Dr. Ir. Hamzah Lubis, SH., M.Si
Baca Selengkapnya »
Dosen Institut Teknologi Medan
Anggota Association of Diving Scholl Internasional
Anggota Dewan Daerah Perubahan Iklim
Prov.Sumatera Utara
E-mail: hamzah_blh@yahoo.com
Abstract
The
Stakeholders of ecotourism management are local government, tourism investors,
tourists, and local communities. The role of stakeholders influences the
tourist attraction management and sustainable of natural resources in the
object ecotourism. The study was conducted in Poncan Marine Resort, Sibolga.
The method of the study used observation, questionnaires and
interviews. The results shows that the implementation of the obligations of
local government is still low (BLH 9.60% and 10.20% DKP). The Implementation of
the tourist investors’ compulsory to obey the obligations only by 39%.
Implementation of tourists compulsory is 54.5% whereas tourists had received
their rights well by 71.40%. Likewise, the role of the community is low
(15.90%) due to the low government's role in facilitating community development
(40.30%) and the low engagement of tourist investor’s in the community
empowerment (10.43%) also proved. Physical condition and management of tourist
attractions, its maintenance is also low low (56.92%) as well as the management
of attraction is low (54%).
Keywords
: 1. Tourism stakeholders 2. Environmental management 3.
Environmental responsibility 4. Small
island ecotourism
Pembangunan
pariwisata
Pembangunan
pariwisata mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional
sebagai penghasil devisa, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan
penghasilan dan taraf hidup serta menstimulasi sektor-sektor lainnya (Hatmi,
1993). Pariwisata memegang peranan dominan dalam memacu pembangunan daerah
(Suwardi, 2010, Suwantoro, 1997). Dengan kedatangan wisatawan ke obyek wisata
akan membuka peluang usaha hotel, wisma, restoran, warung, transportasi,
pedagang asongan, sarana olahraga dan jasa. Pariwisata mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi karena dapat menyediakan lapangan kerja,
menstimulasi berbagai sektor ekonomi, serta memberikan konstribusi secara
langsung bagi kemajuan-kemajuan dalam usaha pembuatan dan perbaikan pelabuhan,
jalan raya, pengangkutan (Pendit, 1950).
Pariwisata suatu kegiatan yang bermanfaat
ganda (multiplier effect) yang
memberikan manfaat pada sektor ekonomi juga sektor transportasi, komunikasi,
jasa akomodasi, perdagangan, usaha makan minum dan lainnya (Sugeng, 2007).
Dalam era otonomi daerah, sektor pariwisata
menjadi salahsatu penggerak ekonomi daerah (Purba, 2010).
Pariwisata Indonesia pada awalnya pariwisata budaya
dengan tujuan wisata Pulau Bali, Yokyakarta dan
Tanah Toraja. Dalam perkembangannya orientasi pariwisata mengalami
pergeseran dari mass tourism ke special interest tourism (Tondang, 2007)
dengan tujuan pariwisata dari pariwisata budaya
ke pariwisata alam (Setiono, 2003). Pergeseran ini sesuai dengan tren manusia
untuk kembali ke alam.
Indonesia memiliki potensi besar pariwisata alam di pulau
kecil. Sebagai negara kepulauan, Indonesia
memiliki 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Dahuri, 2003).
Dari 17.500 pulau, hanya lima pulau besar, selebihnya adalah pulau kecil.
Pembangunan pulau kecil menjadi sebuah keharusan. Nilai ekonomi pariwisata alam
pulau kecil memberikan income multipler
effects bagi kegiatan ekonomi lainnya
ditaksir berpeluang antara US$ 0,55 sampai US$ 0,67 (Fauzi, 2005). Salahsatu
pulau kecil yang telah dikelola menjadi obyek wisata alam terumbu karang adalah Pulau Poncan Gadang di Kota Sibolga,
Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Pembangunan
pariwisata alam pulau kecil selama ini kurang optimal akibat terbatasnya prasarana wilayah, terbatasnya dana
pembangunan, konflik antar pihak (Mawardi, 2007), belum adanya kebijakan dan
strategi khusus untuk pengembangan pulau kecil (Apdillah, 2006). Pulau kecil
memiliki karakteristik yang sepesifik baik dari sumberdaya pariwisata maupun masyarakatnya dan dalam mengelolanya
melibatkan banyak pihak (Tomboelu,
2000). Strategi pengelolaan ekowisata pulau
kecil dengan pendekatan penataan
ruang, pendekatan kelayakan daya
dukung, pendekatan pembangunan sarana-prasarana, dan pendekatan pengelolaan
lingkungan hidup (Depbudpar, 2004).
