NU dan Gerakan Anti Kosupsi

Tulisan  berjudul: “NU dan Gerakan Anti Korupsi” telah dimuat pada Tabloit  NU News, No. 3  Edisi Minggu Ke-2 September  2011 hal. 3 Kol.1-4 



 NU  DAN GERAKAN ANTI KORUPSI
                                           
Korupsi adalah kejahatan luar biasa karena memberikan dampak sangat buruk terhadap kehidupan suatu bangsa. Korupsi membuat kemiskinan semakin sulit diatasi, menghancurkan pertumbuhan ekonomi, dan merampas hak-hak rakyat untuk sejahtera. Rakyat jadi miskin, kekayaan negara semakin terkuras. Data dari hasil servei lembaga Internasioal PERC, pernah menempatkan Indonesia adalah negara terkorup. Survei Indek Persepsi Korupsi yang dilakukan Transparancy Internasitonal  tahun 2009 menempatkan Indonesia menduduki peringkat 111 dari 180 negara yang disurvei. Pada tahun 2010, posisi Indonesia tudak menunjukkan perubahan yang siknifikan. Indonesia tetap menduduki  posisi nomor buncit urutan 110 dari 178 negara yang disurvei.  Padahal Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim. Diperlukan  upaya yang luar biasa untuk menghadapi persolan luar biasa seperti korupsi ini.
Pemerintah telah berupaya untuk mengatasi bahaya laten korupsi. Pendekatan kesejahteraan dengan peningkatan gaji aparat pemerintah yang dilakukan tiap tahun dan renumerasi pada intansi tertentu dan pendekatan hukum dengan kehadiran KPK disamping Polisi, Kejaksaan dan Kehakiman, ternyata belum mampu “mengamputasi”  korupsi. Demikian juga lahirnya Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi di Indonesia serta diratifikasinya UNCAC (Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003)  dengan UU No.7  Tahun 2006. Saat ini pemerintah telah pula mengeluarkan Strategi Nasional dan Rencana Aksi  Pemberantasan Korupsi  2010-2025. Pemberantasan  korupsi bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab bersama semua komponen bangsa.
NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, memiliki tanggung jawab bersama pemerintah untuk  memberantas korupsi.  Sejak awal berdirinya Nahdlatul Ulama ( 31 Januari 1926/ 16 Rajab 1344 H) menempatkan kepentingan masyarakat sebagai orientasi gerakannya. Cita-cita luhur tersebut disebut mabadi khaira ummah. Secara epistomologi mabadi khaira ummah adalah prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengupayakan  terbentuknya tatanam  kehidupan masyarakat yang ideal adan terbaik, yaitu masyarakat yang mampu menjalankan  tugas-tugas amar ma’ruf nahi anil munkar. Demikian disampaikan Ir. Hamzah Lubis, SH., M. Si Ketua Lakpesdam Nahdlatul Ulama Sumatera Utara.
KH.Hazim Muzadi Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (priode sebelumnya) menjelaskan bahwa Nahdlatul Ulama telah berkomitmen untuk terlibat dalam  upaya melakukan  pemberantasan korupsi, baik dalam internal organisasi, warganya, maupun dalam konteks kehidupan eksternal yakni kehidupan  masyarakat dan pemerintah. PB NU mengupayakannya semaksimal  mungkin untuk menjalankan komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Oleh karenanya pengurus-pengurus NU daerah seluruh Indonesia, para ulama dan tokoh-tokoh NU harus menyambutnya dengan  suka cita dan mendorongnya sebagai sebuah jihad agama.
Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, bahwa Islam mengajarkan nilai-nilai luhur kepada para penganutnya dan melaramg tindakan-tindakan yang merugikan, baik bagi individu maupun kehidupan social. Perbuatan korupsi  adalah perbuatan  yang merugikan orang lain. Hal ini dikarenakan korupsi telah mengambil hal public dengan cara mencuri harta/barang public  untuk kepentingan atau memperkaya diri sendiri. Perbuatan korupsi yang dilakukan secara meraja lela dan dalam jumlah yang sangat  besar, serta dilakukan oleh sejumlah orang  yang sangat banyak  akan merusak tatanam social. Kerusakan ini jikalau dilakukan secara sistematis  dan berulang-ulang akan  meruntuhkan bangsa tersebut dalam kondisi yang nista.
