INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK)

Tulisan  “Indeks Persepsi Korupsi IPK)” telah dimuat  pada Tabloit Mingguan NU News di Medan No.6 edisi Minggu ke- 1 Oktober 2011, hal.4 kol.1-4 .


INDEKS  PERSEPSI  KORUPSI (IPK)
                                           
            Korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena memberikan dampak yang sangat buruk terhadap kehidupan suatu bangsa. Korupsi membuat kemiskinan semakin sulit diatasi, menghancurkan pertumbuhan ekonomi dan merampas hak-hak rakyat untuk sejahtera. Diperlukan upaya yang luar biasa  untuk menghadapi persoalan yang luar biasa seperti korupsi. Berbagai cara perlu ditempuh  dalam mengurangi korupsi terutama yang terjadi antara pelaku usaha dan pejabat public.
Indonesia dan korupsinya ibarat dua sisi mata uang. Indonesia bisa dikatan  sebagai salah satu Negara  yang sering disebut  jika  membicarakan korupsi. Meski menjadi sebuah kenyataan  yang tak terbantahkan , pemberantasan kosups ini Negara ini  belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah dan aparat penegak hokum. Dengan kata lain elemen utama, elemen utama Negara yaitu legislatif, eksekutif  dan yudikatif kurang maksimal dalam memberikan   dukungan  terhadap upaya pemberantasan korupsi.
            Sebagai contoh, hasil pengukuran korupsi yang diselenggarakan  Tranparancy Iternational Indonesia (TII) sering  kali ditentang oleh pihak yang seharusnya mendapatkan  manfaat, yakni pemerintah. Alas dan penolakan yang dipakai  adalah pengukuran tersebut  hanya berdasarkan persepsi, bukan kenyataan langsung.
Defenisi Indek Persepsi Korupsi
Dalam memahami persepsi korupsi, perlu pemahaman antara Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan Tranparancy Iternational Indonesia (TII) dengan Corruption Perception Indeks (CPI) yang dikeluarkan Sekretariat  Tranparancy  Iternational (TI). Mesti keduanya sama-sama mengukur persepsi korupsi mengunakan metoda kuantitatif dengan survey.
CPi mengukur persepsi korupsi di 180 negara di dunia dengan menggunakan dengan menggunakan data komposit (indeks gabungan) dari berbagai survey yang dilakukan  oleh Asia Development Bank (ADB), World Bank (WB), Doing Business, African Development Bank (AFDB), Bertelsmann Foundation, Economist Intelligence Unit (EIU), Freedom House (FH), HIS Global Insigt, Insitute  for Development Management, Political and Ecomomic Risk Consultancy (PERC) dan World Economic Forum (WEF). Sedangkan Indeks Persepsi Korupsi (IKP) dikeluarkan oleh Tranparancy Iternational Indonesia (TII) mengukur persepsi korupsi di kabupaten/kota di Indonesia dengan melakukan wawancara langsung  kepada responden.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK)  dapat  dianalogikan sebagai thermometer yang dipakai untuk mengukur suhu badan. Pada panas tertentu, sesdeorang bisa dikatakan kurang sehat. Namun dengan thermometer saja tidak cukup untuk mengetahui  apasaja oenyebab kurang sehatnya seseorang dan bagaimana  menanggulanginya. Oleh karena itu hasil  pengukuran indeks persepsi korupsi  diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga pemerintah seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai basis penentuan prioritas  prioritas pemberantasan korupsi.
            IPK disusun berdasarkan 11 fariabel persepsi yang dikelompokkan atas varaibel persepsi yang terdiri dari: 1.Variabel persepsi tentang suap dalam hal: a. Mempercepat proses perizinan usaha, (b) mempercepat prosedur  untuk intlasi pelayanan umum (listrik), (c) memberikan kelonggaran dalam pembayaran pajak daerah, (d)  memenangkan kontrak proyek daerah, (e) mendapatkan keputusan hokum yang menguntungkan, (f) mempengaruhi pembentukan kebijakan , regulasi dan hokum. 2. Variabel persepsi korupsi  dalam konteks : (a) gratifikasi, (b) pemerasan dan (c) konflik kepentingan. 3.variabel persepsi tentang usaha pemerintah daerah dalam memberantas korupsi: (a) keseriusan pemerintah daerah dalam memberantas korupsi dan (b) keseriusan  aparat penegak hokum daerah  dalam menindak kasus korupsi.

