Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.M.Si
Dosen dan Founder Sekolah Hijau
MDA, SD, SMP NU, Jl.Pukat I/37 Medan
Pemerintahan di era Presiden Joko Widoo,
terus berpacu membangun sara fisik, mulai jalan tool, kereta api sampai
bendungan. Untuk bendungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat menargetkan pembangunan 65
bendungan. Bendungan tersebut terdiri dari 16 bendungan lanjutan dan 49
bendungan baru tersebar diberbagai provinsi di Indonesia.
Hal ini merupakan upaya nyata mewujudkan
Nawa Cita Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk mencapai ketahanan
pangan dan air. Pada tahun 2018 sebanyak 34 bendungan dalam proses
pembangunan dengan 10 bendungan
ditargetkan selesai tahun ini dan 14 bendungan baru dimulai pembangunannya. Tulisan ini, mengambil sisi lain, dari
pembangunan bendungan untuk pembangkit listrik, irigasi pertanian, kebutuhan
air untuk minum, industri dan pertanian. Sisi dampak pembangunan bendungan,
bila hanya berkonsek hidrolik dan tidak berekologi.
Bendungan konvensional
Pembangunan bendung (weir) di seluruh pelosok tanah air,
umumnya masih menggunakan konstruksi bendung permanen melintang badan sungai.
Sehingga seluruh tampang sungai tertutup bendung ini. Tipe bendung seperti ini
merupakan tipe yang sampai sekarang lazim dibuat di seluruh Indonesia.
Bendungan tipe ini merusak lingkungan.
Bendung-bendung yang ada di Indonesia
umumnya sama sekali tidak atau belum dilengkapi dengan tangga ikan atau
fishtrack atau fishpassage. Akibatnya ikan-ikan dan fauna sungai lainnya akan
punah, daur hidupnya terputus, karena pada umumnya ikan-ikan ini tidak mampu
meloncat melewati mercu bendung yang tingginya rata-rata 1 sampai 10 meteran.
Kondisi inilah sebagian dari bukti yang harus kita akui, bahwa pembangunan
sungai yang kita lakukan sampai sekarang ini masih menggunakan konsep hidraulik
murni tanpa pertimbangan ekologi.
Dampak bendungan
Dengan dibangunnya bendung hydrolik, sifat
kemenerusan sungai akan terinterupsi, menjadi alur aliran yang
terpotong-potong, menyebabkan terjadinya
perubahan keseimbangan alam baik abiotis (fisik) maupun biotis (bio-ekologis).
Keseimbangan abiotis akan terganggu, misal sedimen akan tertahan di bagian hulu
dan erosi terjadi di bagian hilir, defisit air di bagian hilir. Sedang keseimbangan
biotis terganggu, misal dengan terputusnya alur nutrisi dan jalur migrasi fauna
air sungai.
Bendungan melintang sungai menyebabkan segala jenis
fauna air, seperti berbagai jenis ikan yang mempunyai karakteristik migrasi
dari hulu ke hilir dan sebaliknya, tidak dapat hidup di wilayah sungai yang bersangkutan,
karena route migrasinya terblokir oleh bendungan.
Populasi ikan yang mempunyai kebiasaan
bermigrasi untuk sungai-sungai di Indonesia cukup beragam. Sebagai contoh
banyak ikan-ikan air tawar yang harus meletakkan telurnya di hulu sungai,
sehingga mereka harus kehulu untuk bertelur. Sedang mereka kembali ke arah
hilir untuk hidup biasa. Anak-anak mereka setelah menetas akan kembali ke hilir
untuk hidup.
Demikian juga sebaliknya banyak ikan yang
mempunyai kebiasaan meletakkan telur di hilir dan hidup di hulu. Contoh klasik
untuk ikan-ikan yang bermigrasi adalah ikan ikan Salmon, Sidat atau belut
sungal-laut (M. reitaborua), ikan Kuweh
(C. ignobilis), ikan Belanak (M. chepalus), ikan Keting (M. Nemurus), ikan Garing (L. sora), ikan Kulari (T. hispidus). Akibatnya ribuan jenis ikan air tawar di Indonesia
dewasa ini disinyalir punah.
Ekosistem sungai
Konsep pembangunan wilayah sungai, tidak
hanya sebagai alur aliran air yang mengandung sedimen, namun dipandang sebagai
satu kesatuan ekosistem dengan seluruh komponennya (air, sedimen, flora-fauna
sungai, morphologi, morphodinamik). Kesatuan ekosistem sungai yang terintegrasi
hulu-hilir.
Sungai sebagai ekosistem yang bersifat
terbuka (open ecosystem) hulu-hilir. Artinya ada kesatuan saling berpengaruh
antara hulu dan hilir. Seluruh kejadian di hulu akan berpengaruh terhadap hilir
dan seluruh kejadian di hilir akan berpengaruh kehulu.
Bendungan
ekologis
Bendungan ekologis, yang memperhatikan
asfek bendungan terhadap biota air sungia. Oleh karena bendungan hidrolig
menyebabkan terputusnya ekosistem hulu dengan hilir bendungan, maka diperlukan
penghubung kedua ekosistem dengan fishtract
(tangga ikan) atau Fishway (jalan ikan).
Bangunan tangga ikan di Indonesia masih
tergolong langka, jumlah bendung yang menggunakan tangga ikan masih di bawah 1%.
