Oleh : Dr.Ir. Hamzah Lubis, SH.,M.Si
Pendahuluan
Pulau-pulau kecil merupakan bagian dari sumberdaya alam dan kekayaan negara yang harus dimamfaatkan
sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Pulau-pulau kecil memiliki
potensi sumberdaya alam yang tinggi yang penting bagi pengembangan sosial, eknomi, budaya,
lingkungan dan penyangga kedaulatan bangsa; oleh karena itu perlu dikelola secara
berkelanjutan.
Potensi ekosistem
pulau-pulau kecil seperti ekosistem terumbu karang (coral reef), padang
lamun (sea grass), rumput laut (sea weeds) dan hutan bakau (mangrove). Sumberdaya hayati laut
seperti kerapu, napoleon, ikan hias, kuda laut, kerang mutiara, kima raksasa (Tridacna gigas), dan teripang. Selain itu, pulau-pulau kecil ini juga
memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya dan sekaligus
sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan.
Selama ini pulau-pulau kecil kurang mendapat sentuhan
pembangunan karena Pembangunan Nasional lebih berorientasi ke darat. Di sisi
lain, perairan pulau-pulau kecil yang memiliki potensi perikanan yang tinggi
cenderung menjadi tempat penangkapan ikan dengan cara tidak ramah lingkungan,
seperti pemboman, pembiusan, penggunaan racun, dan sebagainya. Akibatnya, bukan saja menimbulkan kerusakan
sumberdaya alam bahkan menenggelamkan pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil yang
telah tenggelam di Sumatera Utara seperti
pulau Pusung dan Tapak Kuda di Langkat, pulau Niankin di Tapanuli Tengah
serta pulau Gasauma dan Lawandra di Nias.
Indonesia
sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terdiri dari sekitar
17.500 pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan bentangan garis pantai
sepanjang 81.000 km. Untuk Sumatera
Utara, luas laut 10.000 km persegi (60,5
Persen dari total luas Sumut), panjang garis pantai 1300 km terdiri 545 km pantai
timur, 375 km pantai barat dan 380 km pantai pulau Nias, jumlah pulau 162 buah ; 156 berada di Perairan Samudera Hindia Pantai Barat Sumatera Utara
dan 6 buah di Perairan Selat Malaka Pantai Timur Sumatera Utara. Dari
pulau-pulau kecil tersebut terdapat tiga pulau terluar; di pantai timur yakni Pulau Berhala dan
Pantai barat Pulau Simuk dan Wunga.
Lebih dari 95% wilayah Indonesia (sekitar 17.500 pulau)
dikelilingi oleh terumbu karang. Luas
ekosistem terumbu karang perairan Indonesia
85.707 km2 (18% total terumbu karang dunia) yang terdiri
dari 50.223 km2 terumbu
penghalang, 19.540 km2 terumbu cincin (atol), 14.542 km2 terumbu tepi, dan 1.402 km2
oceanic platform reef, (Tomasik et al,
1997 dalam Dahuri,2003). Ekosistim terumbu karang memiliki 335-362 spesies
karang scleractinian dan 263 jenis
ikan hias, memiliki keragaman 400 dari 700 jenis terumbu karang dunia (Kehati dalam Lubis,2002).
Terumbu Karang
Terumbu karang adalah suatu ekosistem hewan karang yang unik dan
menarik pada perairan tropis dengan tingkat kesuburan, keanekaragaman biota dan
nilai estetika yang tinggi namun termasuk salah satu ekosistem yang paling peka terhadap perubahan kualitas lingkungan.
Terumbu menurut Muhlis (1996) Merupakan
endapan massif dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh hewan (Phylum cindoria, kelas Anthozoa, ordo Madrepaparia) dengan sedikit tambahan dari Algae berkapur dan
organisma –organisma lainnya yang mengeluarkan kalsium karbonat. Sedangkan
karang itu sendiri adalah hewan yang menempel pada ujung-ujung terumbu yang dikenal dengan polip.
Pembentuk utama
terumbu karang adalah hewan karang yang halus (polip) yang berkembang biak dan membentuk koloni yang terdiri
ribuan hewan-hewan karang. Jaringan hewan karang ini di dalamnya hidup sel algae
yang bersimbiosis dengan bantuan sinar matahari. Sel algae melakukan
fotosintesa yang menghasilkan makanan bagi hewan karang induknya. Hewan karang
dapat dibedakan antara karang hermatipik
dan karang ahermatipik.
