PENCEGAHAN KORUPSI
Sering kali persepsi kita tentang korupsi sangat sempit
dan terbatas. Korupsi hanya teradi di lembaga-lembaga pemerintah dan hanya
identik dengan pejabat. Lebih khusus lagi korupsi hanya identik dengan penyalahgunaan uang dan jabatan di lembaga –
lembaga pemerintah. Boleh jadi, kita jarang berfikir bahwa tindak korupsi dapat
saja terjadi pada diri dan keluarga kita. Kita mungkin tidak menyadari bahwa
bentuk-bentuk korupsi lainnya sebenarnya
telah menerobos masuk ke suluruh asfek
kehidupan manusia. Demikian disampaikan Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA mantan
Katib Aam Syuriah PBNU.
Kurangnya perhatian
pada anak dan keluarga, minimnya perhatian pada anak buah dan bawahan,
terlambatnya pembayaran gaji karyawan apalagi pemotongan ataun tidak membayar
sama sekali, penyalahgunaan bantuan pendidikan dan kemanusiaan, terlambat
bekerja, menyeludupkan atau tidak membayar pajak dan sebagainya, merupakan
bentuk-bentuk korupsi yang sering tidak kita sadari. Padahal kita sebenarnya
tahu dan sadar perintah agama untuk membayar upah karyawan sebelum keringatnya
kering, atau bahwa pemberian kita untuk anak dan keluarga merupakan sedekah.
Menariknya, menurut
Nasaruddin Umar ini semua berbanding lurus dengan polarisasi kesalehan
individual atau kesalehan vertical dan kesalehan social atau kesalehan
horizontal di antara kita. Sering kali kita dibingungkan dengan perilaku koruptor yang juga rajin
bersedekah, menyantuni anak yatim dan sholat lima waktu. Dalam kontek ini hanya
ada dua kemungkinan, ia tidak tahu bahwa perbuatannya salah atau ia
sebenarnya sadar bahwa perbuatannya itu keliru.
Bagi yang terakhir ini, boleh jadi ia berfikir bahwa amal salehnya ditujukan untuk mengimbangi dosa yang telah ia lakukan.
Jika korupsi telah merambah ke seluruh asfek kehidupan
kita, maka efeknyapun sangat luas. Yang paling merusak adalah
merajalelanya sikap sinis masyarakat,
serta hancurnya kekuatan diri melawan godaan
menerima suap di seluruh lapisan
masyarakat dan birokrasi. Jika ini terjadi, kita hanya menunggu kehancuran
negeri ini. Kita harus cepat mengambil pelajaran dari berbagai kehancuran yang dialami bangsa-bangsa korup zaman
dahulu.
Kerajaan Romawi
hancur bukan karena invasi dari kawasan
timur dan Utara Eropa, tetapi karena
peraktek korupsi dan demoralisasi di kalangan Caesar dan senator. Rezim
Usmaniah juga hancur akibat budaya hedonistic dan ektravagan
pembesar-pembesarnya. Demikian juga dengan rezim Tsar di Rusia dan Louis XIV di
Prancis. Di masa modern , kita juga
telah menyaksikan kehancuran rezim-rezim
korup seperti Rhee di Korea Selatan, Batista di Kuba, Peron di Argentina,
Jimenez di Venezuela dan lainnya.
Pemberantasan
Korupsi
Kini upaya pemberantasan korupsi menjadi jauh lebih berat, bahkan
menurut Nasaruddin Umar hampir mustahil dilakukan. Berbagai konsep dan pendekatan
telah diwarkan oleh para ahli, namun tindakan korupsi yang telah sangat akut
menjadi lebih akut. Korupsi yang dulunya terkonsentrasi di pusat, kini terdesentralisasi dan meluas akibat kebijakan otonomi daerah,
yang menariknya awalnya juga dimaksudkan sebagai salah satu cara memberantas
korupsi. Akhirnya kita kembali dibingungkan
dengan pertanyaan, harus dari mana memulai pemberantasan korupsi?
KH.A.Hazim Muzadi
menawarkan empat cara untuk menegakkan amar makruf nahi munkar dalam bidang
korupsi. Pertama, membangun keimanan dan ketauhidan. Iman dan tauhid menjadi
sandaran cara berfikir dan pandangan
hidup. Cara berfikir dan pandangan hidup yang benar sesuai dengan ajaran agama akan terefleksi
dalam cara bersikap dan berbuat yang benar. Dalam konteks pribadi, hal ini akan
menjadi pertanggungjawaban dirinya
kepada Allah SWT, sedangkan dalam konteks social menjadikan kelayakan hidup
social yang dilatari oleh perilaku
masyarakat yang baik.
Kedua, membangun
kesadaran diri bahwa perbuatan korupsi adalah
perbutan tercela sangat dibutuhkan sebagai upaya menghilangkan
peraktek-peraktek korupsi. Refleksi
bahwa manusia hidup didunia hanyalah singkat
dan kesadaran bahwa kehidupan di akhirat
merupakan reflika atas apa yang
teah diperbuatnya di dunia menjadi dasar
untuk tidak melakukan peraktek korupsi.
Ketiga,
kepemimpinan harus dibangun atas dasar sifat sidg, amanah, fatonah dan gabligh.