Ekowisata
pulau kecil
Ekowisata adalah kegiatan wisata alam dengan kata kunci
melindungi lingkungan hidup dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal. Ekowisata sebagai perjalanan ke alam untuk menjaga dan melindungi
lingkungan hidup (Smith, 1993), meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat lokal (Carter,
1994; Lidberg, 1995; Suryadi,2001; Restu, 2002; Zar,
2002; Fitriani, 2004, Sitanggang, 2006; Tuwo, 2011),
meningkatkan partisipasi masyarakat (Boo, 1992) dan pendidikan kepada pengunjung (Fitriani, 2004). Ekowisata lebih menitikberatkan
pelestarian dibanding pemanfaatan dan
keberpihakan pada masyarakat lokal (Nurfatriani, 2003). Ekowisata berkelanjutan
harus memiliki dimensi ekologis, ekonomis, sosial dan kelembagaan
(Susilo, 2005), Dahuri (2001) menambahkan
politik dan hukum.
Keberlanjutan
lingkungan hidup menjadi penting bagi ekowisata berbasis sumberdaya alam
seperti terumbu karang yang rentan dan peka terhadap perubahan (Yudaswara,
2004). Keterlibatan masyarakat akan menjaga kelestarian, mempertahankan
sosial-budaya masyarakat serta memposisikan masyarakat sebagai stokeholders pengelolaan
(Nurfatriani,2003). Bahkan ekowisata pulau kecil
merupakan bentuk ekowisata yang mengarah ke metatourism yang tidak
menjual tujuan atau obyek tapi menjual filosofi dan rasa (Tuwo, 2011).
Ekowisata
berbasis masyarakat
Pengelolaan ekowisata
yang berbasis konglomerasi (kapitalis) sudah saatnya diganti dengan
berbasis kemitraan (Basuki, 1996) atau
berbasis kerakyatan (Pardosi, 2006). Pemerintah telah menetapkan kebijakan pengelolaan pariwisata pulau kecil harus
berbasis masyarakat lokal (Permenbudpar, 2004). Pengelolaan berbasis masyarakat
dapat berbentuk ekowisata kemitraan dan
ekowisata kerakyatan. Ekowisata berbasis kemitraan,
dikelola secara bersama sehingga terjadi distribusi tanggung jawab, otoritas dan kewajiban sesama
stokeholders (Basuki, 1996), mengandalkan sistem kolaborasi secara
harmonis dimana masing-masing stokeholders saling berkontribusi (Pardosi,
2006). Masyarakat disekitar obyek ekowisata merupakan stakeholders pengelolaan
yang memegang peranan penting dalam
pengelolaan ekowisata (Nurfatriani,2003). Penelitian Basuki (1996) menunjukkan
kemitraan berjalan efektif karena
masyarakat merasakan manfaatnya.
Ekowisata
berbasis kerakyatan dilaksanakan dari, untuk dan oleh masyarakat sehingga intervensi pemerintah hampir tidak ada (Lamatenggo,
2002). Pengelolaannya benar-benar dilakukan masyarakat lokal, mulai
identifikasi kebutuhan, analisis kemampuan dan kontrol terhadap sumberdaya alam
(Pardosi, 2006). Pengelolaan berbasis kerakyatan lebih bertanggung jawab karena kegiatan
langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat (Pitana, 1999). Tak ada pengelolaan
sumberdaya alam (terumbu karang) yang
berhasil tanpa melibatkan masyarakat (White, 1994).
Stokeholders
pariwisata
Stokeholders pengelolaan ekowisata ekowisata pulau kecil
adalah Pemerintah Daerah, pengusaha pariwisata, wisatawan dan masyarakat lokal (Sekneg,
2009; Depbudpar, 2004, Soekadijo, 2010), sedangkan Tauhid (2007), Ritonga (2012) dan Wilson (2012) menambahkan lembaga non
pemerintah dan Lubis (2002) memasukkan perguruan tinggi. Peran dari
stokeholders menentukan keberhasilan pengelolaan pariwisata alam pulau kecil.
