Hamzah Lubis,
Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr
*Dewan Daerah Perubahan Iklim
Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal Medan *Pusat Kajian Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS
HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS
*aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan
Abstrak
Pulau
Simuk dan Pulau Berhala sebagai pulau-pulau kecil terluar menjadi kawasan
strategis nasional tertentu di Provinsi Sumatera Utara. Sebagai kawasan starategis, Pulau Simuk
memiliki potensi sumberdaya alam termasuk sumberdaya ikan karang. Penelitian
ikan karang dilakukan dengan metoda Rapid Reef Resources
Inventory dan metoda Underwater
Fish Visual Census. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat 77 jenis ikan karang dalam 17 suku, dengan
kelimpahan 3729 individu/ha. Jen1 individu/ha, Chaetodon rafflesii 133 individu/ha, Balistapus undulatus 114 individu/ha, Ctenochaetus
binotatus 105 individu/ha sedangkan jenis ikan lainnya
dibawah 100 individu/ha. Perbandingan antara ikan major, ikan target
dan ikan indikator adalah sebesar 1 : 2 : 3. Biota karang ditemukan
9 jenis yaitu karang 1 jenis, echinodermata
5 jenis dan krustasea 3 jenis dengan
total individu sebanyak 600 individu. Megabenthos ekonomis diantaranya Giant Clam (kima) berukuran besar (panjang > 20 cm) kelimpahannya sebesar 11
individu/ha, kima
berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 35
individu/ha
serta tripang (
holothurian) berukuran besar (panjang > 20 cm) dengan kelimpahan 35 individu/ha, sedangkan tripang berukuran kecil dengan kelimpahannya 35
individu/ha.
Kata kunci: Pulau kecil terluar, Pulau Simuk , ikan
karang dan biota karang
Pendahuluan
Pulau Simuk di Kabupaten Nias
Selatan adalah satu dari Sembilan dua pulau-pulau kecil terluar (PPKT). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38
tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografgis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia terdapat tiga pulau
kecil terluar di Provinsi Sumatera Utara yaitu Pulau Berhala di Kabupaten
Serdang Bedagai, Pulau Simuk di Kabupaten Nias Selatan dan Pulau Wunga di Kabupaten Nias Utara. Pulau
Simuk masuk pulau kecil terluar dengan TD 164 dan R 164 (Sekretariat Negara,
2002).
Pulau-pulau kecil terluar menurut
Pasal 24 Undang - Undang Nomor 27 tahun 2007 ditetapkan sebagai kawasan yang
dilindungi (Sekretariat Negara, 2007). Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2010
menetapkan pulau-pulau kecil terluar sebagai Kawasan Strategis Nasional
Tertentu (KSNT). Pemanfaatan PPKT hanya dapat dilakukan untuk pertahanan dan keamanan,
kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Pelestarian lingkungan dilakukan sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung PPKT (Sekretariat Negara, 2010).
Pulau
Simuk
Pulau Simuk memiliki konstur datar berpantai landai dengan warna pasir putih. Kata
“Simuk” berarti semut, karena dulunya pulau ini banyak semutnya. “Simuk” juga
mempunyai arti kecil dan pada kenyataannya Pulau Simuk termasuk pulau kecil. Pulau Simuk secara administrasi
terletak di Kecamatan Pulau-Pulau Batu, Kabupaten Nia Selatan , Provinsi Sumatera Utara yang terletak di Samudera Hindia.
Terdapat 6 (enam) desa yang berada di Pulau Simuk yaitu Desa Gobo Induk, Gobo
Baru, Silina Induk, Silina Baru, Gondia dan Mauf . Secara geografis Pulau Simuk
terletak pada titik koordinat 00˚ 05’ 33” dan 97˚51’14” BT (BPS, 2010).
Kondisi perairan
di Pulau Simuk sangat jernih dengan ombak dan gelombangnya yang sangat besar.
Hal ini karena letak Pulau Simuk yang jauh dari pulau pulau lainnya dan berada
di perairan laut lepas Samudera Hindia. Kedalaman perairan di sekitar Pulau
Simuk berkisar antara 9 – 36 meter. Arus dari daerah perairan pulau ini berasal
dari Samudera Hindia yang bergerak menuju arah Timur dan sebagian dibelokan ke
Selatan dengan kecepatan sekitar 0,61 m/detik.
Pulau Simuk
termasuk pulau dengan iklim tropis.
Musim
hujan terjadi antara Bulan Juli – Desember setiap tahunnya dengan curah hujan
rata-rata mencapai 2.235,2 mm/tahun. Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan Januari – Juli setiap
tahunnya. Suhu udara di sekitar pulau berkisar antara 20,5˚ - 29,8˚ C. Cuaca di
Pulau Simuk juga sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi laut sekitar
perairan pulau. Sehingga sering terjadi badai baik di perairan maupun di pantai
dan daratannya (BPS, 2010).
