- Dari kiri ke kanan: William Tanjung, SH; Nirwin Daulay (alm), Dra.Lely Marlendra; Elpanita, S.Ag; Hj.Rosmaina Lubis; dr.Abu Amar PH; Nahdhia Fallah PH; Dra.Elmawati; Dr.Hamzah Lubis; Syahidullah Habibie PH, ST; Ridho Fadli PH: Lindawati Dalimunthe; Safrin Lubis, SH; Iska Rajmi, S.Kes; Hafizuddin Lubis, AMD; Ali Johanda Tanjung
Dr. Ir. Hamzah Lubis,
SH.,M.Si. lahir di Gunungtua, Sarasah, Kampung-X, Nagari Sungai Aua, Kecamatan Sungai Aur, Kabupaten
Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, tahun 1962. Lahir dari Pasangan Alm.Tuan Guru Alamsyah Lubis
dan Siti Hajar Br. Nasution. Memiliki 6 saudara: (1) Alamuddin Lubis BA,
PNS di Departemen Agama Kabupaten Aceh Selatan,
KUA Kecamatan Lembah Malintang dan Guru MTsN Sontang, Pasaman Barat.
Meninggal dunia tanggal 15 Oktober 1990 dalam usia 40 tahun. (2) Hj. Rosmaina
Lubis, lahir di Gunungtua, tahun 1952, pendidikan dari Pendidikan Guru Agama Islam (PGA), pekerjaan petani, pernah tinggal di
Sorkam, Pandan (Tapanuli Tengah), Kota Sibolga dan sekarang berdomisili di Gunung Tua, Pasaman Barat. Mantan
Ketua Pimpinan Cabang Muslimat Nahdlatul
Ulama Kabupaten Tapanuli Tengah. (3) Azimah Lubis, SAg. lahir di Gunungtua, tahun 1955,
pendidikan Sarjana Pendidikan Agama Islam,
pensiunan PNS Guru di SMAN-2 Rimbo Bujang, Muaro Bungo, Jambi. Sekarang
berdomisili di Kampung Juar, Ujunggading. (4). Drs. Ismail Lubis, lahir di
Gunungtua, tahun 1959, Sarjana Fakultas Syariah IAIN Sumatera
Utara, bekerja sebagai guru agama di Padang Sidempuan, berdomisili di Kampung
Tobat, Kota Padang Sidempuan. (5) Safrin Lubis, SH, lahir di Gunungtua, lahir di Gunungtua, tahun 1966, alumni Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tjut Nyak Dhien, bekerja dalam
bidang perdagangan, tinggal di Tanjung Sari, Medan. (6). Aklima Lubis, SP,
lahir di Gunungtua, lahir di Gunungtua, tahun 1970, alumni Sekolah Tinggi Pertanian Tjut Nyak
Dhien, Medan, pekerjaan wiraswasta, berdomisili di Gunungtua, Sei Aur, Pasaman Barat.
Ayahanda, Tuan Guru Alamsyah Lubis, lahir di
Gunung Marisi 1916, mengaji (santri) di Surau (pesantren) Tarbiyatul Islamiah,
Lubuk Anjalai-Kapar, mendapat sertifikat untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang
diperoleh tanggal 23 Nichi 3 Gatsu Sjowa I9/2604 dari Sekh Yoenes dan Taklim.
Kemudian mendirikan pesantren Tarbiyah Islamiyah di Gunung Marisi tanggal 1
Januari 1942 dalam perkembangannya dipindahkan ke Gunungtua, Sei Aur, Pasaman
Barat. Alamsyah Lubis, selain menjadi pimpinan pesantren, menjadi guru agama/
mengaji pada 10 kampung di Sarasah, juga menjadi ketua pembangunan
irigasi sepanjang lk.6 km, lebar 1 meter dengan kedalaman mencapai 8
meter, sebagaimana tercantum dalam segel tertanggal 29 Desember 1956. Panitia
(Anggota baru) ini menerima penyerahan pembangunan irigasi dari anggota lama
tertanggal 30 Desember 1956. Dengan izin Allah SWT, pembangunan irigasi tembus
air tertanggal 9 Maret 1957, serah terima irigasi dan persawahan tertanggal 14
April 1957, lotre/pengundian lokasi persawahan anggota tanggal 3 Juni 1957
serta sukuran dengan mendarah bandar tertanggal 29 Oktober 1957. Irigasi ini telah mendapat bantuan bendungan semen dan perbaikan saluran primer dan skunder dari
pemerintah. Tuan Guru Alamsyah Lubis, meninggal dunia hari Jum’at, pk.02.30
Wib, tanggal 17 Mei 1996/ 28 Rabiul Akhir 1416 H di Gunungtua dalam usia 80 tahun.