Agama pada dasarnya memberikan konstribusi  dalam upaya pencegahan dan pemberantasan  apapun yang bersifat mungkar. Tetapai kadang kala umatnya  hilang kendali dan mendegrasikan dirinya  untuk melakukan perbuatan  yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Dalam perkembangan zaman sekarang ini, sikap-sikap manusia tidak lagi  bertumpu pada tata cara agama sebagai landasan hidup (way of life). Tata cara hidup kita sekarang ini sudah diliputi tatacara kehidupan yang hedonis, komsumtif dan meninggalkan asfek kesederhanaan.
Sikap tersebut tumbuh karena pengaruh kondisi perkembangan global yang sekarang telah menyatu  melintasi ranah tradisi  budaya, tata nilai yang melingkupi  sebuah kaum (bangsa). Jika kita tidak mampu mengendalikan diri dan mereflesikannya bahwa hidup adalah penyesuaian  antara tingkat kemampuan  dalam mencari rezeki  dan bagaimana membiayai gaya hidup , maka kita akan tercebur  untuk mendapatkan rizki  dengan perbuatan yang tidak halal. Salahsatunya adalah dengan melakukan tindakan korupsi  bila ada kesempatan. Ketika seseorang melakukan korupsi dan tidak ada sangsi hokum  baik secara social maupun hokum, maka perbuatan itu akan dilakukan berulang-ulang. Perbuatan nisca yang merugikan orang lain  dan dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan inilah yang telah mematikan dan menutupi hatinya daru nilai kebenaran dan kejujuran.
Oleh karena kompleksnya persoalan  korupsi , maka  Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA Katib Aam Syuriah PBNU (priode sebelumnya) melihat pemberantasan  korupsi menuntut  upaya ektra total yang tidak tanggung-tanggung.  Jika pemberantasannya dilakukan setengah hati, persoalannya justru akan semakin rumit  karena tidak terpenuhinya rasa keadilan. Karena korupsi harus dilawan bersama-sama, dalam waktu yang tidak lama. Korupsi sebagai “common enemy”  atau musuh bersama  mesti ditanamkan sejak dini  dan dapat dipatrikan dalam diri kita semua. Kita semua mesti menyadari  bahwa korupsi – apapun bentuknya – dilarang oleh semua agama, dihina oleh moral  masyarakat dan tidak ditelerir  oleh hukum positif. PBNU telah membentuk Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar  Nahdlatul Ulama, yang salahsatu produknya adalah penerbitan Khutbah Jumat  yang materinya berkaitan dengan pencegahan korupsi.
Gerakan Kejujuran yang digagas Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama Sumatera Utara, bekerjasama dengan Kemitraan dan UNODC  sebagai gerakan pencegahan korupsi  adalah reorientasi mabadi khaira ummmah, khususnya prinsip as-shidq dan al-amanah  wa al-wafi’ bi al-’ahd. Prinsif al-shidq, mengandung arti: jujur, benar, sungguh-sungguh dan terbuka (transparan). Al-shidq dalam arti jujur/benar adalah kesesuaian antara pikiran, perkataan dan perbuatan. Sehingga mudah ditemukan korelasi antara ide, konseptualisasi dengan inplementasi. Setiap irang dituntut supaya jujur kepada diri sendiri, kepada sesama dan kepada Allah. Kata as-sidq juga berarti transparan, yiatu terbuka kepada orang lain kecuali dalam masalah khusus yang mesti dirahasiakan untuk kebaikan bersama. Sedangkan kada as-sidq dalam arti kesungguhan mendorong manusia agar serius, profesional dan bertanggung jawab dalam lemaksanakan berbagai upaya tugas dan ikhtiar.
Menurut Ketua PW NU Sumatera Utara, H.Ashari Tambunan, konsep Mabadi Khaira Ummah adalah perinsip-perinsip  yang digunakan untuk  mengupayakan terbentuknya  tatanam kehidupan masyarakat  yang ideal, yang terbaik; yaitu masyarakat yang mampu melaksanakan tugas-tugas  amar ma’ruf nahi munkar. Oleh karena itu, ketika Lakpesdam-NU Sumatera Utara melakukan gerakan kejujuran, itu artinya Lakpesdam NU kembali melaksanakan amadah organisasi sebagai pelaksanaan perinsip pertama dari Mabadi Khaira Ummah. Dengan begitu, maka PW Nahdlatul Ulama Sumatera Utara mendukung kegiatan ini, tuturnya.***
























No comments:

Post a Comment