Kebijakan
pengelolaan lingkungan hidup
Intansi
pengelolaan lingkungan hidup memiliki 125 kebijakan pada sektor pengelolaan lingkungan hidup (Sekneg, 2009a). Intansi pengelolaan pulau kecil memiliki
58 kebijakan pada sector pengelolaan
pulau kecil (Sekneg, 2007). Demikian juga kewajiban intansi
pariwisata dalam pengelolaan ekowisata pulau – pulau kecil 33 variabel (Sekneg,
2010). Pengusaha pariwisata memiliki 59 kewajiban dalam
pengelolaan lingkungan obyek pariwisata (Sekneg, 2009,
2009a, 2007, Depbudpar, 2004). Terdapat
pula 11 kewajiban wisatawan (Sekneg,
2009, Depbudpar, 2004). Terdapat
19 kebijakan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata pulau
kecil. (Sekneg, 2009, 2009a, 2007, Depbudpar, 2004).
Hasil penelitian
Peran Pemerintah Kota
Kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah dalam
pengelolaan ekowisata belum sepenuhnya dilaksanakan Pemerintah Kota Sibolga. Terdapat
125 kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup yang semestinya
dilaksanakan Badan Lingkungan Hidup Kota Sibolga namun yang berjalan dengan
baik hanya 9,60 persen. Demikian juga 58
kebijakan pengelolaan pulau kecil yang semestinya dilaksanakan Dinas Kelautan,
Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga namun yang sudah dilaksanakan dengan baik hanya 10,20 persen. Demikian juga dari
33 variabel pengelolaan ekowisata pulau – pulau kecil dari intansi
pariwisata baru berjalan dengan baik sebesar 55,30 persen.
Pelaksanaan
kebijakan lingkungan yang rendah oleh Pemerintah Kota Sibolga menunjukan
pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah (Hale, 2000) untuk
menjadikan Pemerintah Daerah menjadi ujung tombak pelayanan pariwisata
(Syahputra, 2010) mengalami kegagalan. Pemerintah Daerah gagal melaksanakan
fungsinya sebagai pelayanan dan fasilitator (Yudaswara, 2004). Otonomi Daerah
menyebabkan Pemerintah Daerah mengalami dis-orientasi dari mensejahterakan
rakyat ke peningkatan pandapatan dan kepentingan mempertahankan kekuasaan.
Kebijakan lebih pada retribusi yang distortif
dengan biaya tinggi, mengejar pertumbuhan dengan menguras sumberdaya
alam (Suparmoko, 1997). Kondisi ini
menunjukkan policy failure
atau goverment failure yang
melahirkan mismanagement terhadap
pengelolaan pesisir (Fauzi, 2005a).
Peran
pengusaha pariwisata
Hasil
penelitian dari 59 kewajiban PT. Sibolga Marine Resort hanya 39,0 persen yang
dilaksanakan dengan baik. Rendahnya Pelaksanaan kebijakan lingkungan
hidup oleh pengusaha pariwisata karena pengusaha
berorientasi profit tidak berorientasi lingkungan. Pengusaha hanya
mengeksploitasi obyek wisata (Suparmoko,
1997, Sutiyanti, 2005) tidak menyisihkan sebagian keuntungan untuk
memperbaiki kerusakan lingkungan (Kusumastui, 2003).
Keserakahan
pengusaha semakin meningkat ketika Pemerintah Daerah menerapkan berbagai
kebijakan ekonomi berbiaya tinggi yang
dikonpensasikan pengusaha dengan mengekstrak sumberdaya alam secara
berlebihan (Fauzi, 2005). Pengusaha pariwisata berorientasi pada
pariwisata massal di Pulau Bali yang hanya memperhitungkan
jumlah kunjungan wisatawan tanpa peduli terhadap kondisi lingkungan dan sosial
(Benyamin, 1997).