Pulau Simuk memiliki topografi datar bergelombang dengan ketinggian hingga
sekitar 8 meter di atas permukaan laut (elevasi ketinggian 0 – 8 meter di atas
permukaan laut). Sebagian besar wilayah pulau ini merupakan dataran rendah,
bahkan hampir dikatakan seluruhnya datar. Dibagian tengah arah tenggara pulau terdapat bukit kecil,
setinggi kurang lebih 8 meter seluas sekitar 5.000 meter persegi yang
dimanfaatkan masyarakat
sebagai lokasi pengungsian apabila terjadi tsunami. Pantai pulau landai
yang tersusun dari pasir putih serta pecahan karang. Apabila
air surut banyak ditemukan karang hidup ditepian pantainya.
Ikan
karang
Ikan karang dapat dikelompokkan
atas: ikan target, ikan indikator dan ikan mayor (LIPI 2006). Ikan target
adalah ikan karang yang bernilai ekonomis, ditangkap untuk konsumsi.
Misalnya famili Serranidae (ikan Kerapu), Lutjanidae (ikan Kakap), Lethrinidae
(ikan Lincam), Nemipteridae (ikan
Kurisi), Caesionidae (ikan Ekor
Kuning), Siganidae (ikan Baronang), Haemulidae (ikan Bibir Tebal), Scaridae (ikan Kakak Tua) dan Acanthuridae (ikan Pakol). Ikan
indikator, adalah jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang
dan menjadi indikator kesuburan ekosistem terumbu karang, misalnya famili Chaetodontidae (ikan Kepe –kepe).
Ikan major (ikan hias) adalah jenis ikan berukuran kecil (5 - 25 cm),
pewarnaan beragam, berkelompok dan sepanjang hidupnya berada di terumbu karang.
Misalnya famili Pomacentridae (ikan
Betok Laut), Apogonidae (ikan
Serinding), Labridae (ikan Sapu -
sapu), dan Blenniidae (ikan Peniru).
Ikan hias semakin banyak diminati
masyarakat perkotaan dan luar negeri.
Akibatnya pengambilan ikan hias semakin meningkat. Pengambilan ikan hias
sering dilakukan dengan peracunan menggunakan sianida. Peracunan ikan hias
menyebabkan terumbu karang mati (Soemarwoto, 2001). Kelayakan ekowisata bahari ikan karang dengan
keriteria sangat sesuai > 70 jenis ,
sesuai 50-70 jenis , kurang sesuai 20-50 jenis
dan tidak sesuai < 20 jenis (Maamena, 2003).
Pengertian ikan menurut Undang –
Undang Nomor 45 tahun 2009 (Sekretariat Negara 2009) dan Peraturan Pemerintah
Nomor 60 tahun 2007 tentang Pengelolaan Sumberdaya Ikan (Sekretariat Negara 2007a), adalah segala jenis organisme yang
seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
Dengan demikian, terumbu karang, lamun, berbagai jenis kima, penyu dan lainnya
berdasarkan perundangan-undangan yang berlaku masuk kategori ikan. Sebagian
biota laut seperti berbagai jenis kima dan penyu telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa (Sekretariat Negara
– RI, 1999).
Spesies ikan yang berada dalam
ekosistem terumbu karang Indonesia lebih
kurang 8.000 jenis atau 40 persen jenis ikan karang dunia. Terumbu karang
berperan sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan, tempat asuhan, pembesaran, tempat pemijahan
dan tempat berlindung ikan karang. Ekosistem terumbu karang memiliki jaring -
jaring makanan yang rumit dan
menghasilkan keseimbangan sehingga ikan karang tidak keluar dari ekosistem
terumbu karang (Romimohtarto, 2007). Ikan - ikan karang akan menambah indahnya
pemandangan pada ekosistem terumbu karang.
Metoda penelitian
Lokasi penelitian di perairan Pulau Simuk, Samudera
India. Titik penelitian berada pada stasiun Simuk-1, Simuk-2, Simuk-3
dan Simuk-4.. Masing-masing titik
penelitian disajikan pada gambar-1.
Gambar-1. Titik
pengamtan di Pulau Simuk
Metode penelitian ikan dapat digunakan
metoda RRI dan metoda UVC. Metoda RRI (Rapid Reef Resources Inventory) digunakan
untuk mengetahui secara umum jenis-jenis ikan yang dijumpai
pada setiap titik pengamatan. Sedangkan metoda UVC Underwater Fish Visual Census) untuk menghitung secara detail ikan
karang. Pada metoda UVC, setiap titik
transek permanen ikan-ikan karang dicacah pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan
sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m (LIPI, 2006).
