Konservasi Ikan Endemik "Terubuk"

   Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si

Dosen ITM dan Ketua LPBI NU-SU

Bila anda ke Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara-Indonesia, singgah dan makan sebuah rumah makan. Anda  mengambil seekor ikan terubuk atau memilih  gulai telur ikan, berapa harganya? Anda memesan 1 batang lemang telur Ikan Terbukuk? Rumah makan dan anda menilainya pasti dibawah Rp.100.000 bahkan dibawah Rp.50.000. Itulah “nilai pasar” dari seekor ikan. Padahal para ahli lingkungan dan aktifis lingkungan menilai seekor ikan bukan berdasarkan harga pasar tapi nilai sumberdaya alamnya dengan metoda valuasi ekonomi. Nilai valuasi ekonomi bisa ratusan  kali dari nilai ekonominya.

Sumberdaya alam adalah aset (natural asset) selain menyediakan barang yang dapat dimanfaatkan  secara langsung, juga menghasilkan jasa yang tidak bisa dinilai melalui mekanisme pasar. Jasa sumberdya alam dapat dianalisis berdasarkan pemanfaatan dan derajat barang.          Nilai pasar sumberdaya alam adalah nilai konsumsi atau pemanfaatan sumberdaya alam  dilakukan. Misalnya sumberdaya ikan  dapat  dimanfaatkan untuk menghasilkan produksi, ikan  dijual ke pasar (marketable output) atau  sumberdaya ikan dimanfaatkan untuk rekreasi.

Price tag  SDA

Ketika sumberdaya ikan dimanfaatkan untuk rekreasi, maka  outputnya berbeda. Nilai sumberdaya ikan, bukan lagi  sebatas ikan yang dijual dalam bentuk uang, tapi kepuasan rekreasi yang tidak terukur dengan uang (pasar). Penilaian harga sumberdaya alam sepeti ini disebut “ valuasi ekonomi”.

            Derajat sifat barang publik  dari sumberdaya alam, adalah kendali  terhadap akses sumberdaya . Misalnya pemanfaatan jasa oleh suatu pihak akan mempengaruhi pemanfaatan oleh pihak lain? Ketiadaan kendali terhadap akses sumberdaya tidak berarti  bahwa semua pihak akan menilai sumberdaya dengan penilaian yang sama.

Barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung bagi kebutuhan manusia. Manfaat langsung dapat berupa komoditas maupun jasa yang dapat dkonsumsi langsung oleh manusia. Manfaat tidak langsung dapat berupa manfaat dari fungsi-fungsi ekologis yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Misalnya pencegah banjir, penjaga keseimbangan ekosistem, penyediaan keanekaragamanan hayati dan lainnya. Sumerdaya alam memilik nilai yang tinggi baik nilai ekonomis maupun nilai ekologis bagi kelangsungan hidup manusia.

Secara formal konsep ini disebut sebagai keinginan untuk membayar (willingness to pay) seeorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem bisa di “terjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter dari barang dan jasa. Sebagai contoh, jika ekosistem mengalami kerusakan akibat polusi, maka nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan dapat diukur dari keinginan seseroang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali ke aslinya atau mendekati bentuk aslinya.

Memang benar diakui, ada kelemahan dalam pengukuran  keinginan membayar ini. Misalnya, meskipun sebagian barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dapat  diukur nilainya karena diperdagangkan  sebagian lagi seperti keindahan pantai atau laut, kebersihan, keaslian alam tidak diperdagangkan sehingga tidak atau sulit diketahui  nilainya karena masyarakat tidak membayarnya secara langsung.

 Selain itu, karena masyarakat tidak familier dengan cara jasa seperti ini, keinginan membayar mereka juga sulit diketahui. Walaupun demikian, dalam pengukuran nilai sumberdaya alam, tidak selalu bahwa nilai tersebut diperdagangkan untuk mengukur nilai moneternya. Yang diperlukan disini adalah pengukuran seberapa besar keinginan  kemampuan membayar (purchasing power) masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa dari sumberdaya. Sebaliknya bisa pula diukur dari sisi lain, yakni  seberapa besar masyarakat harus diberikan konpensasi  untuk menerima pengorbanan atas hilangnya barang dan jasa dari sumberdaya alam dan lingkungan.

Pengertian nilai (value) khususnya yang menyangkut barang dan jasa  yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan memang bisa saja berbeda bila dipandang dari perspektif berbeda. Sebagai contoh, dari sisi ekologi misalnya nilai dari satu kawaasan lindung bisa berarti pentingnya kawasan tersebut sebagai tempat produksi  bagi speseies ikan tertentu atau fungsi ekologis lainnya. Dari sisi konservasi kawasan lindung memiliki arti bagi pelestarian keanekaragaman hayati serta perlindungan spesies tertentu. Perbedaan mengenai konsep nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan dalam memahami pentingnya suatu ekosistem.

