Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.M.Si
1. Undang-Undang Lingkungan Hidup:
- UU
No.32 th.2009 ttg Perlindungan dan
Pengelolaan LH
- UU
No.23 th.1997 ttg Pengelolaan LH
- UU
No.4 th.1982 ttg Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Hak lingkungan hidup:
-Pasal 28H UUD-45: bahwa lingkungan hidup
yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia
-UU-45: pembangunan ekonomi nasional
diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan;
UU No.32/2009 Pasal 65, Hak
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan
pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses
keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(3) Setiap orang berhak mengajukan usul
dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan
dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
(4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan
akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 66
Setiap orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun
digugat secara
perdata.
3.Istilah lingkungan hidup:
1. Lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
3. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya
sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi
ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan
hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan,
dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
5. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan
hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam
membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan
hidup.
7. Daya dukung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup
lain, dan keseimbangan antarkeduanya.
8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk
atau
dimasukkan ke dalamnya.
10. Kajian lingkungan hidup strategis, yang
selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
rencana, dan/atau program.
11. Analisis mengenai dampak lingkungan
hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
13. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber
daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
14. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap
melestarikan
fungsinya.
16. Perusakan lingkungan hidup adalah
tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap
sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
17. Kerusakan lingkungan hidup adalah
perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
18. Konservasi sumber daya alam adalah
pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana
serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai serta keanekaragamannya.
21. Bahan berbahaya dan beracun yang
selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.
27. Organisasi lingkungan hidup adalah
kelompok orang yang terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri yang
tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
28. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi
yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
31. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat
yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya
ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan
hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik,
sosial, dan hukum.
32. Setiap orang adalah orang perseorangan
atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
35. Izin lingkungan adalah izin yang
diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib
amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 12
(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan
RPPLH.
(2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan
daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan
memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan
hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup;
dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan
masyarakat.
(3) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup nasional dan pulau/kepulauan;
b. gubernur untuk daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup provinsi dan ekoregion lintas kabupaten/kota; atau
c. bupati/walikota untuk daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah
kabupaten/kota.
4. Penanggulangan
Pasal 53
(1) Setiap orang yang
melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajibmelakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan:
a. pemberian informasi
peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
5. Pemulihan
Pasal 54
(1) Setiap orang yang
melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan
fungsi lingkungan hidup.
(2) Pemulihan fungsi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber
pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
(1) Pemegang izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana
penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(2) Dana penjaminan
disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga
untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana
penjaminan.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai dana penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 55 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
UU No.32/2009 Pasal 67
6.Kewajiban
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan
dan engelolaan lingkungan hidup secara
benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;
dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan
hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
UU 32/2009 Psl 69
7. Larangan
Pasal 69
(1) Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan
perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan
hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
atau izin lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal; dan/atau j. memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang
tidak benar.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguhsungguh kearifan
lokal di daerah Masingmasing.
UU 32/2009 Psl 70
8. PERAN MASYARAKAT
Pasal 70
(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang
sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
(2) Peran masyarakat dapat berupa:
a. pengawasan sosial;
b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan,
pengaduan; dan/atau
c. penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat,
dan kemitraan;
c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan
masyarakat;
d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk
melakukan pengawasan sosial; dan
e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan
lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
UU No.32/2009
9.Sanksi Administratif
Pasal 76
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan
sanksi Administratif kepada penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan
jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran
terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif
terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap
pemerintah
daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi
administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari
tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa
pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah
atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang
berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan
tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia
dan lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika
tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan
hidup jika tidak segera
dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap
keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang
untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan
pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup yang dilakukannya.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang
atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan
hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang
dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
UUNO.32/2009
10.PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 84
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
UUNO.32/2009 Pasal 85
Bagian Kedua
11.Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di
Luar Pengadilan
Pasal 85
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di
luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau
perusakan;
c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
d. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak
negatif terhadap lingkungan hidup.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
UndangUndang
ini.
(3) Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup
di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/atau arbiter untuk membantu
menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal 86
(1) Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia
jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak
berpihak.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi
pembentukan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang
bersifat bebas dan tidak berpihak.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan
hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
12. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
Melalui Pengadilan
Paragraf 1
Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
Pasal 87
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup
wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan,
pengubahan sifat dan
bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu
badan usaha yang melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum dan/atau
kewajiban badan usaha tersebut.