Pemimpin harus memberikan ketauladan terhadap orang yang dipimpinnya. Pemimpin
yang baik dan jujur dan member ketauladanan akan juga terrefleksikan dalam
masyarakat yang baik dan jujur. Pemimpin harus memberikan motivasi kepada
masyarakatnya untuk maju dan kreatif. Pemimpin harus memberi contoh yang baik
dilingkungannya. Dalam kondisi keperihatinan seperti sekarang ini, mestinya
pemimpin memberi contoh kesederhanaan,
bukan malah sebaliknya. Cermin kerusakan masyarakat dan social dalam bentuk
apapun akibat dari perilaku para pemimpinnya.
Keempat, penegakan
saksi. Kehidupan social pada dasarnya harus diatur supaya sebagai upaya
kohesifitas social. Penegakan peraturan yang sudah disepakati harus dijunjung
tingggi. Siapapun yang melanggar aturan harus dihukum sesuai dengan sanksi yang
ada tanpa ada diskriminasi. Keadilan patut ditegakkan sebagai upaya penegakan peraturan. Penegak hokum harus
benar-benar memberikan konstribusi
terhadap keadilan dan penegakan peraturan , sehingga tidak ada yang berani
untuk melanggarnya. Jika pengadil (pemberi sanksi) tidak adil dalam dirinya dan
penegakan hokum tidak diupayakan semaksimal mungkin, pastilah kehidupan rimba
yang akan terjadi. Tatanam kehidupan masyarakat menjadi hancur. Tatanam
kehidupan social yang hancur akan membawa bangsa ini kearah kehancuran total
dimana selain sudah rusak manusianya karena degradasi moral yang luar biasa, juga kehancuran bangsa
sebagai entitas yang sudah tidak bisa lagi dipertahankan
Pendidikan Anti Korupsi
Ketika
korupsi jadi budaya, pendekatan revolusi atau tebang generasi tidak dilakukan,
maka melahirkan generasi baru adalah pilihan. Melahirkan generasi jujur anti
korupsi, dimulai dari anak-anak, dari pendidikan dasar (SD,SMP). ”Setiap orang
yang lahir dalam keadaan suci (bersih), maka kedua orangtuanyalah yang
menjadikannya.......”(hadist). Anak-anak adalah bersih, ibarat kertas putih.
Orangtua (termasuk pendidik) yang menjadikan anak beriman, bermoral ataupun
menjadi koruptor. Koruptor dilaknat dan tempatnya neraka.”Allah melaknat
pemberi dan penerima suap” (hadist) dan ”Orang yang memberi suap dan yang menerima suap akan ke
neraka” (hadist). Hukumannya jelas penjara( di dunia) dan neraka (di akhirat). Permasalahannya
kesadaran (moral) hukum dan kesadaran (moral) keagamaan yang hilang.
Sebagai
lembaga yang dibentuk organisasi NU untuk mengurus sumberdaya manusia, maka
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia-NU sangat konsen mengurusi
generasi baru Indonesia. Menjadi kewajiban organisasi untuk melahirkan generasi
Islami yang jujur, yang anti korupsi. ”Setiap orang itu pemimpin, tiap orang
akan diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya”. Oleh karena
itu, sebagai lembaga yang diamanahkan untuk melahirkan sumberdya manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang jujur, yang anti korupsi.
Demikian disampaikan Ir.Hamzah Lubis,SH,M.Si Ketua Lakpesdam NU Sumatera Utara.
Oleh karena
itu, Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama
Sumatera Utara, melaksanakan kegiatan anti-korupsi : Melahirkan Generasi Jujur:
Dai, Sekolah dan Kantin Kejujuran. Kegiatan dipusatkan di ibu kota Provinsi Sumatera Utara (Kota Medan)
dan kota-kota basis utama Nahdlatul Ulama yaitu Kota Padangsidempuan dan Kota
Pandan (Ibu Kota Kab.Tapanuli Tengah). Salah satu kegiatannya merancanag agar
sekolah mengelola kantin kejujuran. Kegiatan ini dirancang untuk memangkas
generasi korupsi dengan melahirkan generasi jujur, karena tidak mungkin menyapu halaman menjadi
bersih bila dilakukan dengan sapu yang kotor.
Salahsatu
kantin kejujuran Lakpesdam NU Sumatera Utara di Perguruan NU Medan, Jl. Pukatm
I No.37 (dh.Jl. Mandailing) yang telah beroperasi sejak tanggal 1 Mei 2011.
Kepada pengurus, warga NU, pemerhati pendididikan dan pemerhati anti korupsi
dapat meninjau kantin kejujuran sekolah tersebut. Sebuah kerja kecil, yang
memberi dampak ke depan bagi bangsa dan negara. Kantin kejujuran ini layak
ditiru oleh lembaga pendidikan lainnya.*
Nama:diki fernando sebayang
ReplyDeleteNim:17202252
M.kuliah:pengadilan lingkungan industri
Menurut saya
Sering kali persepsi kita tentang korupsi sangat sempit dan terbatas. Korupsi hanya teradi di lembaga-lembaga pemerintah dan hanya identik dengan pejabat. Lebih khusus lagi korupsi hanya identik dengan penyalahgunaan uang dan jabatan di lembaga – lembaga pemerintah. Boleh jadi, kita jarang berfikir bahwa tindak korupsi dapat saja terjadi pada diri dan keluarga kita. Kita mungkin tidak menyadari bahwa bentuk-bentuk korupsi lainnya sebenarnya telah menerobos masuk ke suluruh asfek kehidupan manusia. Demikian disampaikan Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA mantan Katib Aam Syuriah PBNU.