Tulisan Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si berjudul : ” Hubungan Timbal Balik Erosi Pantai Dengan Kerusakan Terumbu Karang, Studi Kasus Pulau Karang, Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah” dimuat pada Jurnal Sainstek-Teknologi dan Rekayasa, Volume 19 No.1, Juli-Desember 2002, hal.53-55
Baca Selengkapnya »
Hamzah Lubis, Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr.
*Dewan Daerah Perubahan Iklim Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal Medan *Pusat Kajian Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS *aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan
HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA EROSI PANTAI DENGAN
KERUSAKAN TERUMBU KARANG, STUDI KASUS PULAU KARANG KECAMATAN BARUS
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
Abstrak
Terumbu karang bukan hanya berfungsi bagi biota laut tetapi juga
untuk penghalang erosi pantai. pada paparan terumbu karang yang tinggi,
gelombang laut akan pecah, energi gelombang akan diserap pada perbandingan tiga
banding empat antara ketinggian dengan kedalaman. Tingkat kerusakan terumbu
karang berkaitan erat dengan tingkat erosi pantai. perairan yang berlumpur
menyebabkan kematian terumbu karang, sehingga terjadi kelipatan kematian yang
terus menerus. Pengamatan yang dilakukan jarang menemukan tutupan karang yang
baik sepanjang 10 meter. Penelitian metoda Transek garis sepanjang 10 meter
pada stasiun utara, selatan, barat, dan timur pulau Unggas menunjukkan tutupan 81,98 persen. Salah satu alternatif
rehabilitasi terumbu karang dengan terumbu karang buatan ( reef breakwater)
Kata Kunci : Erosi pantai, Reef breakwater, Pulau Karang Barus
Pendahuluan
Terumbu karang
ibarat taman firdaus bagi aneka jenis biota laut dan manusia, karena
keindahannya, sumber makanan dan manfaatnya yang sangat banyak. Fungsi lain
terumbu karang, sebagai benteng yang melindungi pulau-pulau dari gempuran ombak
sepanjang zaman. Terumbu karang yang rusak, akan menyebabkan erosi pantai.
Menurut Whitten
(1987) di samudera yang dalam, tinggi gelombang adalah seperduabelas panjang
gelombangnya. Namun ketika gelombang mendekati permukaan yang dangkal, maka
gesekan pada pangkal/dasar laut akan memperpendek panjang gelombang dan puncak
gelombang dipaksa untuk mencapai ketinggian maksimal.
Gelombang yang
berpuncak tajam ini akan pecah ketika ketinggiannya mencapai perbandingan 3 : 4
dengan kedalaman laut. Oleh karena itu
gelombang nampak pecah dan banyak energi hilang agak jauh dari tepi pantai.
diatas lereng terumbu karang . Secara kasat mata kawasan perairan kelihatan
memutih, maka dapat dipastikan bahwa kawasan tersebut tempat gelombang pecah
bawahnya berada terumbu karang yang dangkal.
Apabila terumbu
karang rusak, maka cekungan laguna terumbu karang akan berubah menjadi pantai yang
landai, sebagian karena bibir terumbu karang telah hilang. Akibatnya gelombang
yang biasanya pecah pada paparan terumbu karang, maka gelombang baru pecah
setelah mendekati pantai.
Energi gelombang,
pada terumbu karang yang masih baik akan diserap, sehingga mengurangi hempasan
gelombang ke paantai. Pada terumbu karang yang sudah rusak, energi gelombang
ini membentuk gejolak air pada pantai yang menyebabkan pengikisan garis pantai
sehingga terjadi erosi. Kondisi terumbu karang yang baik dan yang rusak, dan
hubungannya dengan erosi pantai dapat terlihat pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. a. Bagian atas terumbu karang yang masih baik
b. Bagian bawah terumbu karang yang rusak
dengan erosi pantai
Menurut Simanjuntak
(1996) arah angin di perairan Barus adalah barat-baraat laut pada bulan
Oktober-Maret. Selain itu juga arah angin selatan -barat daya. Kecepatan angin
tipikal 3 - 5 meter per detik.