Berdasarkan
hubungannya dengan daratan, terumbu karang di Indonesia diklasifikasikan kepada :
a.Terumbu tepi (fringing reef)
adalah terumbu karang yang berada dekat dan sejajar dengan garis pantai. Terumbu karang tipe ini
ditemui hampir pada semua pulau-pulau kecil di pantai barat Sumataera Utara.
b.Atol (atoll) adalah terumbu tepi yang berbentuk seperti cincin
dan di tengahnya terdapat goa (danau).
c.Terumbu penghalang (barrier reef) serupa dengan karang tepi, dengan kekecualian jarak
antara terumbu karang dengan garis pantai cukup jauh, dan umumnya dipisahkan
oleh perairan yang dalam.
d.Terumbu
gosong (patch reef), seperti gosong di pulau Poncan Gadang,Kota
Sibolga.
Terumbu karang yang baik memberi manfaat sebagai : (1) sebagai penahan ombak,
melindungi daratan dari gelombang dan
badai,(2) sumber makanan bagi manusia :ikan, ekinodermata, molusca,
penyu laut, rumput laut dan lainnya,(3) kebutuhan
industri : alga, cangkang kima, cangkang penyu, kerang batu, kerang mutiara, ikan hias, (4) wisata bahari :
keindahan kawasan pesisir, sinar matahari, memancing, snorkeling, diving, (5) merupakan
rumah untuk berbagai jenis hewan dan tumbuhan laut, (6) melindungi ikan-ikan
kecil dan makhluk hidup lainnya dari serangan pemangsa, (7) tempat berlindung
biota laut dari ombak dan arus yang besar, (8) penyedia makanan untuk
berbagai jenis ikan, udang, kima, kerang dan cumi-cumi, (9) tempat
berkembang biak dan tumbuh dewasa berbagai biota laut lainnya, (10) terumbu
karang yang sehat menghasilkan tangkapan ikan empat kali lebih banyak dari
terumbu karang yang rusak, (11) sumber protein, setengah dari jumlah protein
alami Indonesia berasal dari laut, (12)
sebagai reservoir hydrocarbon
(minyak dan gas bumi), (13) menjaga suhu bumi agar tetap konstan melalui
mekanisme siklus energi, (14) ekosistem produksi karbon yang paling tinggi, dan
(15) pengembangan ilmu pengetahuan.
Tutupan terumbu karang yang baik memberi
sumbangan 80.800 ton ikan tiap kilometer
persegi secara terus menerus (Ikawati, 2001; Dahuri 1999) sedangkan karang
rusak 2-5 ton ikan/km2/tahun (Effendi, 1997). Pengambilan terumbu karang per kilometer persegi
memberi keuntungan sebesar US$ 121.000
bagi pengambil terumbu karang, tetapi menimbulkan kerugian kepada
masyarakat US$ 93.600, kerugian perikanan US$ 12.000 – 260.000, kerugian
proteksi wilayah pesisir, US$ 2.900-
48.900 , kerugian nilai pariwisata, US$ 67.000 serta kerugian yang tidak
dapat dihitung karena kehilangan pangan
dan keanekaragaman hayati (Dahuri, 1999).
Kondisi terumbu
karang di Indonesia
terus mengalami degradasi. Menurut Dahuri (1999) tutupan terumbu karang Indonesia
yang sangat baik hanya 5,3 persen, kondisi
baik 21,7 persen, kondisi sedang
33,5 persen dan rusak 39,5 persen. Untuk
wilayah Indonesia bagian barat hanya
tinggal 3,93 persen kondisi sangat baik
, kondisi baik 19,10 persen, kondisi
sedang 28,09 persen dan 48,88 persen kondisi rusak. Untuk pantai barat
Sumataera Utara, tutupan terumbu karang
hidup (Kraf, 2001) hanya antara 8,5 persen sampai 17 persen.
Penyebab kerusakan
terumbu karang diantaranya : (1).Penambangan karang untuk bahan bangunan kapur,
(2).Penangkapan ikan dengan bahan peledak, racun, bubu, jaring dan eksploitasi
berlebih,(3).Pencemaran minyak bumi,
limbah industri dan rumah tangga, (4).Pengembangan daerah
wisata, (5).Pembangunan pantai
dan pesisir, (6).Erosi dan sedimentasi,(7).Perdagangan karang, (8).Buangan herbisida, pestisida dan pupuk ke perairan, (9).Pembuatan bangunan
di pantai atau laut, (10).Pengambilan untuk cendramata dan industri akuarium,
(11).Perumahan arus air laut karena pembangunan dinding pemecah ombak, dermaga,
jalan, dan lain-lain, (12).Penambatan
jangkar kapal, (13).Menginjakkan
kaki di atas terumbu karang, (14).Kegiatan industri lepas pantai
(penambangan migas, penambangan pasir,
penggalangan kapal, buangan limbah padat, tumpukan minyak), (15).Hewan Crowns of Thron atau Bulu Seribu yang memakan terumbu karang,
(16).Perubahan iklim, kenaikan atau penurunan suhu, (17).Peristiwa geologi seperti gunung berapi, dan (18).Pencemaran zat beracun dan radioaktif.