Peran
wisatawan
Wisatawan memiliki 11 kewajiban
dalam pengelolaan lingkungan hidup di obyek wisata yang dikunjunginya. Hasil
penelitian kepada wisatawan hanya 54,5 persen dari kewajiban tersebut yang
dilaksanakan dengan baik. Pada sisi lain, wisatawan menerima
hak-haknya dengan baik sebesar 71,40 persen. Penerimaan hak yang tinggi
tidak diikuti dengan pelaksanaan kewajiban yang tinggi. Menurut Sutiyanti (2005) dan Soemarwoto (2001) kewajiban
perlindungan lingkungan hidup yang rendah dari wisatawan disebabkan persepsi
terhadap lingkungan yang rendah (Kusumastuti, 2003). Padahal keberhasilan
ekowisata diukur dari tingkat kesadaran wisatawan terhadap lingkungan (Tuwo,
2011). Data ini menunjukkan pengusaha pariwisata gagal melaksanakan pembinaan
terhadap wisatawan.
Peran
masyarakat lokal
Peran masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup
hanya 15,90 persen dengan baik. Rendahnya peran masyarakat berkorelasi dengan rendahnya
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan pengusaha
pariwisata. Pemberdayaa. Kapasitas masyarakat yang rendah menyebabkan
partisipasi dalam pengelolaan lingkungan juga rendah.
Partisipasi
masyarakat lokal terhadap perlindungan pengelolaan lingkungan hidup pariwisata
Pulau Poncan Gadang rendah hanya 15,90 persen sedangkan persepsi masyarakat
terhadap pelestarian lingkungan hidup tinggi mencapai 74,50 persen. Semestinya
persepsi yang tinggi diikuti dengan partisipasi yang tinggi (Lumbangaol, 2002). Penyebab terjadinya persepsi yang
tinggi dengan partisipasi yang rendah karena masyarakat tidak
dapat berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan pariwisata
karena ketidakmampuan masyarakat dan kondisi lingkungan yang tidak menunjang
(Dipokusumo, 1999). Penelitian Kusumastuti (2003)
di Kepulauan Seribu menunjukkan hal yang sama.
Rendahnya
partisipasi masyarakat berkorelasi dengan tingginya peran masyarakat dalam perusakan
terumbu karang. Perusakan terumbu Pulau Poncan Gadang sebesar 90 persen
disebabkan oleh masyarakat nelayan hanya 10 persen akibat sampah dan limbah
domestik. Perusakan dengan peracunan
30 persen, penambangan 30 persen, pemboman
15 persden, jangkar 5
persen, bubu 5 persen dan jaring sebesar 5 persen (Lubis,
2009). Pemboman terumbu karang kendati illegal ternyata mendapatkan pendapatan
maksimal bagi nelayan karena tidak punya pilihan lain (Soede, 2000). Kesalahan
tidak boleh sepenuhnya dituduhkan pada masyarakat nelayan (Sitanggang, 2006). Pemerintah Daerah dan pengusaha
pariwisata berperan dalam melakukan pemberdayaan untuk meningkatkan kesadaran
dan kapasitas masyarakat yang akan membuahkan partisipasi yang tinggi.
Pengelolaan obyek wisata
Rendahnya
perhatian pengusaha pada pengelolaan lingkungan berkorelasi dengan rendahnya
pengelolaan obyek wisata. penelitian terhadap pengelolaan fisik pariwisata
didapat kesesuaian perencanaan 52 persen, pengorganisasian 48 persen dan
pengendalian obyek 56 persen. Pengelolaan kegiatan pariwisata meliputi
pengelolaan obyek 52 persen, pelayanan akomodasi 62 persen, pelayanan restoran
70 persen , pelayanan kios cendra mata
52 persen , pengelolaan sarana 58 persen , pengelolaan prasarana listrik 54
persen, persediaan air bersih 62 persen, pengelolaan dermaga 56 persen, transportasi laut 62 persen, dan pengelolaan drainase serta prasarana limbah padat (40 persen). Rata – rata
pengelolaan pariwisata rendah sebesar 56,92 persen.
Pengelolaan
yang rendah berkorelasi dengan sumberdaya manusia. Hasil penelitian kemapuan
karyawan dalam berbahasa Inggris 48 persen, kemampuan bahasa asing lainnya 40
persen, keramahan dalam pengelolaan 62 persen , profesionalitas 58 persen dan kemampuan komuniksai 62 persen. Rata – rata kemampuan karyawan 54 persen. Data-data ini menunjukkan
bahwa sumberdaya manusia karyawan yang
rendah menyebabkan pengelolaan pariwisata Pulau Poncan Gadang rendah.