Gelombang
didominasi sea waves. Celah-celah pulau penghalang gelombang swell dari
Samudera Hindia seperti pulau Simelu, Tuanku, Nias, masih memungkinkan
keddatangan gelombang swell. Akibatnya
terjadi pembentukkan gelombang angin lokal (wind waves) sangat potensial.
Pengamatan gelombang secara visual, tinggi gelombang 0,50 sampai 0,70 meter
dengan periode 4,7 detik.
Pulau Karang, Barus
adalah salah satu lokasi dari 50 lokasi terumbu karang di pantai barat Sumatera
Utara. Satu dari 17.504 pulau yang memiliki terumbu karang di Indonesia . Indonesia memiliki 75.000 km2 tutupan
terumbu karang, seperdelapan dari luas
terumbu karang dunia, menjadikan Indonesia negara terluas memiliki
terumbu karang (Kehati, 1997).
Kondisi terumbu
karang di Indonesia semakin memprihatinkan. Menurut Dahuri (1999)
tutupan terumbu karang Indonesia
yang sangat baik hanya 5,3 persen, kondisi baik 21,7 persen, kondisi sedang
33,5 persen dan rusak 39,5 persen. Untuk Indonesia bagian barat, kondisi
sangat baik hanya 39,3 persen, baik 19,10 persen, sedang 29,8 persen dan 48,88
persen kondisi rusak. Untuk pantai barat Sumatera Utara ( Kraf, 2001) tutupan
terumbu karang yang baik hanya antara
8,5 sampai 17 persen.
Metode Penelitian
Penelitian tutupan
terumbu karang dilakukan dengan metode Transek Garis ( Line Transect ) untuk melihat life
from dari terumbu karang. Panjang transek 10 meter telah dilakukan Loya dan Moll, untuk metoda transek garis,
dan panjang 10 meter yang paling banyak digunakan ( Suharsono, 2000).
Suatu transek sepanjang
10 meter dibuat dengan membentangkan tali persis di atas tutupan terumbu
karang, kemudian dilakukan pengamatan life
form terumbu karang tepat dibawah tali dilakukan pencatatan.
Penelitian fisik perairan dilakukan dengan Refractometer
untuk salinitas, Water Cheker untuk ph, konduktivitas dan temperatur, Piring Sheichi untuk
intensitas cahaya serta meteran untuk mengukur kedalaman.
Lokasi penelitian adalah Pulau Karang, Barus. Kota Barus
berada di kabupaten Tapanuli Tengah, berjarak 370 km dari ibu Propinsi Sumatera
Utara dengan jalur Medan-Kabanjahe-Dolok Sanggul atau sejauh 412 km jalur
Medan-Tarutung-Sibolga. Pulau Karang berada didepan pantai Batu Gerigit, kota Barus yang dapat
ditempuh selama 60 menit dengan speed
boat.
Hasil Penelitian
Penelitian tutupan terumbu karang dilakukan pada empat lokasi di pulau Karang pada
stasiun utara, selatan, barat dan timur (data penelitian terlampir). Pengamatan
di lapangan sebagian besar paparan terumbu karang sudah habis menjadi paparan
pasir, sudah sulit menemukan tutupan
terumbu karang yang baik pada diameter 10 meter. Penelitian yang dilakukan adalah pada tutupan terumbu
karang yang terbaik dijumpai pada masin-masing stasiun.
Dari keempat stasiun didapat tutupan Poritas lobata
36,55 persen. Acropora florida
45,43 persen, Rubble 7,25 persen dan Deat Coral 10,78 persen. Kondisi tutupan
terumbu karang yang hidup bagus 77,80 persen, patah 22,11 persen dan dead coral
10,77 persen, dengan persentasi total tutupan karang 81,98 persen.
Akibat terjadinya kerusakan karang menyebabkan
terjadinya erosi pantai yang berlangsung sepanjang hari. Gelombang ombak yang
besar bukan saja membawa pasir pantai yang berarti merusak pantai tetapi juga
pasir pantai yang terbawa secara langsungakan meningkatkan kerusakan terumbu karang.
Erosi yang terjadi mencapai 10 meter per
tahun.