Pengukuran Indeks Persepsi Korupsi
Tranparancy International Indonesia (TII) melakukan pengukuran  Indeks Persepsi Korupsi  sebagai terobosan untuk mengatasi sifat dari korupsi, yakni dilakukan sembunyi-sembunyi. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) didesain untuk mendapatkan  informasi berharga  tentang fenomena korupsi  melalui responden yang dipilih secara tepat dan caermat.
Secara umum Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2010 melihat sejauhmana kualitas tata kelola  institusi public  dengan menanyakan langsung kepada para pelaku usaha berdasarkan pengalaman atau persepsi mereka. Survey ini berusaha memperoleh gambaran mengenai peraktek korupsi yang  terjadi di institusi public ketika berhubungan dengan pelaku usaha. Evaluasi semacam ini perlu dilakukan  karena tingginya potensi korupsi saat pejabat publik berhubungan dengan pelaku usaha.
            Pengukuran IPK, dimana keseluruhan variabel ini diukur dengan cara meminta responden pelaku bisnis untuk memberikan penilaian  mengenai seberapa lazim  suatu daerah melakukan peraktek-peraktek korupsi tersebut dan sampai sejauh mana pemerintah daerah dan aparat penegak hukum serius dalam memberantas korupsi. Rentang nilai adalah 0 sampai 10, dimana 0 berarti sangat lazim dan 10 menjadi sangat tidak lazim. Berkaitan dengan usaha pemerintah daerah , 0 berarti sangat tidak serius sedangkan 10 bermakna sangat serius. IPK  Indonesia tahun 2010 dihasilkan melalui rata-rata dari penju,mlahan skor untuk ke sebelas variabel di masing-masing kota.
            Melalui peluncuran Indeks Persepsi Korupsi, Tranparancy  International Indonesia (TII)  mencoba mengukur persepsi pelaku usaha  terhadap peraktek korupsi di daerah. Harapan TII adalah temuan Indeks Persepsi Korupsi tahun 2010 bisa dijadikan pentunjuk  awal permasalahan korupsi disuatu daerah dan dapat digunakan  untuk mendesain strategi pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien.
IPK Indonesia Tahun 2010
IPK juga diharapkan berfungsi sebagai evaluasi  pemerintah daerah dala m hal refornasi birokrasi  karena survey juga dilengkapi dengan  hasil pengukuran kinerja  pelayanan yang meliputi tranparansi biaya  dan sejauhmana  kepuasan public terhadap pelayanan public. Selain itu, survey juga memberikan indeks seberapa serius usaha pemerintah  daerah dalam memberantas korupsi. Survey menyajikan  indeks yang mengukur  tingkat kecendrungan suap di 14 institusi pemerintah.
Berdasarkan formulasi tersebut, Kota Denpasar menempati peringkat pertama dengan skor 6,712 diikuti kota Tegal (6,26), Kota Surakarta (6,00), Yokyakarta (5,81) dan Monokwari (5,81) sedangkan Kota Pekanbaru berada pada posisi terakhir dengan skor 3,61.  Untuk Kota Sibolga menempati peringkat 18 dengan IPK 5,15 sedangkan Kota Pematangsiantar urutan ke-24 dengan IPK 5,02 demikian juga Kota Padangsidempuan urutan ke-34 dengan IPK 4,58 dan Kota Medan urutan ke-44 dengan IPK 4,17  .  (hl)***

No comments:

Post a Comment