Kesimpulan
1.
Peran
Pemerintah Kota dalam pengelolaan
ekowisata belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Dari 125 kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang semestinya dilaksanakan Badan
Lingkungan Hidup Kota Sibolga namun yang berjalan dengan baik hanya 9,60
persen. Demikian juga 58 kebijakan
pengelolaan pulau kecil yang semestinya dilaksanakan Dinas Kelautan, Perikanan
dan Peternakan Kota Sibolga namun yang sudah dilaksanakan dengan baik hanya 10,20 persen.
2. Peran
pengusaha pariwisata dalam pengelolaan
lingkungan belum baik. Dari 59 kewajiban dalam
pengelolaan lingkungan hidup di
obyek wisata baru terlaksana dengan baik 39,0 persen. Rendahnya peran pengusaha ini berkorelasi
dengan peran wisatawan dan masyarakat di
sekitar obyek wisata serta penataan kawasan ekowisata.
3.
Peran wisatawan dalam pengelolaan lingkungan hidup di obyek wisata yang
dikunjunginya masih kurang. Dari 11
kewajiban wisatawan yang dilaksanakan dengan baik hanya 54,5 persen. Padahal wisatawan telah menerima hak-haknya
sebesar 71,40 persen dengan baik.
4.
Peran masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup sangat rendah. Dari 19 kewajiban masyarakat
hanya 15,90 persen dengan baik. Rendahnya peran masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan hidup berkorelasi dengan rendahnya
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah (40,30
persen) dan yang dilakukan pengusaha pariwisata (10,43%).
5.
Perhatian pengusaha yang rendah terhadap
lingkungan menyebabkan pengelolaan obyek ekowisata juga rendah. Kesesuaian pengelolaan
fisik pariwisata dengan perencanaan 52 persen, pengorganisasian 48 persen dan
pengendalian obyek 56 persen. Kesesuaian pengelolaan obyek 52 persen, pelayanan
akomodasi 62 persen, pelayanan restoran 70 persen , pelayanan kios cendra mata 52 persen ,
pengelolaan sarana 58 persen , pengelolaan prasarana listrik 54 persen,
persediaan air bersih 62 persen, pengelolaan
dermaga 56 persen, transportasi laut
62 persen, dan pengelolaan drainase
serta prasarana limbah padat (40
persen). Perhatian lingkungan yang rendah berkorelasi dengan sumberdaya manusia
yang rendah berupa kemapuan berbahasa Inggris 48 persen, kemampuan bahasa asing
lainnya 40 persen, keramahan dalam pengelolaan 62 persen , profesionalitas 58
persen dan kemampuan komuniksai 62
persen. Rata – rata kemampuan
karyawan 54 persen.
Daftar pustaka
Apdillah, D.
2006. Pengelolaan Pulau Kecil Terluar Di Perbatasan Indonesia –Malaysia:
Studi Kasus Pulau Karimun Kecil, Kepulauan Riau. Tesis. Sekolah
Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Boo, E.
1992. The Ecotourism In The Boom.
WHN Technical Paper-2. WWF. Washington DC.
Basuki, R. Victor, P.H.N.
Komanajemen Sumberdaya Antara Pemerintah
Desa, Lemb aga Adat dan Masayarakat : Kasus Kawasan Pantai Desa Jungut Batu,
Nusa Penida, Bali. 1996. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. Vol.2 No.1 tahun 1996. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, Departemen
Pertanian-Ri. Jakarta.
Benyamin, I.M.
1997. Proses Pengembangan Wisata Alam dan
Dampaknya Pada Lingkungan Terutama Pada Asfek Sosial dan Ekonom: Studi Kasus
Pantai Bali. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Carter,E and G.
Lowman. 1994. Ecotourism: A Sustainable
Option. John Wiley & Soons. New York.
Dahuri,R. 2003. Pradigma Baru Pembangunan
Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Dahuri, R. J. Rais. S.P. Ginting. M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.
Pradnya Paramita. Jakarta
Dipokusumo, B. 1999. Analisis
Pemberdayaan Masyarakat Pada Pemukiman
Lahan Kering di Provinsi Nusatenggara Barat. Tesis. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Depbudpar, 2004. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :
km.67/um.001/MKP/2004 Tentang Pedoman
Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil. Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata. Jakarta.
Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu,
Sintesis dan Gagasan. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Fitriani,L.
2004. Kajian Pengembangan Ekowisata Pulau-Pulau Kecil Kawasan Bungus , Teluk
Kabung Kota Padang. Tesis. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Fauzi, A. Suzi, A.
2005a. Pemodelan Sumber Daya Perikanan
dan Kelautan Untuk Analisis Kebijakan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hatmi,S. 1993. Analisa
Pengembangan Daerah Pariwisata Desa Pantai Sialang Buah Kecamatan Teluk
Mengkudu. Tesis. Sekolah
Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Bogor
Hale, L.Z.. 2000. Achieving Integration
in Coastal Management the Challenge of Linking National dan Local Levels of
Government. Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources. Vol.3 No. 1,
2000.Center for Coastal and Marine Resources Studies, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kusumastuti,D.S.R.2003.
Peranserta Masyarakat Dalam Pengelolaan
Lingkungan Pulau-Pulau Kecil di TNL. Kepulauan Seribu. PSL-Universitas
Indonesia. Jakarta.
Mawardi, I. 2007.
Urgensi Keterpaduan Lintas Sektoral dan Daerah Dalam Pengembangan dan
Pemamfaatan Pulau-Pulau Kecil. Jurnal
Pesisir dan Lautan, Volume 8 Nomor
1 tahun 2007.
Nurfatriani,F.
Elvida,Y.S.2003. Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat Lokal. Buletin Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Volume 4 Nomor 1 Tahun
2003.
Lindberg, K and
D.E. Hawkins. 1995. Ecotourism.North
Bennington. The Ecotourism Sciety.
Lamatenggo,YN.2002. Kajian Potensi Dan Pengelolaan Sumberdaya
Pulau-Pulau Kecil Secara Berkelanjutan (Studi Kasus Pulau Gag Kabupaten Sorong
–Papua).Tesis. Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Lubis, H. 2002. Pengelolaan
Ekowisata Bahari di Pulau Unggas, Tapanuli Tengah. Tesis. Sekolah
Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Lumbangaol, R. 2002. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pulau-Pulau
Kecil: Studi Kasus Kepulauan Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.Tesis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lubis, M.R.K. 2009. Analisis Pengelolaan Terumbu Karang Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari
di Pulau Poncan Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara.Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pendit,
N.S. 1995. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar.
Pradnya Paramita. Jakarta
Purba, I.M. 2010. Studi Potensi
Pariwisata Kawasan Pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol.6 No. 1 Juni 2010. Akademi Pariwisata Medan. Medan.
Pardosi,J.h. 2006. Pembangunan Pariwisata Kerakyatan: Suatu Pradikma Baru. Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol.2 No. 1 Juni
2006. Akademi Pariwisata Medan.
Medan.
Pitana, I.Gde. 1999: Community
Management Dalam pembangunan Pariwisata. Jurnal
Analisis Pariwisata. Vo.2.No.2
Program Studi Pariwisata Universits Udayana, Denpaasar.
Restu, W.
2002. Kajian Pengembangan Wisata Mangrove di Taman Nasional Hutan Raya I
Gusti Ngurah Rai. Tesis. Sekolah Pascasarjana Intstitut Pertanian Bogor.
Bogor.
Ritonga, A.K. 2012. Potensi Obyek Wisata
Aceh Selatan. Vol. 8 No. 1 Juni
2012. Jurnal Ilmiah Pariwisata . Akademi Pariwisata Medan. Medan.
Suwardi.
Wilson,J. 2010. Studi Pengembangan Lingkungan Obyek Pantai Sialang Buah di Kecamatan
Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol.6
No. 1 Juni 2010. Akademi Pariwisata
Medan. Medan.
Suwantoro,G.
2001. Dasar – Dasar Pariwisata. Andi. Yokyakarta.
Sugeng,K.W; Ngatemin. 2007. Potensi dan Prospek Industri Pariwisata Kota Sabang. Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol.3
No. 2 Desember 2007. Akademi Pariwisata Medan. Medan.
Setiono, J.
Sujatno. Rukman,D. 2003. Rencana
Pengembangan Pariwisata Alam Nasional di Kawasan hutan. Bogor:
Dirjen PHKA Dephut
Smith, R.A. 1993. Planning and Management for Coastal Ecotourism in Sout East Asia.