(3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang
paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan.
(4) Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan
peraturan perundangundangan.
Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3,
dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap
lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa
perlu
pembuktian unsur kesalahan.
Paragraf 3
Tenggat Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Pasal 89
(1) Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan
ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan dihitung sejak diketahui adanya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa tidak
berlaku terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan dan/atau mengelola B3
serta menghasilkan dan/atau mengelola limbah
B3.
Paragraf 4
Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pasal
90
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah
yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan
ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian
lingkungan hidup. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 5
13. Hak Gugat Masyarakat
Pasal 91
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan
kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat
apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
(2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan
fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil
kelompok dan anggota kelompoknya.
(3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
14.Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Pasal 92
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak
mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan
untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali
biaya
atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan
gugatan apabila memenuhi
persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa
organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
dan
c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan
anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun.
Paragraf 7
15.Gugatan Administratif
Pasal 93
(1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap
keputusan tata usaha negara apabila:
a. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan
izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak
dilengkapi dengan dokumen amdal;
b. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan
izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi
dengan dokumen UKL-UPL; dan/atau
c. badan atau pejabat tata usaha negara yang
menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin
lingkungan.
(2) Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan
tata usaha negara mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
.
Bagian Kedua
16. Pembuktian
Pasal 96
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana
lingkungan hidup terdiri atas:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa; dan/atau
f. alat bukti lain, termasuk alat bukti yang
diatur dalam peraturan perundangundangan.
17.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 97
Tindak pidana dalam
undang-undang ini merupakan kejahatan.
Pasal 98
(1) Setiap orang yang
dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan dilampauinya baku
mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya
kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)
dan paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 99
(1) Setiap orang yang
karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku
mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya
kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9
(sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
Pasal 100
(1) Setiap orang yang
melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan
dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan
lebih dari satu kali.
Pasal 101
Setiap orang yang
melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan
hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 102
Setiap orang yang
melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 103
Setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 104
Setiap orang yang
melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 105
Setiap orang yang
memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas
miliar rupiah).
Pasal 106
Setiap orang yang
memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 107
Setiap orang yang
memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
Pasal 108
Setiap orang yang
melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf
h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 109
Setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
Pasal 110
Setiap orang yang
menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Pasal 111
(1) Pejabat pemberi izin
lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal
atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Pejabat pemberi izin
usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa
dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 112
Setiap pejabat berwenang
yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan
terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 113
Setiap orang yang memberikan
informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau
memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan
pengawasan dan
penegakan hukum yang
berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 114
Setiap penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 115
Setiap orang yang dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas
pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri
sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 116
(1) Apabila tindak pidana
lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan
pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. orang yang memberi
perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak
sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
(2) Apabila tindak pidana
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang
berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam
lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah
atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana
tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
Pasal 117
Jika tuntutan pidana
diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan
berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.
Pasal 118
Terhadap tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan
kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam
dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku
fungsional.
Pasal 119
Selain pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana
tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
a. perampasan keuntungan
yang diperoleh dari tindak pidana;
b. penutupan seluruh atau
sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c. perbaikan akibat
tindak pidana;
d. pewajiban mengerjakan
apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan
paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 120
(1) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, jaksa
berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup untuk melaksanakan eksekusi.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119 huruf e, Pemerintah berwenang untuk mengelola badan
usaha yang dijatuhi sanksi penempatan di bawah pengampuan untuk melaksanakan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
SELESAI
Tugaas mandiri:
1. Jelaskan hak setiap orang terhadap lingkungan?
2. Jelaskan kewajiban setiap orang terhadap
lingkungan?
3. Jelaskan peranserta setiap orang dalam
pengelolaan lingkungan?
4. Jelaskan kewajiban pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota terhadap lingkungan hidup?
5. Jelaskan larangan dalam pengelolaan
lingkungan hidup?
6. Jelaskan dan beri contoh tentang daya dukung
dan daya tampung lingkungan?
7. Jelaskan penyelesaian sengketa dengan
ligitasi dan non-ligitasi?
8. Ada upaya penyelematan lingkungan berbasis
agama, bagaimana pendapat anda?