Ibunda, Siti Hajar Nasution, lahir di Bululaga,
tahun 1921 dan meninggal dunia di Rumah Sakit Ibnu Sina, Sabtu Pk.09.15 Wib
tanggal 18 Februari 2008/ 19 Muharrah 1427 H, tutup usia 85 tahun. Mendampingi
Tuan Guru Alamsyah Lubis dalam mengurus anak-anak termasuk membantu dalam
perekonomian keluarga dengan bertani dan menjual hasil pertanian ke Pekan
Paroman Ampalu, Sungai Aur dan Pekan Marokek. Dari dukungan ekonomi ini, mendukung finansial biaya sekolah anak-anak dan mensubsidi keuangan Pesantren/ Madrasah
Tabiyah Islamiyah. Belakangan, pesantren ini berobah nama menjadi Pendidikan Guru Agama (PGA)
Al-Iman kemudian menjadi Mktab Hifzil Quran Al-Alamsyatiyah.
Ayah-mertua, adalah Sabaruddin bin Inuh, lahir di
Koto Baru, Solok, tahun 1929, pekerjaan ketika muda menjadi teknisi PLN, pernah
bertugas di Lubuk Sikaping, kemudian bertani dan berdomisili di kampung istri (mertua perempuan) di Durian
Bukur, Batu Gadang, Sungai Geringging, Padang Pariaman. Meninggal dunia di
Durian Bukur tahun 1998 dalam usia 69 tahun. Sabaruddin memiliki kakak
laki-laki (Alm.) tinggal di Rugo, Bukit Tinggi, beristri orang Lubuk Basung, memiliki
seorang anak perempuan tamatan SEMEA,
berusia lk.50 tahun. Memiliki dua orang adik perempuan di Koto Baru,
Solok. Adik perempuan pertama memiliki anak 2 orang laki-laki dan 2 orang
perempuan sedangkan adik perempuan kedua
hanya memiliki 2 orang anak laki-laki. Ibu-mertua, Dalimah binti Johon, lahir
di Durian Bukur tahun 1931, meninggal dunia di Durian Bukur tahun 2001 dalam
usia 70 tahun.
Istri, Dra. Elmawati, lahir di Durian Bukur, tahun 1964, alumni Jurusan Antropologi Universitas Negeri Medan, bekerja
sebagai PNS guru di SMAN-7 Medan. Memiliki 1 orang saudara, Dra. Leli Marlendra,
lahir di Durian Bukur, tahun 1957, bekerja sebagai wiraswasta,
berdomisili di Jl. Bahagia By Pass, Medan. Dari pasangan Hamzah Lubis dan
Elmawati ini lahir 3 orang putra dan 1 orang putri. dr. Abu Amar PH, , lahir
di Medan, tahun 1993, alumni SMPN-17 Medan dan SMUN-7 Medan, sekarang
sedang mengabdi jadi dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Simpang Empat, Pasaman Barat; Syahidullah
Habibie PH, ST, lahir di Medan, tahun 1955, alumni Ponpes Ar-Raudhatul
Hasanah- Medan, sarjana Teknik Arsitektur Institut Teknologi Medan, sedang proses pendidikan S2; Nahdhia
Fallah PH, lahir di Medan, tahun 1997, alumni Ponpes Ar-Raudhatul
Hasanah- Medan, mahasiswa Fakultas Farmasi Tjut Nyak Dhien, Medan dan mahasiswa
Pendidikan Agama Islam Universitas Dharmawangsa, Medan; serta Ridho Fadli, lahir
di Medan, tahun 1998, alumni Ponpes Ar-Raudhatul Hasanah- Medan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Medan Area di Medan.
Dalam perjalanan hidupnya, Dr.Ir.Hamzah Lubis,
SH.M.Si pernah mendapat penghargaan, diantaranya: (1) Juara Kader Konservasi
Tk. Provinsi Sumatera Utara dari Gubernur
Sumatera Utara tahun 1999 dan tahun 2005 (2)
dinobatkan sebagai Tokoh Peduli pendidikan Anak-Anak oleh lembaga PBB, UNICEF tahun 2000 dan dari Menteri Kehutanan
Republik Indonesia tahun 2005 sebagai Kader Konservasi Terbaik Nasional.
2.Tarombo/ Silsilah
Suku Bangsa Batak
Hasil penelitian ilmiah ilmuan
Jerman, Uli Kozok (Surat Batak. 2009. Kepustakaan Populer Gramadia, Jakarta)
yang telah belasan tahun mempelajari kebudayaan Batak, bahwa dewasa ini selain etnis Toba, yaitu Karo, Pakpak-Dairi,
Simalungun dan Angkola-Mandailing jarang menyandang prediket Batak. Namun di
zaman pra-kolonial sampai awal penjajahan mereka lazim menyebut diri sebagai
Batak.
