NU DAN GERAKAN ANTI KORUPSI
Korupsi adalah kejahatan luar biasa
karena memberikan dampak sangat buruk terhadap kehidupan suatu bangsa. Korupsi
membuat kemiskinan semakin sulit diatasi, menghancurkan pertumbuhan ekonomi,
dan merampas hak-hak rakyat untuk sejahtera. Rakyat jadi miskin, kekayaan
negara semakin terkuras. Data dari hasil servei lembaga Internasioal PERC,
pernah menempatkan Indonesia adalah negara terkorup. Survei Indek Persepsi
Korupsi yang dilakukan Transparancy Internasitonal tahun 2009 menempatkan Indonesia menduduki
peringkat 111 dari 180 negara yang disurvei. Pada tahun 2010, posisi Indonesia
tudak menunjukkan perubahan yang siknifikan. Indonesia tetap menduduki posisi nomor buncit urutan 110 dari 178
negara yang disurvei. Padahal Indonesia
berpenduduk mayoritas Muslim. Diperlukan upaya yang luar biasa untuk menghadapi
persolan luar biasa seperti korupsi ini.
Pemerintah telah berupaya untuk
mengatasi bahaya laten korupsi. Pendekatan kesejahteraan dengan peningkatan
gaji aparat pemerintah yang dilakukan tiap tahun dan renumerasi pada intansi
tertentu dan pendekatan hukum dengan kehadiran KPK disamping Polisi, Kejaksaan
dan Kehakiman, ternyata belum mampu “mengamputasi” korupsi. Demikian juga lahirnya Inpres Nomor
5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi di Indonesia serta
diratifikasinya UNCAC (Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,
2003) dengan UU No.7 Tahun 2006. Saat ini pemerintah telah pula
mengeluarkan Strategi Nasional dan Rencana Aksi
Pemberantasan Korupsi 2010-2025.
Pemberantasan korupsi bukan hanya
tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab bersama semua komponen bangsa.
NU sebagai organisasi Islam terbesar
di Indonesia, memiliki tanggung jawab bersama pemerintah untuk memberantas korupsi. Sejak awal berdirinya Nahdlatul Ulama ( 31
Januari 1926/ 16 Rajab 1344 H) menempatkan kepentingan masyarakat sebagai
orientasi gerakannya. Cita-cita luhur tersebut disebut mabadi khaira ummah. Secara epistomologi mabadi khaira ummah adalah prinsip-prinsip yang digunakan untuk
mengupayakan terbentuknya tatanam kehidupan masyarakat yang ideal adan terbaik,
yaitu masyarakat yang mampu menjalankan
tugas-tugas amar ma’ruf nahi anil munkar. Demikian disampaikan Ir.
Hamzah Lubis, SH., M. Si Ketua Lakpesdam Nahdlatul Ulama Sumatera Utara.
KH.Hazim Muzadi Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (priode
sebelumnya) menjelaskan bahwa Nahdlatul Ulama telah berkomitmen untuk terlibat
dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi, baik dalam internal
organisasi, warganya, maupun dalam konteks kehidupan eksternal yakni
kehidupan masyarakat dan pemerintah. PB
NU mengupayakannya semaksimal mungkin
untuk menjalankan komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Oleh karenanya
pengurus-pengurus NU daerah seluruh Indonesia, para ulama dan tokoh-tokoh NU
harus menyambutnya dengan suka cita dan
mendorongnya sebagai sebuah jihad agama.
Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, bahwa Islam mengajarkan
nilai-nilai luhur kepada para penganutnya dan melaramg tindakan-tindakan yang
merugikan, baik bagi individu maupun kehidupan social. Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang merugikan orang lain. Hal ini
dikarenakan korupsi telah mengambil hal public dengan cara mencuri harta/barang
public untuk kepentingan atau memperkaya
diri sendiri. Perbuatan korupsi yang dilakukan secara meraja lela dan dalam
jumlah yang sangat besar, serta
dilakukan oleh sejumlah orang yang
sangat banyak akan merusak tatanam social.
Kerusakan ini jikalau dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang akan meruntuhkan bangsa tersebut dalam kondisi
yang nista.