Seminar Nasional: Manajemen Kawasan Pesisir Untuk Ekoturisma. Program Studi
Magister Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Suryadi, I. 2001. Pengembangan Kawasan Timbulan di Kabupaten Pesisir Selatan Sebagai Obyek
Ekoturisme Dalam Rangka Menghadapi Otonomi Daerah. Tesis. Sekolah
Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Sitanggang,L.P.2006.
Studi Pemamfaatan Ruang Untuk
Pengembangan Pariwisata di Kawasan Pesisir Sibolga. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Susilo, S.B. 2005. Keberlanjutan
Pembangunan Pulau-Pulau kecil : Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau
Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jurnal
Teknologi Perikanan dan Kelautan Maritek. Vol.5 No.2. 2005. Departemen
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Soekadijo, R.G. 2010.Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata
Sebagai Syatemic Linkage. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Syahputra,M.H.I; Mohammad, H.
2010. Analisis Hubungan Penerapan Standar Kopetensi Kerja Nasional
Indonesia Terhadap Kinerja Karyawan Housekeeping Pada Hotel Bintang 3 di Kota Prapat. Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol.6 No. 1 Juni 2010. Akademi Pariwisata Medan. Medan.
Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. BPFE-UGM, Yokyakarta.
Sutiyanti, S. M.
2005. Pengharuh Wisatawan Dalam Menjaga Kelestarian Obyek Wisata . Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol.1 No. 2 Desember 2005.
Akademi Pariwisata Medan. Medan .
Soemarwoto,O.2001.Atur
Diri Sendiri: Pradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Gajah Mada
University Press. Yokyakarta.
Soede, C.P .; H.S.J. Cesar; J.S. Pet.
2000. Economic Issues Relatedto Blast Fising on Indonesian Coral reefs. Indonesian
Journal of Coastal and Marine Resources. Vol.3 No. 2, 2000.Center for Coastal and Marine
Resources Studies, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sekneg, 2009, Undang-undang
Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Sekretariat Negara. Jakarta
...........,
2009a. Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sekretariat Negara.
Jakarta.
Sekneg, 2007. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sekretariat Negara.
Jakarta.
Tondang, B. 2007. Nias Island Pusat Wisata Minat Khusus. Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol.3 No. 1 Juni
2007. Akademi Pariwisata Medan.
Medan.
Tomboelu,N. 2000. Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya
Terumbu Karang di Kawasan Bunaken dan Sekitarnya, Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir
dan Lautan. Volume 3 Nomor 1 Tahun 2000. Bogor.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan
Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Internasional,
Jakarta.
Tauhid, B. 2007. Akuntabilitas Pariwisata Sumatera
Utara. Jurnal Ilmiah Pariwisata.
Vol.3 No. 1 Juni 2007.
Akademi Pariwisata Medan. Medan.
White, A.T. Hale, Y. Renard and L.Cortesi. Eds. 1994.
Collarobative and Community Based
Management of Coral Reefs: Lessons From Experience. Kumarian Press. Inc.
West Hartford, USA.
Wilson, J.
2012. Potensi Wisata Minat Khusus Kabupaten Aceh Selatan Kecamatan Tapak
Tuan: Sebuah Pendekatan Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat dan Ekonomi
Kreatif. Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol. 8
No. 1 Juni 2012. Akademi
Pariwisata Medan. Medan.
Yudaswara,GA. 2004. Analisa Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Dalam Pengelolaan
Pulau-Pulau Kecil Secara Berkelanjutan (Studi Kasus Pulau Menjangan Kabupaten Buleleng,Bali).
Tesis. Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Zar,M.T.
Dietriech,G.B. Daniel,R.M. 2002.
Policy Analisys of Coastal Ecotourism Development on Muara Angke Mangrove
Ecosystem,
Jakarta bay,Indonesia. Jurnal Pesisir dan Lautan. Vomue 4 Nomor 2 Tahun 2002. Insitut Pertanian
Bogor. Bogor.
Makalah pada Seminar Nasional Mencari Solusi Ketahanan Pangan Nahdhiyin di Pedesaan dalam Pusaran Kerusakan
Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, dilaksanakan Pimpinan Wilayah Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama Provinsi Sumaatera
Utara di Medan, tanggal 6 Juni 2018