Penelitian juga menghitung kelimpahan jenis ikan
karang dalam satuan unit individu/ha. Dari data kelimpahan tiap jenis ikan
karang yang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen dilakukan
analisa pengelompokan (cluster analysis)
yang dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama yaitu ikan target, ikan indikator dan ikan mayor. Penelitian
biota megabenthos “Reef Check Benthos”
(RCB). Sampling dilakukan sesudah kegiatan LIT, pada transek yang sama panjang
70 m dan dengan lebar 1 meter ke kanan dan 1 meter kekiri dari garis transek,
sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) = 140 m2.
Biota yang diketemukan dicatat jumlah individunya sepanjang transek (LIPI,
2006).
Hasil Penelitian
1.
Ikan karang
Pengamatan ikan karang dengan metode
Underwater Fish Visual Census yang
dilakukan 4 (empat) stasiun, dijumpai
sebanyak 77 jenis ikan karang yang termasuk dalam 17 suku, dengan nilai
kelimpahan ikan karang sebesar 3729 individu/ha. Jenis Casio
cuning merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi pada
setiap transek permanen di 4 lokasi pengamatan dengan jumlah individu
sebesar 219 individu/ha, kemudian diikuti oleh Chaetodon vagabundus 171 individu/ha dan Chaetodon rafflesii 133 individu/ha.
Kelimpahan untuk setiap kelompok ikan karang menggunakan
metode UVC untuk ikan mayor 1.195
individu/ha, ikan target 1.881 individu/ha dan ikan indikator 652 individu/ha. Jenis
ikan karang dan kelimpahan tertinggi ikan karang ditampilkan dalam tabel- 1.
Tabel 1. Jenis ikan karang yang mempunyai kelimpahan
tertinggi
No
|
Jenis
|
Suku
|
Group
|
Kelimpahan
(individu/ha)
|
1.
|
Caesio cuning
|
Caesionidae
|
Target
|
219
|
2.
|
Chaetodon vagabundus
|
Caesionidae
|
Target
|
171
|
3.
|
Chaetodon rafflesii
|
Chaetodontidae
|
Indikator
|
133
|
4.
|
Balistapus undulatus
|
Balistidae
|
Major
|
114
|
5.
|
Ctenochaetus binotatus
|
Acanthuridae
|
Major
|
105
|
6.
|
Pterocaesio tile
|
Caesionidae
|
Target
|
95
|
7.
|
Chaetodon bennetti
|
Chaetodontidae
|
Indicator
|
86
|
8.
|
Scarus bleekeri
|
Scaridae
|
Target
|
86
|
9.
|
Balistoides viridescens
|
Balistidae
|
Major
|
81
|
10.
|
Lutjanus decussatus
|
Lutjanidae
|
Target
|
81
|
11.
|
Acanthurus blochii
|
Acanthuridae
|
Target
|
71
|
12.
|
Naso literatus
|
Acanthuridae
|
Target
|
71
|
13.
|
Sargocentron caudimaculatus
|
Holocentridae
|
Target
|
71
|
14.
|
Lutjanus fulviflamma
|
Lutjanidae
|
Target
|
71
|
15.
|
Bodianus mesothprax
|
Labridae
|
Major
|
71
|
Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi suku
didominasi suku Chaetodontidae sebesar 662 individu/ha diikuti suku Caesionidae sebesar 429 individu/ha dan suku Acanthuridae sebesar 424 individu/ha. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan
dominasi suku disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan
dominasi suku
No.
|
Suku
|
Kelimpahan (individu/ha)
|
1
|
Chaetodontidae
|
662
|
2
|
Caesionidae
|
429
|
3
|
424
|
|
4
|
Pomacentridae
|
371
|
5
|
Labridae
|
290
|
6
|
Balistidae
|
243
|
7
|
Lutjanidae
|
229
|
8
|
Scaridae
|
229
|
9
|
Siganidae
|
186
|
10
|
Haemulidae
|
114
|
11
|
Carangidae
|
110
|
12
|
Apoginidae
|
105
|
13
|
Holocentridae
|
95
|
14
|
Scolopsidae
|
90
|
15
|
Serranidae
|
90
|
16
|
Pomacanthidae
|
76
|
17
|
Lethrinidae
|
29
|
2.
Megabenthos
Hasil
penelitian dengan metoda “Reef Check
Benthos” yang dilakukan di lokasi transek permanen ditemukan sebanyak 9
jenis biota megabenthos yaitu karang (1 jenis), ekhinodermata (5 jenis) dan krustasea
(3 jenis), dengan total individu sebanyak 600 individu. Untuk melihat jumlah kelimpahan megabenthos individu/ha
setiap kategori megabenthos dapat dilihat pada Tabel 3. Drupella
yang lebih banyak dijumpai dibanding megabentos lainnya yaitu masing-masing
jumlahnya berturut-turut adalah 380 individu/ha dilanjutkan dengan Sea Urchin yang banyak dijumpai
kelimpahannya sebesar 250 individu/ha. Demikian
juga dengan Giant Clam (kima) yang
memiliki nilai ekonomis penting masih dijumpai, dimana untuk yang berukuran
besar (panjang > 20 cm) kelimpahannya sebesar 11 individu/ha, dan yang
berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 35 individu/ha. Tripang (holothurian) dimana yang berukuran besar
(panjang > 20 cm) kelimpahan sebesar 35 individu/ha, sedangkan yang
berukuran kecil kelimpahannya sebesar hanya 35 individu/ha.