Abrasi dan kerusakan terumbu karang
Salah satu fungsi utama terumbu karang, sebagai penahan ombak,
melindungi daratan dari gelombang dan
badai. Terumbu karang yang rusak, akan menyebabkan fungsi sebagai
benteng pulau akan berkurang dan bahkan tidak berfungsi sama sekali. Menurut
Whitten (1987) di samudera yang dalam, tinggi gelombang adalah seperduabelas
panjang gelombangnya. Namun ketika gelombang mendekati permukaan yang dangkal,
maka gesekan pada pangkal/dasar laut akan memperpendek panjang gelombang dan
puncak gelombang dipaksa untuk mencapai ketinggian maksimal.
Gelombang yang berpuncak tajam ini akan pecah ketika
ketinggiannya mencapai perbandingan 3 : 4 dengan kedalaman laut. Oleh karena itu gelombang nampak pecah dan banyak
energi hilang agak jauh dari tepi pantai. diatas lereng terumbu karang . Secara
kasat mata kawasan perairan kelihatan memutih, maka dapat dipastikan bahwa
kawasan tersebut tempat gelombang pecah dan di bawahnya berada terumbu karang
yang dangkal.
Apabila terumbu
karang rusak, maka cekungan laguna terumbu karang akan berubah menjadi pantai
yang landai, sebagian karena bibir terumbu karang telah hilang. Akibatnya
gelombang yang biasanya pecah pada paparan terumbu karang, maka gelombang baru
pecah setelah mendekati pantai.
Pada terumbu karang
yang masih baik energi gelombang akan
diserap, sehingga mengurangi hempasan gelombang (gelombang lemah) ke pantai. Pada terumbu karang yang sudah
rusak, energi gelombang ini tidak lagi diserap oleh terumbu karang, akibatnya
energi gelombang yang sampai ke pantai cukup tinggi, membentuk gejolak air pada
pantai yang mengakibatkan pengikisan garis pantai.
Kondisi
terumbu karang yang baik dan yang rusak, dan hubungannya dengan erosi pantai
dapat terlihat pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. a.
Bagian atas terumbu karang yang masih baik
b. Bagian bawah terumbu karang yang rusak
dengan erosi pantai
Pada terumbu karang yang rusak, gelombang laut bukan
saja membawa pasir pantai yang berarti abrasi pantai sepanjang hari, tetapi
juga pasir pantai yang terbawa akan mengotori perairan secara langsung akan
meningkatkan kerusakan terumbu karang karena partikel pasir akan menutupi polip dan akhirnya akan mematikan terumbu karang.
Demikian juga bagi tunas dan larfa yang akan tumbuh tidak sempat berkembang
akibat tertutup pasir. Dengan demikian
terjadi proses percepatan kerusakan terumbu karang dan abrasi pantai.
Salah satu
alternatif penahan abrasi alami pantai pulau-pulau kecil adalah perbaikan
kondisi terumbu karang dengan menggunakan terumbu karang buatan (reef breisi akwater). Yang
harus diingat, bila fungsi utama artificial
reef ini untuk pemecah gelombang
untuk mengatasi abrasi pantai, ketinggian terumbu karang buatan dengan panjang
gelobang yang mau dipecahkan. Apabila perbandingan iini tidak mencapai 3: 4
maka gelombang tidak akan pecah pada puncak articial reef.
Penutup
Kerusakan terumbu karang di pantai barat Sumatera Utara telah
menyebabkan beberapa pulau mengalami abrasi pantai. Misalnya pulau pulau
Sarudik, pulau Poncan Gadang (sebelah timur), pulau Unggeh, pulau Panjang dan
lainnya. Beberapa pulau bahkan dalam kondisi kritis seperti pulau Pane (Barus)
yang mengalami abrasi puluhan meter tiap tahun, pulau Kapecong di Mandailing
Natal dari luas semula 15 ha sekarang tinggal 5 ha, pulau Poncan Ketek di Kota Sibolga yang tinggal separo serta
beberapa bagian pulau telah terputus. Apabila kondisi terumbu karang ini tidak
diperbaiki, maka pulau-pulau kecil ini akan tenggelam. Mari kita selamaatkan
terumbu karang, berarti ikut menyelamatkan pulau-pulau kecil.
No comments:
Post a Comment