Konstruksi tangga ikan yang dibangun pada bendung dan bangunan melintang sungai
lainnya dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada ikan dan juga fauna sungai
lainnya (seperti belut, kepiting, udang) untuk bermigrasi baik kehulu maupun
kehilir dalam usaha melangsungkan hidupnya.
Penutup
Ketika pemerintah sudah membangun 65
bendungan, dan tahun 2018 membangun 34 bendungan, perlu pertanyaan apakah
bendugan tersebut memperhatikan lingkungan. Apakah bendungan tersebut
dilengkapi dengan tangga
ikan (fishtrack) atau jalan ikan (fishway) ? Ataukah akan mempercepat kepunahan
ikan air tawar yang sekarang ini sedang berlangsung secara besar-besaran. Semoga
tidak...
Tulisan Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si berjudul "Bendungan: Fishtrack dan Fishway" dimuat pada SK.Perestasi Reformasi di Medan, No.533 tahun 18 tanggal 28 Maret 2018
Tulisan Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si berjudul "Bendungan: Fishtrack dan Fishway" dimuat pada SK.Perestasi Reformasi di Medan, No.533 tahun 18 tanggal 28 Maret 2018
Dam: Fishtrack and Fishway
Dr.Ir.Hamzah Lubis, SH.M.Si
ITM Lecturer and Green School Founder
MDA, SD, SMP NU, Jl. Pukat I / 37 Medan
The government in the era of President Joko Widoo continued to race to
build physical facilities, starting the tool path, the train to the dam. For
dams, the Ministry of Public Works and Public Housing targets the construction
of 65 dams. The dam consists of 16 advanced dams and 49 new dams scattered in
various provinces in Indonesia.
This is a real effort to realize the Cawa Nawa President Joko Widodo
and Vice President Jusuf Kalla to achieve food and water security. In 2018 a
total of 34 dams in the construction process with 10 dams are targeted for
completion this year and 14 new dams have begun construction. This paper takes
the other side, from the construction of dams for electricity generation,
agricultural irrigation, drinking water, industrial and agricultural needs. The
impact side of dam construction, if it is only hydraulic and has no ecology.
Conventional dams
Construction of weirs in all corners of the country, generally still
using permanent weir construction across the river body. So that the entire
river is covered with this dam. This type of weir is a type that until now is
commonly made throughout Indonesia. This type of dam damages the environment.
Weirs in Indonesia generally do not or are not equipped with fish
ladders or fishtrack or fishpassage. As a result, other fish and river fauna
will become extinct, their life cycle will be cut off, because in general these
fish are not able to jump past the weir lighthouse which is an average of 1 to
10 meters high. This condition is part of the evidence that we must admit, that
the river construction that we have carried out until now still uses pure
hydraulic concepts without ecological considerations.
Dam impact
With the construction of a hydraulic weir, the nature of the river's
continuity will be interrupted, becoming a mutilated flow channel, causing
changes in the natural balance of both abiotis (physical) and biotic
(bio-ecological). Abiotic balance will be disrupted, for example sediments will
be held upstream and erosion occurs downstream, water deficit downstream. While
the biotic balance is disrupted, for example by the breakdown of nutrient flow
and the migration path of river water fauna.
The transverse river
dam causes all types of water fauna, such as various types of fish that have
the characteristics of upstream to downstream migration and vice versa, cannot
live in the river area concerned, because the migration route is blocked by the
dam.
Fish populations that have a habit of migrating for rivers in Indonesia
are quite diverse. For example, many freshwater fish have to put their eggs
upstream, so they have to lay up to lay eggs. While they are returning
downstream to ordinary life. Their children after hatching will return
downstream to live.
Likewise, many fish have the habit of laying eggs downstream and living
upstream. Classic examples for migrating fish are Salmon fish, Sungal-laut eel
(M. reitaborua), Kuweh fish (C. ignobilis), Belanak fish (M. chepalus), Keting
fish (M. Nemurus), fish Garing (L. sora), Kulari fish (T. hispidus). As a
result, thousands of freshwater fish species in Indonesia today are allegedly
extinct.
River ecosystem
The concept of developing a river area, not only as a flow of water
that contains sediment, but is seen as a single ecosystem with all its
components (water, sediment, river flora and fauna, morphology,
morphodynamics). Integrated upstream-downstream river ecosystem unit.
The river is an upstream-downstream open ecosystem. This means that
there is a mutually influential unit between upstream and downstream. All
events upstream will affect downstream and all downstream events will affect
upstream.
Ecological dam
Ecological dams, which pay attention to the dam's impact on sungia
water biota. Because hydroligic dams cause a breakdown of the upstream
ecosystem by downstream of the dam, it is necessary to connect the two
ecosystems with fishtract or fishway.
Fish ladder buildings in Indonesia are still relatively rare, the
number of weirs that use fish ladders is still below 1%. Construction of fish
ladders built in weirs and other transverse river structures is intended to
provide opportunities for fish and other river fauna (such as eels, crabs,
shrimp) to migrate both upstream and downstream in an effort to survive.
Closing remarks
When the government has built 65 dams, and in 2018 built 34 dams, it is
necessary to ask whether the bricks are concerned with the environment. Is the
dam equipped with fish ladders (fishtrack) or fish paths (fishway)? Or will it
accelerate the extinction of freshwater fish which is currently taking place on
a large scale. Hope not..
The writing of Dr.Ir.Hamzah Lubis, SH., M.Si entitled "Dam:
Fishtrack and Fishway" has been published in the newspaper. Reformation in
Medan, Indonesia, No.533 of 18 on March 28, 2018