Tabel 3. Hasil kelimpahan megabenthos pada lokasi transek permanen
Megabenthos
|
Kelimpahan
|
|
ind./transek
|
individu/ha
|
|
Acanthaster planci
|
1
|
36
|
CMR
|
2
|
130
|
Sea urchin
|
3
|
250
|
Drupella
|
5
|
380
|
Large
Giant Clam
|
0.17
|
11
|
Small
Giant Clam
|
0.5
|
35
|
Large
Holothurian
|
0.5
|
35
|
Small
Holothurian
|
0.5
|
35
|
Lobster
|
0
|
0
|
Pencil
sea urchin
|
0
|
0.00
|
Banded
Coral Shrimp
|
0.33
|
0.05
|
Trochus niloticus
|
0
|
0.00
|
Kesimpulan
1. Pengamatan
ikan karang dijumpai sebanyak 77 jenis ikan karang yang termasuk dalam 17 suku,
dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 3729 individu/ha. Total individu ikan karang yang ditemukan
adalah 3.729 individu/Ha. Jenis Casio
cuning merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi dengan
kelimpahan sebesar 219 individu/ha, diikuti oleh Chaetodon vagabundus 117 individu/ha, Chaetodon rafflesii 133 individu/ha, Balistapus undulatus 114 individu/ha, Ctenochaetus binotatus 105 individu/ha danikan lainnya di bawah
100 individu/ha. Perbandingan
antara ikan major, ikan target dan ikan indikator yang dicatat dalam pengamatan
ini adalah sebesar 1 : 2 : 3. Artinya dari 77 individu ikan karang yang
ditemukan pada perairan ini, peluang untuk mendapatkan kelompok ikan major
adalah sebesar 2 individu, ikan target 3 individu dan ikan indikator 1 individu
2. Hasil penelitian benthos ditemukan sebanyak
9 jenis biota megabenthos yaitu karang (1 jenis), ekhinodermata (5 jenis) dan
krustasea (3 jenis), dengan total individu sebanyak 600 individu. Megabenthos
diantaranya Giant Clam
(kima) yang memiliki nilai ekonomis penting berukuran besar (panjang > 20
cm) kelimpahannya sebesar 11 individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang
< 20 cm) sebesar 35 individu/ha demikian juga tripang (holothurian)
berukuran besar (panjang > 20 cm) kelimpahan sebesar 35 individu/ha,
sedangkan yang berukuran kecil kelimpahannya sebesar hanya 35 individu/ha.
Kepustakaan
[BPS]. 2010. Nias
Selatan Dalam Angka 2010. BPS Nias Selatan, Teluk Dalam.
[LIPI – Coremap].
2006. Tapanuli Tengah Baseline Ekologi. Critc - Coremap LIPI, Jakart Maamena,
M. 2003. Model Pemanfaatan Pulau – Pulau Kecil: Studi Kasus di Gugus Pulau Pari
Kepulauan Seribu . (Disertasi IPB tidak dipublikasikan), Bogor.
Maamena, M.
2003. Model Pemanfaatan Pulau – Pulau Kecil: Studi Kasus di Gugus Pulau Pari
Kepulauan Seribu . (Disertasi IPB tidak dipublikasikan), Bogor.
Romimohtarto, K . Sri,
J. 2007. Biologi laut, ilmu pengetahuan
tentang biota laut. Djambatan, Jakarta.
Soemarwoto, O. 2001. Atur diri sendiri: pradigma baru pengelolaan
lingkungan. Gajah Mada University Press, Yokyakarta.
[Sekretariat Negara –
RI], 2007. Undang - Undang Nomor 27 tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil
[Sekretariat Negara –
RI], 2002. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun
2002 tentang Daftar Koordinat Geografgis
Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
[Sekretariat Negara –
RI], 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun
2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
[Sekretariat Negara
– RI], 2009. Undang - Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan. Sekretariat Negara – RI, Jakarta.
[Sekretariat Negara
– RI], 2007a. Peraturan
Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 tentang
Konservasi Sumber Daya Ikan. Sekretariat Negara – RI, Jakarta.
[Sekretariat Negara
– RI], 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa. Sekretariat Negara
– RI, Jakarta
No comments:
Post a Comment