PENCEGAHAN KORUPSI

Tulisan Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si berjudul: “Pencegahan Korupsi“ telah dimuat  pada Tabloit Mingguan NU News di Medan No.4 edisi Minggu-3 September 2011,hal.1 kol.3-5 dengan nama samaran (Penyunting). 


PENCEGAHAN  KORUPSI

Sering kali persepsi kita tentang korupsi sangat sempit dan terbatas. Korupsi hanya teradi di lembaga-lembaga pemerintah dan hanya identik dengan pejabat. Lebih khusus lagi korupsi hanya identik dengan  penyalahgunaan uang dan jabatan di lembaga – lembaga pemerintah. Boleh jadi, kita jarang berfikir bahwa tindak korupsi dapat saja terjadi pada diri dan keluarga kita. Kita mungkin tidak menyadari bahwa bentuk-bentuk korupsi  lainnya sebenarnya telah menerobos masuk  ke suluruh asfek kehidupan manusia. Demikian disampaikan Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA mantan Katib Aam Syuriah PBNU.
            Kurangnya perhatian pada anak dan keluarga, minimnya perhatian pada anak buah dan bawahan, terlambatnya pembayaran gaji karyawan apalagi pemotongan ataun tidak membayar sama sekali, penyalahgunaan bantuan pendidikan dan kemanusiaan, terlambat bekerja, menyeludupkan atau tidak membayar pajak dan sebagainya, merupakan bentuk-bentuk korupsi yang sering tidak kita sadari. Padahal kita sebenarnya tahu dan sadar perintah agama untuk membayar upah karyawan sebelum keringatnya kering, atau bahwa pemberian kita untuk anak dan keluarga merupakan sedekah.
            Menariknya, menurut Nasaruddin Umar ini semua berbanding lurus dengan polarisasi kesalehan individual atau kesalehan vertical dan kesalehan social atau kesalehan horizontal di antara kita. Sering kali kita dibingungkan  dengan perilaku koruptor yang juga rajin bersedekah, menyantuni anak yatim dan sholat lima waktu. Dalam kontek ini hanya ada dua kemungkinan, ia tidak tahu bahwa perbuatannya salah atau ia sebenarnya  sadar bahwa perbuatannya  itu keliru.  Bagi yang terakhir ini, boleh jadi ia berfikir  bahwa amal salehnya  ditujukan untuk  mengimbangi dosa yang telah ia lakukan.
            Jika korupsi  telah merambah ke seluruh asfek kehidupan kita, maka efeknyapun sangat luas. Yang paling merusak adalah merajalelanya  sikap sinis masyarakat, serta hancurnya kekuatan diri melawan godaan  menerima suap  di seluruh lapisan masyarakat dan birokrasi. Jika ini terjadi, kita hanya menunggu kehancuran negeri ini. Kita harus cepat mengambil pelajaran dari berbagai kehancuran  yang dialami bangsa-bangsa korup zaman dahulu.
            Kerajaan Romawi hancur bukan karena  invasi dari kawasan timur  dan Utara Eropa, tetapi karena peraktek korupsi dan demoralisasi di kalangan Caesar dan senator. Rezim Usmaniah juga hancur akibat budaya hedonistic dan ektravagan pembesar-pembesarnya. Demikian juga dengan rezim Tsar di Rusia dan Louis XIV di Prancis. Di masa  modern , kita juga telah menyaksikan  kehancuran rezim-rezim korup seperti Rhee di Korea Selatan, Batista di Kuba, Peron di Argentina, Jimenez di Venezuela dan lainnya.

Pemberantasan Korupsi
Kini upaya pemberantasan korupsi menjadi jauh lebih berat, bahkan menurut Nasaruddin Umar hampir mustahil dilakukan. Berbagai konsep dan pendekatan telah diwarkan oleh para ahli, namun tindakan korupsi yang telah sangat akut menjadi lebih akut. Korupsi yang dulunya terkonsentrasi  di pusat, kini terdesentralisasi  dan meluas akibat kebijakan otonomi daerah, yang menariknya awalnya juga dimaksudkan sebagai salah satu cara memberantas korupsi. Akhirnya kita kembali dibingungkan  dengan pertanyaan, harus dari mana memulai pemberantasan korupsi?
            KH.A.Hazim Muzadi menawarkan empat cara untuk menegakkan amar makruf nahi munkar dalam bidang korupsi. Pertama, membangun keimanan dan ketauhidan. Iman dan tauhid menjadi sandaran cara berfikir  dan pandangan hidup. Cara berfikir dan pandangan hidup yang benar  sesuai dengan ajaran agama akan terefleksi dalam cara bersikap dan berbuat yang benar. Dalam konteks pribadi, hal ini akan menjadi pertanggungjawaban  dirinya kepada Allah SWT, sedangkan dalam konteks social menjadikan kelayakan hidup social  yang dilatari oleh perilaku masyarakat yang baik.
            Kedua, membangun kesadaran diri  bahwa perbuatan korupsi adalah perbutan tercela sangat dibutuhkan sebagai upaya menghilangkan peraktek-peraktek  korupsi. Refleksi bahwa manusia hidup didunia hanyalah singkat  dan kesadaran bahwa kehidupan di akhirat  merupakan reflika  atas apa yang teah diperbuatnya di dunia menjadi  dasar untuk tidak melakukan peraktek korupsi.
            Ketiga, kepemimpinan harus dibangun atas dasar sifat sidg, amanah, fatonah dan gabligh. Pemimpin harus memberikan ketauladan terhadap orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang baik dan jujur dan member ketauladanan akan juga terrefleksikan dalam masyarakat yang baik dan jujur. Pemimpin harus memberikan motivasi kepada masyarakatnya untuk maju dan kreatif. Pemimpin harus memberi contoh yang baik dilingkungannya. Dalam kondisi keperihatinan seperti sekarang ini, mestinya pemimpin memberi contoh  kesederhanaan, bukan malah sebaliknya. Cermin kerusakan masyarakat dan social dalam bentuk apapun akibat dari perilaku para pemimpinnya.
            Keempat, penegakan saksi. Kehidupan social pada dasarnya harus diatur supaya sebagai upaya kohesifitas social. Penegakan peraturan yang sudah disepakati harus dijunjung tingggi. Siapapun yang melanggar aturan harus dihukum sesuai dengan sanksi yang ada tanpa ada diskriminasi. Keadilan patut ditegakkan sebagai upaya  penegakan peraturan. Penegak hokum harus benar-benar memberikan  konstribusi terhadap keadilan dan penegakan peraturan , sehingga tidak ada yang berani untuk melanggarnya. Jika pengadil (pemberi sanksi) tidak adil dalam dirinya dan penegakan hokum tidak diupayakan semaksimal mungkin, pastilah kehidupan rimba yang akan terjadi. Tatanam kehidupan masyarakat menjadi hancur. Tatanam kehidupan social yang hancur akan membawa bangsa ini kearah kehancuran total dimana selain sudah rusak manusianya karena degradasi moral  yang luar biasa, juga kehancuran bangsa sebagai entitas yang sudah tidak bisa lagi dipertahankan

