Tulisan Dr.Ir.Hamzah Lubis, SH.,M.Si
berjudul "WPPRI dan Dakwaan Obscure", telah dimuat pada SK.Perestasi Reformasi
di Medan, No.475 Tahun 16, tanggal 4 Nopember 2015, hal.7, kol.1-4
Hamzah Lubis, Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr
*Dewan Daerah Perubahan Iklim
Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal Medan *Pusat Kajian Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS
HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS
*aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan
WPPRI DAN DAKWAAN OBSCURE
Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si
Wilayah Laut dikelompokkan atas wilayah perairan, wilayah
yurisdiksi, laut lepas dan dasar laut internasional. Wilayah Perairan Indonesia
meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial. Perairan
pedalaman, adalah perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air
rendah dari pantai-pantai Indonesia,
termasuk semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu
garis penutup. Perairan kepulauan adalah semua perairan yang terletak pada sisi
dalam garis pangkal kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jarak dari
pantai. Laut teritorial adalah jalur laut selebar 12 mil laut yang diukur dari
garis pangkal kepulauan Indonesia.
Wilayah yurisdiksi adalah wilayah di
luar wilayah negara. Wilayah yurisdiksi terdiri atas zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen. Zona
tambahan adalah zona yang lebarnya tidak
melebihi 24 mil laut yang diukur dari garis pangkal dari mana lebar laut
teritorial diukur. Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur di luar dan berbatasan
dengan laut wilayah Indonesia dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari
garis pangkal laut wilayah Indonesia. Landas kontinen adalah dasar laut dan
tanah di bawahnya dari area di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut
teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar
tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari
mana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen
paling jauh 350 mil laut sampai dengan jarak 100 mil laut dari garis kedalaman
2.500 meter.
Laut
lepas merupakan bagian dari laut yang tidak termasuk dalam Zona Ekonomi
Eksklusif, laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman. Kawasan
dasar laut internasional merupakan dasar laut serta tanah di bawahnya yang
terletak di luar batas-batas yurisdiksi nasional.
Rezim Hukum
Kekuasaan negara pada Perairan Indonesia adalah “kedaulatan negara” yang meliputi
perairan pedalaman, perairan Kepulauan, dan laut teritorial. Pada Perairan
Indonesia, berlaku sepenuhnya “kedaulatan” hukum negara. Hukum pidana dan
pidana khusus lainnya, hukum acara pidana serta peraturan perundang-undangan
nasional lainnya berlaku sepenuhnya.
Kekuasaan
negara pada wilayah yurisdiksi (zona tambahan, ZEE-Indonesia dan landas
continental) dimana negara
memiliki hak-hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainnya sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan dan
hukum internasional. Misalnya,
pada zona tambahan, Indonesia hanya berhak
untuk mencegah pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan tentang bea
cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya
dan menghukum pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
Kekuasaan negara di ZEE-Indonesia hanya
memiliki hak “berdaulat”. OIeh karena itu, hukum di
ZEE-Indonesia adalah hukum nasional selagi tidak bertentangan dengan hukum laut
internasional. Hukum laut internasional
(UNCLOS) telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 secara
utuh dan menyeluruh. ZEEI ”tunduk” pada rezim hukum khusus UNCLOS. Hukum
Nasional ”harus sesuai” dengan
UNCLOS (Pasal 56 ayat 2, Pasal 58 ayat 3, Pasal 73 ayat 1 UNCLOS). Hukum
Nasional ”harus relevan” dengan UNCLOS (Pasal
58 ayat 1 UNCLOS). Hukum Nasional ” tidak boleh bertentangan”
dengan UNCLOS (Pasal 58 ayat 3 UNCLOS). UNCLOS menetapkan”rezim
hukum khusus” di ZEE-Indonesia, maka suka atau tidak suka, semua ketentuan
perundang-undangan nasional Indonesia di
ZEE-Indonesia: ” harus tunduk”, ”harus sesuai”, ”harus relevan” dan
”tidak bertentangan ” dengan UNCLOS.
Kekuasaan
negara Indonesia di laut lepas dan dasar laut internasional, mengatur pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya alam sesuai dengan hukum internasional. Negara
Indonesia berhak melakukan pemanfaatan di laut bebas dan di dasar laut meliputi
pengelolaan kekayaan alam, perlindungan lingkungan laut dan keselamatan
navigasi.
WPP-RI
Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI) untuk penangkapan ikan dan
pembudidayaan ikan meliputi: a di perairan Indonesia, b. zona ekonomi ekskusif
Indonesia (ZEEI) dan c. sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya
yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah
Republik Indonesia. Pengelolaan perikanan laut lepas diselenggarakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan, persyaratan, dan/atau standar
internasional yang diterima secara umum. Pengelolaan perikanan di wilayah
yurisdiksi negara lain, berlaku sepenuhnya hukum nasional negara lain.
WPPRI dan Dakwaan Kabur
Dari
uraian di atas, didapat kesimpulan bahwa rezim hukum pengelolaan perikanan di
WPPRI Perairan Indonesia memiliki rezim hukum yang berbeda dengan di wilayah
yurisdiksi demikian juga di laut lepas. Penyebutan locus delicti, wppri yang tidak jelas dan tegas, menyebabkan
kaburnya penerapan rezim hukum telah mengakibatkan putusan hakim menyatakan
dakwaan jaksa penuntut umum kabur. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor.11/Pid.Sus-Prk/2015/PN.Mdn telah menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum No.
REG. PERK.89/RP.9/Euh.1/ /04/2015 tanggal 06 Mei 2015 atas
nama terdakwa
WIN ZAW MYO, adalah batal demi
hukum.
Pertimbangan hukum majilis hakim, surat
dakwaan rancu dan kabur (obscure). Dalam
menentukan locus delicti, penuntut umum
menyebutkan locus delicti
di wilayah Perairan Indonesia (4x), di ZEE-Indonesia (9x) dan di WPP-RI (2x). Penyebutan WPPRI menunjukkan jaksa mengaburkan (tidak dapat membedakan) antara
WPPRI perairan Indonesia, ZEE-Indonesia dan perairan air tawar. Demikian juga
menyamakan ZEE-Indonesia (9x) dengan Perairan Indonesia (4x) membuat kerancuan
rezim hukum yang akan diterapkan kepada terdakwa.
Padahal, surat dakwaan yang tidak memenuhi
ketentuan, uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan
adalah batal demi hukum (Pasal 143 (3) KUHAP). Oleh karena itu, putusan majilis
hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum. Beranjak dari hal ini, sebaiknya
pada akademisi dan aparat penegak hukum memahami sepenuhnya hukum laut sehingga
tidak salah menyebutkan dan menuliskan. Kesalahan menyebutkan dan menuliskan
menyebabkan konsuensi hukumnya berbeda. Semoga….
No comments:
Post a Comment