TAROMBO/SILSILAH DR.IR.HAMZAH LUBIS,
SH.M.SI
Suku Bangsa Batak
Hasil penelitian ilmiah ilmuan
Jerman, Uli Kozok (Surat Batak. 2009. Kepustakaan Populer Gramadia, Jakarta)
yang telah belasan tahun mempelajari kebudayaan Batak, bahwa dewasa ini selain etnis Toba, yaitu Karo, Pakpak-Dairi,
Simalungun dan Angkola-Mandailing jarang menyandang prediket Batak. Namun di
zaman pra-kolonial sampai awal penjajahan mereka lazim menyebut diri sebagai
Batak.
Salah-satu alasan kenapa prediket
Batak kini jarang dipakai oleh ke-empat etnis tersebut berkaitan dengan
kenyataan bahwa orang Toba cenderung menyebut diri sebagai Batak dan bukan
sebagai Toba. Dengan demikian, maka Batak sering dianggap sinonim dengan Toba.
Orang Batak Toba lebih suka menggunakan prediket Batak daripada Batak Toba,
karena “Toba” sebenarnya hanya nama daerah bukan nama suku bangsa (hal.11).
Pada intinya Toba hanya merujuk
pada dua daerah saja, yaitu Toba Humbang dan Toba Holbung, sementara
Habinsaran, Samosir, Silalahi, Silindung, Uluan dan beberapa daerah kecil
lainnya sebenarnya tidak termasuk Toba. Akan tetapi karena kesamaan dari segi
bahasa dan budaya penduduk daerah itu, lazim disebut etnis Toba. Kenyataannya
sampai kerang, banyak orang Samosir yang masih tetap merasa janggal bila mereka
disebut Toba dan lebih suka menggunakan istilah Batak saja.
Lubis-Batak
Menurut Richard Sinaga (Silsilah
Marga-Marga Batak.2013. Dian Utama, Jakarta), semua marga-marga Toba,
Simalungun, Pakpak, Mandailing, Angkola dan Nias berasal dari Si Raja Batak. Si
Raja Batak bermukim di Kaki Gunung Pusuk Buhit, Kampung Sianjur Mula-Mula.
Secara singkat, diuraikan silsilah Si Raja Batak sampai Tumanggo Lubis yang
keturunannya menjadi “Marga Lubis”.
Generasi ke-dua Si Raja Batak, anak
Si Raja Batak adalah Guru Tatea Bulan (Ilontungan), Raja Isumbaon dan Toga
Laut. Generasi ketiga, anak Guru Tatea Bulan adalahRaja Biak Biak, Tuan Saribu
Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, Silau Raja, Siboru Pareme, Siboru Anting
Anting Sabungan, Siboru Biding Laut. Generasi ke empat, anak dari Tuan Saribu
Raja adalahRaja Lontung, Raja Borbor dan Raja Galeman (Sibabiat).
Generasi ke lima,
dari anak Raja Borbor, melahirkan Raja Hatorusan II, Tuan Sidamanik, Datu
Singar (Harahap), Parapat, Matondang, Sipahutar, Sitarihoran, Gurning, Rambe, Saruksuk.
Generasi ke enam, anak Raja Hatorusan II adalah O Tuan Raja Doli (Datu
Talaibabana), Datu Rimbang Saudara, Datu Altong, Sahat Mata Ni Ari
(Simargolang), O Sindar Mata Ni Ari (Dt.Mompang Napitupulu). Genererasi ke tujuh, dari anak O Tuan Raja
Doli melahirkan Saribu Raja II, Saribu Dolok (Dolok Saribu), Raja Hatioran dan
Jambe Raja.
Generasi ke delapan, dari anak
Saribu Raja II (Datu Rimbang Soaloan) lahir Datu Pompang Balasaribu dan Sangka
Somalidang. Generasi ke sembilan, dari anak Datu Pompang Balasaribu, lahir
Tanjung Dolok (Tanjung), Sahang Maima,
Rimbang Saudara ( Dt.Dalu), dan Raja Dohang. Generasi ke sepuluh, dari anak Sahang Maima
lahir Pulungan Tua (Pulungan), Tumanggo Lubis (Lubis). Tumanggo Lubis sebagai
generasi ke sepuluh Si Raja Batak, sebagai gerasi pertama marga Lubis dalam
silsilah marga-marga Batak.
Lubis
Mandailing
Menurut Z
Pangaduan Lubis (Asal Usul Marga di Mandailing.2010. Pustaka Widiasarana,
Medan), bahwa terdapat dua marga Lubis,
Lubis di Toba dan Lubis di Mandailing dari satu ayah Daeng Malela yang berasal
dari Bugis dengan dua ibu yang berbeda dan tempat yang berbeda. Menurut cerita,
Daeng Malela adalah seorang Laskar Majapahit yang melakukan serangan ke
Sumatera yang kemudian memisahkan diri dari laskar. Ia pertama kali tiba di Aceh, kemudian
mengembara ke daerah Toba terus ke Angkola Jae (Sigalangan).