Salah-satu alasan kenapa prediket
Batak kini jarang dipakai oleh ke-empat etnis tersebut berkaitan dengan
kenyataan bahwa orang Toba cenderung menyebut diri sebagai Batak dan bukan
sebagai Toba. Dengan demikian, maka Batak sering dianggap sinonim dengan Toba.
Orang Batak Toba lebih suka menggunakan prediket Batak daripada Batak Toba,
karena “Toba” sebenarnya hanya nama daerah bukan nama suku bangsa (hal.11).
Pada intinya Toba hanya merujuk
pada dua daerah saja, yaitu Toba Humbang dan Toba Holbung, sementara
Habinsaran, Samosir, Silalahi, Silindung, Uluan dan beberapa daerah kecil
lainnya sebenarnya tidak termasuk Toba. Akan tetapi karena kesamaan dari segi
bahasa dan budaya penduduk daerah itu, lazim disebut etnis Toba. Kenyataannya
sampai kerang, banyak orang Samosir yang masih tetap merasa janggal bila mereka
disebut Toba dan lebih suka menggunakan istilah Batak saja.
Lubis-Batak
Lubis-Batak
Menurut Richard Sinaga (Silsilah
Marga-Marga Batak.2013. Dian Utama, Jakarta), semua marga-marga Toba,
Simalungun, Pakpak, Mandailing, Angkola dan Nias berasal dari Si Raja Batak. Si
Raja Batak bermukim di Kaki Gunung Pusuk Buhit, Kampung Sianjur Mula-Mula.
Secara singkat, diuraikan silsilah Si Raja Batak sampai Tumanggo Lubis yang
keturunannya menjadi “Marga Lubis”.
Generasi ke-dua Si Raja Batak, anak
Si Raja Batak adalah Guru Tatea Bulan (Ilontungan), Raja Isumbaon dan Toga
Laut. Generasi ketiga, anak Guru Tatea Bulan adalahRaja Biak Biak, Tuan Saribu
Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, Silau Raja, Siboru Pareme, Siboru Anting
Anting Sabungan, Siboru Biding Laut. Generasi ke empat, anak dari Tuan Saribu
Raja adalahRaja Lontung, Raja Borbor dan Raja Galeman (Sibabiat).
Generasi ke lima,
dari anak Raja Borbor, melahirkan Raja Hatorusan II, Tuan Sidamanik, Datu
Singar (Harahap), Parapat, Matondang, Sipahutar, Sitarihoran, Gurning, Rambe, Saruksuk.
Generasi ke enam, anak Raja Hatorusan II adalah O Tuan Raja Doli (Datu
Talaibabana), Datu Rimbang Saudara, Datu Altong, Sahat Mata Ni Ari
(Simargolang), O Sindar Mata Ni Ari (Dt.Mompang Napitupulu). Genererasi ke tujuh, dari anak O Tuan Raja
Doli melahirkan Saribu Raja II, Saribu Dolok (Dolok Saribu), Raja Hatioran dan
Jambe Raja.
Generasi ke delapan, dari anak
Saribu Raja II (Datu Rimbang Soaloan) lahir Datu Pompang Balasaribu dan Sangka
Somalidang. Generasi ke sembilan, dari anak Datu Pompang Balasaribu, lahir
Tanjung Dolok (Tanjung), Sahang Maima,
Rimbang Saudara ( Dt.Dalu), dan Raja Dohang. Generasi ke sepuluh, dari anak Sahang Maima
lahir Pulungan Tua (Pulungan), Tumanggo Lubis (Lubis). Tumanggo Lubis sebagai
generasi ke sepuluh Si Raja Batak, sebagai gerasi pertama marga Lubis dalam
silsilah marga-marga Batak.
Lubis
Mandailing
Menurut Z
Pangaduan Lubis (Asal Usul Marga di Mandailing.2010. Pustaka Widiasarana,
Medan), bahwa terdapat dua marga Lubis,
Lubis di Toba dan Lubis di Mandailing dari satu ayah Daeng Malela yang berasal
dari Bugis dengan dua ibu yang berbeda dan tempat yang berbeda. Menurut cerita,
Daeng Malela adalah seorang Laskar Majapahit yang melakukan serangan ke
Sumatera yang kemudian memisahkan diri dari laskar. Ia pertama kali tiba di Aceh, kemudian
mengembara ke daerah Toba terus ke Angkola Jae (Sigalangan).