Agama pada dasarnya memberikan konstribusi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan apapun yang bersifat mungkar. Tetapai kadang
kala umatnya hilang kendali dan
mendegrasikan dirinya untuk melakukan
perbuatan yang tidak sesuai dengan
ajaran agama. Dalam perkembangan zaman sekarang ini, sikap-sikap manusia tidak
lagi bertumpu pada tata cara agama
sebagai landasan hidup (way of life). Tata cara hidup kita sekarang ini sudah
diliputi tatacara kehidupan yang hedonis, komsumtif dan meninggalkan asfek
kesederhanaan.
Sikap tersebut tumbuh karena pengaruh kondisi
perkembangan global yang sekarang telah menyatu
melintasi ranah tradisi budaya,
tata nilai yang melingkupi sebuah kaum
(bangsa). Jika kita tidak mampu mengendalikan diri dan mereflesikannya bahwa
hidup adalah penyesuaian antara tingkat
kemampuan dalam mencari rezeki dan bagaimana membiayai gaya hidup , maka
kita akan tercebur untuk mendapatkan
rizki dengan perbuatan yang tidak halal.
Salahsatunya adalah dengan melakukan tindakan korupsi bila ada kesempatan. Ketika seseorang
melakukan korupsi dan tidak ada sangsi hokum
baik secara social maupun hokum, maka perbuatan itu akan dilakukan
berulang-ulang. Perbuatan nisca yang merugikan orang lain dan dilakukan secara berulang-ulang akan
menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan inilah yang telah mematikan dan menutupi
hatinya daru nilai kebenaran dan kejujuran.
Oleh karena kompleksnya persoalan korupsi , maka Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA Katib Aam
Syuriah PBNU (priode sebelumnya) melihat pemberantasan korupsi menuntut upaya ektra total yang tidak
tanggung-tanggung. Jika pemberantasannya
dilakukan setengah hati, persoalannya justru akan semakin rumit karena tidak terpenuhinya rasa keadilan.
Karena korupsi harus dilawan bersama-sama, dalam waktu yang tidak lama. Korupsi
sebagai “common enemy” atau musuh
bersama mesti ditanamkan sejak dini dan dapat dipatrikan dalam diri kita semua.
Kita semua mesti menyadari bahwa korupsi
– apapun bentuknya – dilarang oleh semua agama, dihina oleh moral masyarakat dan tidak ditelerir oleh hukum positif. PBNU telah membentuk Gerakan
Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama, yang salahsatu produknya adalah penerbitan Khutbah
Jumat yang materinya berkaitan dengan
pencegahan korupsi.
Gerakan Kejujuran yang digagas Lembaga Kajian dan
Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama Sumatera Utara,
bekerjasama dengan Kemitraan dan UNODC
sebagai gerakan pencegahan korupsi
adalah reorientasi mabadi khaira ummmah, khususnya prinsip as-shidq dan al-amanah wa al-wafi’ bi al-’ahd.
Prinsif al-shidq, mengandung arti: jujur, benar, sungguh-sungguh dan terbuka
(transparan). Al-shidq dalam arti jujur/benar adalah kesesuaian antara pikiran,
perkataan dan perbuatan. Sehingga mudah ditemukan korelasi antara ide,
konseptualisasi dengan inplementasi. Setiap irang dituntut supaya jujur kepada
diri sendiri, kepada sesama dan kepada Allah. Kata as-sidq juga berarti
transparan, yiatu terbuka kepada orang lain kecuali dalam masalah khusus yang
mesti dirahasiakan untuk kebaikan bersama. Sedangkan kada as-sidq dalam arti
kesungguhan mendorong manusia agar serius, profesional dan bertanggung jawab
dalam lemaksanakan berbagai upaya tugas dan ikhtiar.
Menurut Ketua PW NU Sumatera Utara, H.Ashari Tambunan,
konsep Mabadi Khaira Ummah adalah perinsip-perinsip yang digunakan untuk mengupayakan terbentuknya tatanam kehidupan masyarakat yang ideal, yang terbaik; yaitu masyarakat
yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar ma’ruf nahi munkar. Oleh karena
itu, ketika Lakpesdam-NU Sumatera Utara melakukan gerakan kejujuran, itu
artinya Lakpesdam NU kembali melaksanakan amadah organisasi sebagai pelaksanaan
perinsip pertama dari Mabadi Khaira Ummah.
Dengan begitu, maka PW Nahdlatul Ulama Sumatera Utara mendukung kegiatan ini,
tuturnya.***
No comments:
Post a Comment