Tingginya partikel pasir diperairan merupakan salah satu
faktor penghambat pertumbuhan terumbu karang
sebab pasir dapat menutupi polip dan akhirnya akan mematikan terumbu karang.
Demikian juga bagi tunas dan larfa yang akan tumbuh tidak sempat berkembang
akibat tertutup pasir.
Rehabilitasi
terumbu karang secara alami sangat lambat. Pertumbuhan hewan karang
hanya 1-10 mm pertahun (Whitten, 1987) dan pertumbuhan kerangka karang hanya
12,8 mm per tahun (Muhlis, 1996). Rehabilitasi buatan terumbu karang dapat dilakukan dengan
rumpon barang bekas, transplantasi
terumbu karang dan arus tegangan rendah (Lubis, 2002).
Salah satu cara yang memberikan hasil cepat dengan
membuat rumpon buatan yang mirip dengan terumbu karang (reef breakwater) dari coran semen dan pasir.
Dengan reef breakwater, mampu memodifikasi gelombang dan arus laut,
meredam energi gelombang melalui gelombang pecah, turbulensi dan gesekan
gelombang, untuk melindungi pantai dari erosi gelombang laut.
Selain itu reef breakwater mampu mempertahankan keaslian
pemandangan terumbu karang serta berfungsi secara ekologis bagi biota karang
dan biota laut lainnya sebagai artificial
reefs.
Kesimpulan
Terumbu karang
memberi manfaat yang sangat banyak bagi manusia dan alam, salah satu
diantaranya adalah penahan dan pemecah gelombang untuk mengurangi erosi pantai.
Kerusakan terumbu karang menjadikan gelombang
laut pecah di tepi pantai dan membentuk gejolak air yang sangat mengikis
dan membawa pasir pantai ke tengah laut.
Hal yang perlu
menjadi catatan, bahwa kerusakan kecil paparan terumbu karang yang menyebabkan
erosi pantai dan resiko lebih lanjut
pasir yang berada di dalam air akan menutupi polip dan mematikan karang.
Kematian karang yang
lebih luas menyebabkan erosi pantai lebih luas yang artinya makin besar polutan
pasir di laut maka semakin tinggi pembunuhan karang. Kondisi ini menyebabkan
kelipatan kecepatan kematian terumbu karang.
Penyelamatan
terumbu karang adalah hal yang mendesak untuk perbaikan penyelamatan lingkungan
dan kesejahteraan manusia. Salah satu alternatif yang cukup baik dengan
menggunakan reef breakwater.
Daftar Kepustakaan
Dahuri, Rokhimin, 1999, Kebijakan Pengelolaan Terumbu Karang
Indonesia, Lokakarya Pengelolaan dan Iptek
Terumbu Karang, Jakarta
: MenLH
Kraf, Soni. A, 2001, Pokok Pengantar MenLH/Kepala Bapedal dalam
Dialog Interaktif Pengelolaan Lingkungan Era Otonomi Daerah, Makalah
dialog, Medan : Bapedalda Sumatera Utara
Kehati, 1997, Sisi Kehidupan Laut yang Selalu Terancam, Warta Kehati, Jakarta
: Edisi Oktober 1997 - Sep. 1998
Lubis, Hamzah, 2002, Pengelolaan Ekowisata Bahari di Pulau
Unggas, Tapanuli Tengah ( Thesis, tidak dipublikasikan), Medan : USU
Muhlis, 1996, Laju Pertumbuhan Kerangka Karang
Acropora di Perairan Teluk Kodek Lombok, Majalah Gema Rinjani, th X no. 32
- 33, September - Desember 1996
Suharsono, 2000, Metode Penelitian Terumbu Karang,
Diklat Metodologi Penelitian Kondisi
Terumbu Karang Tingkat Lanjutan, Tanjung Pinang
: Puslitbang
Simanjuntak, Trp; Munandar, Aries
dan Tehwan, R, 1996, Dasar- Dasar
Pemikiran Penentuan Aspek Geometri Krip Pengaman Pantai Barus, Proceding
PIT XIII HATHI
Whitten, AJ; Mustopa, M dan Henderson , GS, 1987, Ekologi Sulawesi, Yogyakarta
: UGM Press.