Daeng Malela tiba di Toba kemudian kawin dan mendapatkan
anak bernama Si Tonggo Lubis (Tumoggu Lubis versi Batak), keturunannya bermarga
Lubis di Toba. Daeng Malela mengembara ke Selatan, kawin dengan Lenggana Boru
Dalimunte dan diberi gelar Namora Pende Besi (karena ia sangat ahli menempa
besi). Dari perkawinan ke dua ini lahir Sutan Bugis dan Sutan Barayun,
melahirkan Marga Hutasuhut. Daeng Malela kawin dengan putri Pijor Koling, lahir
Si Panawari dan Si Bargot Lage. Dari perkawinan ketiga ini melahurkan Marga Pulungan.
Daeng Malela kawin dengan putri bunian lahir putra
kembar Silangkitan dan Sibaitang. Dari perkawinan ke empat ini melahirkan Marga
Lubis. Keturunan Silangkitang disebut Lubis disebut Lubis Singengu sedangkan
keturunan Sibaitaitang disebut Lubis Singasoro (hal.34). Lubis versi Mandailing
ini menjadikan Silangkitang dan Sibaitang menjadi Lubis generasi pertama.
Demikian juga, marga Lubis di Toba, marga Huta Suhut dan Marga Pulungan adalah
marga saudara saudara (kahanggi). Tengtang kebenaran kedua cerita ini dan
cerita lainnya, wallahu a’lam.
Tarombo Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si
Silsilah/ tarombo marga Lubis mulai dari Daeng Mela
sampai pada penulis Hamzah Lubis gelar Sutan Malayu dan anak-anaknya. Sumber
tarombo ini adalah tarombo Alm. Alamuddin Lubis tertanggal 5 April 1982 yang
disalin dari Tarombo/ Stambun keluarga yang telah diakui dan disahkan na mora
Simpang Tolang Julu R.Sungkunan, Jaboji dan St. Muhammad serta na toras
Jagading dan Jatua. Tarombo keluarga ini, dijeput Raja Gunungmarisi (St.Malayu)
bersama Raja Tinggiran (.........) sekitar tahun 1930-an ke Simpang Tolang Julu.
Generasi ke-1, asal mula
marga Lubis adalah: DAENG MALELA, orang Bugis, yang menjadi laskar Majapahit
dalam ekspansi ke Sumatera tahun 1827
Caka (1365 M) yang memisahkan diri.
Generasi ke-2, dari istri pertama, boru Toba di Toba,
melahirkan Sitonggo Lubis (Marga Lubis
di Toba), istri kedua Lenggana br
Dalimunte lahir Sutan Bugis dan Sutan Barayun (Marga Hutasuhut), istri ke-tiga,
boru dari Pijor Koling, melahirkan Si
Panawari dan Si Bargot Lage (Marga Marga Pulungan) dan istri ke-empat, orang
bunian lahir Si Baitang dan Si
Langkitang, keturuhnannya menjadi Marga Lubis, Mandailing (Asal Usul
Marga-Marga di Mandailing, Z.Pangaduan Lubis, 2010, Pustaka Widiasarana,
Medan).
Generasi ke-3, anak
Sibaitang lahir Ja Pande (Ht.Nopan) dan
Ja Buat Nangge (Singengu Julu).
Generasi ke-4, anak Ja
Pande lahir Silangkitang dan R. Sungkunan.
Generasi ke-5, anak
R.Sungkunan lahir St. Mudo (Situak), St. Aceh dan St. Natunggal (Ujunggading).
Generasi ke-6, anak
R.Sungkunan lahir St.Aceh.
Generasi ke-7, anak St.
Aceh lahir R.Sungkunan.
Generasi ke-8, anak
S.Sungkunan lahir Ja Bungo (Tinggiran), Ja Parimpunan (Tinggiran), St. Kumala
Sakti (Tinggiran/R.Pamusuk), St.Aceh (Patianan) dan St.Naparas (R.Pamusuk
Simpang Tolang Jae).
Generasi ke-9, anak
St.Kumala Sakti (R.Boji) lahir St. Kumala, St.Porang, St.Manusung Dagang, St.
Pangimpalan (R.Pamusuk Gunung Marisi), Ja Payung dan St.Malayu
Generasi ke-10, anak
St.Pangimpalan lahir R.Sinomba dan R. Bargot.
Generasi ke-11, anak
R.Sinomba lahir Totop, Gebang, St.Malayu (R.Pamusuk G.Tua)
Generasi ke-12, anak St.
Malayu lahir Alamsyah R.Sungkunan.
Generasi ke-13, anak
Alamsyah R.Sungkunan lahir Rohani, Alamuddin, Rosmaina,Azimah, Rayuna, Ismail,
Hamzah St.Malayu, Safrin, Aklima
Generasi ke-14, anak Hamzah
St.Malayu lahir Abu Amar, Syahidullah Habibie, Nahdia Fallah dan Ridho Fadli
(Hl).
No comments:
Post a Comment