Daeng Malela tiba di Toba kemudian kawin dan mendapatkan
anak bernama Si Tonggo Lubis (Tumoggu Lubis versi Batak), keturunannya bermarga
Lubis di Toba. Daeng Malela mengembara ke Selatan, kawin dengan Lenggana Boru
Dalimunte dan diberi gelar Namora Pende Besi (karena ia sangat ahli menempa
besi). Dari perkawinan ke dua ini lahir Sutan Bugis dan Sutan Barayun,
melahirkan Marga Hutasuhut. Daeng Malela kawin dengan putri Pijor Koling, lahir
Si Panawari dan Si Bargot Lage. Dari perkawinan ketiga ini melahurkan Marga Pulungan.
Daeng Malela kawin dengan putri bunian lahir putra
kembar Silangkitan dan Sibaitang. Dari perkawinan ke empat ini melahirkan Marga
Lubis. Keturunan Silangkitang disebut Lubis disebut Lubis Singengu sedangkan
keturunan Sibaitaitang disebut Lubis Singasoro (hal.34). Lubis versi Mandailing
ini menjadikan Silangkitang dan Sibaitang menjadi Lubis generasi pertama.
Demikian juga, marga Lubis di Toba, marga Huta Suhut dan Marga Pulungan adalah
marga saudara saudara (kahanggi). Tengtang kebenaran kedua cerita ini dan
cerita lainnya, wallahu a’lam.
Tarombo Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si
Silsilah/ tarombo marga Lubis mulai dari Daeng Mela
sampai pada penulis Hamzah Lubis gelar Sutan Malayu dan anak-anaknya. Sumber
tarombo ini adalah tarombo Alm. Alamuddin Lubis tertanggal 5 April 1982 yang
disalin dari Tarombo/ Stambun keluarga yang telah diakui dan disahkan na mora
Simpang Tolang Julu R.Sungkunan, Jaboji dan St. Muhammad serta na toras
Jagading dan Jatua. Tarombo keluarga ini, dijeput Raja Gunungmarisi (St.Malayu)
bersama Raja Tinggiran (.........) sekitar tahun 1930-an ke Simpang Tolang Julu.
Generasi ke-1, asal mula
marga Lubis adalah: DAENG MALELA, orang Bugis, yang menjadi laskar Majapahit
dalam ekspansi ke Sumatera tahun 1827
Caka (1365 M) yang memisahkan diri.
Generasi ke-2, dari istri pertama, boru Toba di Toba,
melahirkan Sitonggo Lubis (Marga Lubis
di Toba), istri kedua Lenggana br
Dalimunte lahir Sutan Bugis dan Sutan Barayun (Marga Hutasuhut), istri ke-tiga,
boru dari Pijor Koling, melahirkan Si
Panawari dan Si Bargot Lage (Marga Marga Pulungan) dan istri ke-empat, orang
bunian lahir Si Baitang dan Si
Langkitang, keturuhnannya menjadi Marga Lubis, Mandailing (Asal Usul
Marga-Marga di Mandailing, Z.Pangaduan Lubis, 2010, Pustaka Widiasarana,
Medan).
Generasi ke-3, anak
Sibaitang lahir Ja Pande (Ht.Nopan) dan
Ja Buat Nangge (Singengu Julu).
Generasi ke-4, anak Ja
Pande lahir Silangkitang dan R. Sungkunan.
Generasi ke-5, anak
R.Sungkunan lahir St. Mudo (Situak), St. Aceh dan St. Natunggal (Ujunggading).
Generasi ke-6, anak
R.Sungkunan lahir St.Aceh.
Generasi ke-7, anak St.
Aceh lahir R.Sungkunan.
Generasi ke-8, anak
S.Sungkunan lahir Ja Bungo (Tinggiran), Ja Parimpunan (Tinggiran), St. Kumala
Sakti (Tinggiran/R.Pamusuk), St.Aceh (Patianan) dan St.Naparas (R.Pamusuk
Simpang Tolang Jae).
Generasi ke-9, anak
St.Kumala Sakti (R.Boji) lahir St. Kumala, St.Porang, St.Manusung Dagang, St.
Pangimpalan (R.Pamusuk Gunung Marisi), Ja Payung dan St.Malayu
Generasi ke-10, anak
St.Pangimpalan lahir R.Sinomba dan R. Bargot.
Generasi ke-11, anak
R.Sinomba lahir Totop, Gebang, St.Malayu (R.Pamusuk G.Tua)
Generasi ke-12, anak St.
Malayu lahir Alamsyah R.Sungkunan.
Generasi ke-13, anak
Alamsyah R.Sungkunan lahir Rohani, Alamuddin, Rosmaina,Azimah, Rayuna, Ismail,
Hamzah St.Malayu, Safrin, Aklima
Generasi ke-14, anak Hamzah
St.Malayu lahir Abu Amar, Syahidullah Habibie, Nahdia Fallah dan Ridho Fadli
(Hl).
Berarti....ise munuma au on jdi ??,
ReplyDeleteEkspedisi pamalayu Majapahit buknq 1827, tapi abad ke -13. Begitu yg saya pahami dan ketahui. Karena ketika itu perjalanan ekspedisi pamalayu sampai ke Kerajaan Dharmasraya. 🙏🙏
ReplyDeleteItu 1827 Caka, kalau Masehi 1365
Delete