapat dukungan peserta rapat. Peserta meminta kata forum diganti dengan Dewan  seperti halnya Dewan Sumberdaya Air Sumatera Utara, Dewan Daerah Prubahan Iklim Provinsi Sumatera Utara, dimana di kedua kelembagaan ini penulis ikut di dalamnya. Oleh karena itu, nama usulan Forum Masyarakat Peduli Kebersihan diganti dengan Dewan Pengelolaan Sampah Sumatera Utara.
           Dewan Pengelolaan Sampah Sumatera Utara, adalah forum masyarakat yang peduli pengelolaan sampah, lembaga yang bersifat tetap yang dibentuk oleh Gubernur.   Dewan Pengelolaan Sampah mempunyai tugas: a. memberikan pertimbangan dan saran kepada Gubernur melalui Kepala Dinas bagi perumusan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah; b. menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat dan/atau pelaku usaha kepada Gubernur melalui Kepala Dinas terhadap penyelenggaraan pengelolaan sampah; dan c. melakukan pengawasan atas pelaksanaan pelayanan pengelolaan sampah.
              Keanggotaan Dewan Pengelolaan Sampah, terdiri dari: a. Unsur Pemerintah Daerah; dan b. Pemangku kepentingan. Unsur pemangku kepentingan  yaitu: 1. unsur akademisi; 2. unsur asosiasi; 3. unsur pemerhati lingkungan hidup; dan 4. unsur tokoh masyarakat.   Anggota Dewan Pengelolaan Sampah diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur, masa jabatan anggota selama 5 (lima) tahun.
Anggaran biaya kegiatan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pengelolaan Sampah dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin seorang Sekretaris dari unsur Pemerintah Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pengelolaan Sampah diatur dengan Peraturan Gubernur.
            Banyak pihak mendukung pembuatan Perda Pengelolaan Sampah, sebagai pelaksanaan kewajiban Pemerintah Provinsi sesuai amanah undang-undang serta menjadi cantolan hukum bagi Pemerintah Kabupaten/kota dalam pembuatan Perda Pengelolaan Sampah Kabupaten/kota. Dengan adanya Perda ini, maka sebagian permasalahan sampah akan teratasi. Semoga......
*Penulis Dr.Ir.Hamzah Lubis, SH.M.Si adalah Dosen Institut Teknologi Medan (ITM).
*Tulisan ini telah dimuat pada Surat Kabar Prestasi Reformasi, di Medan, No.562 tahun ke-20, 29 Juli 2019 dan Prestasi Reformasi Online, http://prestasireformasi.com/2019/07/24/menanggapi-dewan-pengelolaan-sampah-sumatera-utara/









Baca Selengkapnya »