Pendidikan Anti Korupsi
            Ketika korupsi jadi budaya, pendekatan revolusi atau tebang generasi tidak dilakukan, maka melahirkan generasi baru adalah pilihan. Melahirkan generasi jujur anti korupsi, dimulai dari anak-anak, dari pendidikan dasar (SD,SMP). ”Setiap orang yang lahir dalam keadaan suci (bersih), maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya.......”(hadist). Anak-anak adalah bersih, ibarat kertas putih. Orangtua (termasuk pendidik) yang menjadikan anak beriman, bermoral ataupun menjadi koruptor. Koruptor dilaknat dan tempatnya neraka.”Allah melaknat pemberi dan penerima suap” (hadist) dan ”Orang yang  memberi suap dan yang menerima suap akan ke neraka” (hadist). Hukumannya jelas penjara( di dunia)  dan neraka (di akhirat). Permasalahannya kesadaran (moral) hukum dan kesadaran (moral) keagamaan yang hilang.
Sebagai lembaga yang dibentuk organisasi NU untuk mengurus sumberdaya manusia, maka Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia-NU sangat konsen mengurusi generasi baru Indonesia. Menjadi kewajiban organisasi untuk melahirkan generasi Islami yang jujur, yang anti korupsi. ”Setiap orang itu pemimpin, tiap orang akan diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya”. Oleh karena itu, sebagai lembaga yang diamanahkan untuk melahirkan sumberdya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang jujur, yang anti korupsi. Demikian disampaikan Ir.Hamzah Lubis,SH,M.Si Ketua Lakpesdam NU Sumatera Utara.
Oleh karena itu, Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama Sumatera Utara, melaksanakan kegiatan anti-korupsi : Melahirkan Generasi Jujur: Dai, Sekolah dan Kantin Kejujuran. Kegiatan dipusatkan di  ibu kota Provinsi Sumatera Utara (Kota Medan) dan kota-kota basis utama Nahdlatul Ulama yaitu Kota Padangsidempuan dan Kota Pandan (Ibu Kota Kab.Tapanuli Tengah). Salah satu kegiatannya merancanag agar sekolah mengelola  kantin kejujuran.  Kegiatan ini dirancang untuk memangkas generasi korupsi dengan melahirkan generasi jujur,  karena tidak mungkin menyapu halaman menjadi bersih bila dilakukan dengan sapu yang kotor.
Salahsatu kantin kejujuran Lakpesdam NU Sumatera Utara di Perguruan NU Medan, Jl. Pukatm I No.37 (dh.Jl. Mandailing) yang telah beroperasi sejak tanggal 1 Mei 2011. Kepada pengurus, warga NU, pemerhati pendididikan dan pemerhati anti korupsi dapat meninjau kantin kejujuran sekolah tersebut. Sebuah kerja kecil, yang memberi dampak ke depan bagi bangsa dan negara. Kantin kejujuran ini layak ditiru oleh lembaga pendidikan lainnya.*








1 comment:

  1. Nama:diki fernando sebayang
    Nim:17202252
    M.kuliah:pengadilan lingkungan industri

    Menurut saya
    Sering kali persepsi kita tentang korupsi sangat sempit dan terbatas. Korupsi hanya teradi di lembaga-lembaga pemerintah dan hanya identik dengan pejabat. Lebih khusus lagi korupsi hanya identik dengan penyalahgunaan uang dan jabatan di lembaga – lembaga pemerintah. Boleh jadi, kita jarang berfikir bahwa tindak korupsi dapat saja terjadi pada diri dan keluarga kita. Kita mungkin tidak menyadari bahwa bentuk-bentuk korupsi lainnya sebenarnya telah menerobos masuk ke suluruh asfek kehidupan manusia. Demikian disampaikan Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA mantan Katib Aam Syuriah PBNU.

    ReplyDelete