KESADARAN TAUHID
Korupsi adalah bahaya
laten. Virus korupsi telah
menggerogoti pemerintahan (birokrasi, legislasi, yudikasi) dan semua sendi
kehidupan masyarakat. Korupsi telah
menjadi ”budaya” dan ”ajaran baru” termasuk untuk pemilihan pengurus organisasi
keagamaan. Korupsi adalah zat aditiv, memberikan kesenangan, kepuasan dan
kebahagiaan bagi pemakainya kendati akan menyengsarakan orang lain. Pendekatan
kesejahteraan (renumerasi) dan pendekatan hukum (polisi, kejaksaan, kehakiman,
KPK) ternyata ”gagal” memberangus korupsi karena akar masalahnya bukan
kesejahteraan, bukan beratnya hukuman tapi adalah moral ”kejujuran”.
Akibat korupsi kita
merasakan kemiskinan, ketidak adilan,
kebodohan, keruskan moral dan kerusakan sumberdaya alam. Untuk mengakhiri
permasalahan bangsa ini, seluruh komponen masyarakat harus membangun komitmen
menerapkan nilai-nilai ketauhitan. Kesadaran tauhid, akan menyelesaikan
persoalan bukan hanya menyentuh kulitnya tapi sampai ke subtansi permasalahan
yang sesungguhnya. Dengan kesadaran ini, ia akan merasa bahwa seluruh
gerak-geriknya tidak akan pernah luput dari pengawasan Allah SWT.
Kita sebagai umat Islam merasa
sangat perihatin dengan dengan kondisi
kehidupan negeri ini karena ulah manusia yang telah meninggalkan etika moral
ajaran agama sebagai sandaran kehidupan sosial. Negara kita adalah negara yang
hampir seluruh penduduknya menganut agama. Akan tetapi bukan rahasia lagi bahwa ternyata negara kita menduduki
peringkat atas dibidang korupsi. Kalau
dicermati secara seksama , para koruptor di negeri ini adalah mayoritas
orang-orang beragama, tutur KH. A. Hazim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU yang
aktif dalam kegiatan pencegahan korupsi.
Oleh karena itu, seyogiuanya
umat Islam dan organisasi kemasyarakat Islam ikut bertanggungjawab dalam
penanggulangan korupsi. Indonesia berpenduduk mayoritas Islam, tetapi telah
dicap sebagai negaranya terkorup. Sebagai Muslim Indonesia yang mayoritas, kita
patut malu mendapat julukan mendapat
julukan sebagai salahsatu negara terkorup di dunia. Tentu saja kesimpulannya bukan karena bahwa kita Muslim , Indonesia
menjadi salahsatu negara terkorup. Kekeliruan ini mesti dijawab dengan tindakan
pencegahan korupsi, tutur Prof.Dr.H.Nazaruddin Umar, MA mantan Katib Aam PBNU.
Kesadaran Tauhid
Negara kita adalah negara yang
hampir seluruh penduduknya menganut agama. Akan tetapi bukan rahasia lagi bahwa ternyata negara Indonesia menduduki
peringkat atasdi bidang korupsi. Kalau dicermati secara seksama, para koruptor
di negeri ini mayoritas adalah orang-orang yang beragama. Mengapa praktek
korupsi merebak dimana-mana? Padahal agama apapun, teristimewa Islam hanyalah
mengajarkan nilai-nilai luhur kepada para penganutnya dan meralang
tindakan-tindakan yang merugikan baik bagi individu maupun kehodupan sosial.
Agama Islam jelas melarang korupsi. Jika
kita mengangap bahwa agama tidak
memberikan kontribusi dalam upaya pencegahan maupun pemberantasan korupsi; maka
dalam jangka panjang agama akan kehilangan legitimasinya untuk berperan dalam
kehidupan manusia.
Menariknya, menurut Nasaruddin Umar(mantan Katib Aam
PBNU) ini semua berbanding lurus dengan polarisasi kesalehan individual atau
kesalehan vertikal dan kesalehan sosial atau kesalehan horizontal di antara
kita. Sering kali kita dibingungkan
dengan perilaku koruptor yang juga rajin bersedekah, menyantuni anak
yatim dan sholat lima waktu. Dalam kontek ini hanya ada dua kemungkinan, ia
tidak tahu bahwa perbuatannya salah atau ia sebenarnya sadar bahwa perbuatannya itu keliru.
Bagi yang terakhir ini, boleh jadi ia berfikir bahwa amal salehnya ditujukan untuk mengimbangi dosa yang telah ia lakukan.
Oleh karena itu tauhid pada
hakekatnya merupakann sumber kontrol bagi seorang mukmin dalam berfikir,
bersikap, bertindak dalam kehidupannya. Inilah totalitas tauhid yang
mencakup seluruh asfek kehidupan baik lahir maupun batin. ”Katakanlah: ’jika
kamu menyembunyikan apa yang ada dalam
hatimu atau kamu melahirkannya pasti
Allah akan mengetahui.Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi. Dan Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu” (QS.Al-Imran 3:29).
Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, bahwa Islam mengajarkan
nilai-nilai luhur kepada para penganutnya dan melaramg tindakan-tindakan yang
merugikan, baik bagi individu maupun kehidupan social. Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang merugikan orang lain. Hal ini
dikarenakan korupsi telah mengambil hal public dengan cara mencuri harta/barang
public untuk kepentingan atau memperkaya
diri sendiri. Perbuatan korupsi yang dilakukan secara meraja lela dan dalam
jumlah yang sangat besar, serta
dilakukan oleh sejumlah orang yang
sangat banyak akan merusak tatanam
social. Kerusakan ini jikalau dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang akan meruntuhkan bangsa tersebut dalam kondisi
yang nista.
Agama pada dasarnya memberikan konstribusi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan apapun yang bersifat mungkar. Tetapai kadang
kala umatnya hilang kendali dan mendegrasikan
dirinya untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Dalam
perkembangan zaman sekarang ini, sikap-sikap manusia tidak lagi bertumpu pada tata cara agama sebagai
landasan hidup (way of life). Tata cara hidup kita sekarang ini sudah diliputi
tatacara kehidupan yang hedonis, komsumtif dan meninggalkan asfek
kesederhanaan.
Tauhid yang diperaktekkan
secara total mempunyai dampak yang luar biasa pada diri seseorang. Kalau orang
mengaku bertauhid. Namun jika perilaku
hidupnya belum mencerminkan nilai-nilai luhur, maka tauhidnya masih dalam
tataran wacana belaka atau omong-kosong. Tauhid memberikan anspirasi dan azas kerja bagi seorang mukmin dalam
memperjuangkan keadilan Allah di muka
bumi. Tauhid seperti inilah yang diterapkan oleh generasi awal umat Islam, yaitu para sahabat Rasulullah SAW.
Dalam bertauhid mereka secara tegas
menetang segala bentuk
kemungkaran dan kezaliman yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat.
Tidak ada konpromi dengan kemungkuran. Tidak ada kompromi untuk korupsi.***
No comments:
Post a Comment