Ikan Terubuk

Para ahli ekonomi sumberdaya alam dan aktifis lingkungan, menilai seekor ikan  sebagai produk sumberdaya alam dengan nilai sumberdaya alam.  Salahsatu alat ukur yang mudah dengan memberikan harga  “price tag” terhadap sumberdaya alam.        Secara umum nilai ekonomi sumberdaya alam didefenisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya.

Ikan Terubuk (Tenualosa ilisha) adalah ikan dengan Kelas Actinopterygii, Ordo Clupeiformes, Famili Clupeidae, Genus Tenualosa, Spesies Tenualosa ilisha dengan nama lokal Ikan Terubuk atau Pias.  Ciri umum ikan Terubuk: 1. Tubuh umumnya memanjang ramping (streamline), 2. Memiliki tapis insang (gill raker), 3. Badan polos (tidak ditemukan bintik hitam di sepanjang tubuhnya), 4. Sirip ekor panjang dan merucing, 5. Panjang tubuh maksimum ltotctllength) 72 cm dan 6. Tubuh berwarna  keperakan. Habitat Penyebaran di Indonesia, ikan Terubuk dewasa hidup di perairan laut dan melakukan  ruaya pemijahan ke perairan tawar dj Daerah Aliran sungai Barumun, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi sumatera utara.

Konservasi Ikan Terubuk

Ikan Terbuk perlu dijaga keberadaan dan ketersediaannya, agar  Ikan   pada habitat  alaminya di perairan Kabupaten Labuhanbatu tetap tersedua dan lestari. Salah satu upaya yang terbaik dilakukan dengan melakukan konservasi Ikan Teruruk . Melalui bergai kajian dan usulan konservasi Ikan Terbuk, maka Pemerintah telah menetapkan konservasi Ikan Terubuk di Sungai dan anak sungai Barumun, Sumatera Utara.

 Melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 34/KEPMEN-KP/2016 tertanggal 2 Agustus 2016, pemerintah menetapkan Status Perlindungan Terbatas Ikan Terubuk  sebagai jenis ikan yang dilindungi. Sebagai perlindungan terbatas, maka perlindungan Ikan Terubuk dilakukan untuk periode waktu dan wilayah sebaran tertentu. Perlindungan terbatas untuk wilayah sebaran tertentu, yaitu sepanjang jalur ruaya pemijahan Ikan Terubuk di Daerah Aliran Sungai Barumun- dengan peta dan titik koordinat yang telah ditetapkan.

Perlindungan terbatas untuk periode waktu tertentu meliputi larangan penangkapan Ikan Terubuk saat pemijahan selama 6 (enam) hari saat peralihan bulan gelap ke bulan terang (tanggal 5 sampai dengan tanggal 10 kalender hijriah) pada bulan  Januari sampai  dengan bulanApril setiap tahunnya. Demikian juga larangan penangkapan Ikan Terubuk saat  pemijahan selama 6 (enam) hari saat peralihan bulan terang ke bulan gelap (tanggal 20 sampai dengan tanggal 25 bulan hijriah) pada bulan Januaari simpai dengan bulan April setiap tahunnya.

Perindungan terbatas Ikan Terubuk ini berlaku sepernuhnya, dengan pengecualian terhadap ketentuan perlindungan terbatas diperbolehkan untuk kegiatan  penelitian dan pengembangan. Perlindungan terbatas untuk wilayah sebaran tertentu, yaitu sepanjang jalur ruaya pemijahan Ikan Terubuk di Daerah Aliran Sungai Barumun.

            Semoga dengan penetapan Kawan Perlindungan Terbatas  Ikan Terbuk, akan menjaga kelestarian Ikan Terbuk di Labuhan Batu, Sumatera Utara. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pemerintah Provinsi mengusulkan Perlindungan Terbatas untuk Ikan Batak di Sungai Asahan, perlindungan Penyu di Sorkam, perlindungan Tiram di Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kerang Anak Dara di Asahan. Dengan demikian, tidak akan ada biota endemik dan dilindungi yang akan akan punah di Sumatera Utara. Setuju, kan....

Tulisan ini telah dimuat pada Surat Kabar Perestasi Reformasi di Medan, Indonesia, Nomor 542, tanggal 6 Agustus 2018, halaman 6, kolom 1-7

CONSERVATION OF "MIXED" ENDEMIC FISH

Dr.Ir.Hamzah Lubis, SH., M.Sc.

ITM lecturer and LPBI Chairman NU-SU

If you go to Labuhan Batu, North Sumatra-Indonesia Province, stop by and eat a restaurant. You take a crushed fish or choose fish egg curry, how much is it? Do you order 1 stick of Lemang Telur Bench Fish? The restaurant and you judge it must be under Rp.100,000 even below Rp.50,000. That is the "market value" of a fish. Whereas environmentalists and environmental activists assess a fish not based on market prices but the value of its natural resources by economic valuation methods. Economic valuation values ​​can be hundreds of times the economic value.

Natural resources are assets (natural assets) besides providing goods that can be used directly, also producing services that cannot be assessed through market mechanisms. Natural resource services can be analyzed based on the use and degree of goods. The value of the natural resource market is the value of consumption or use of natural resources. For example fish resources can be used to produce production, fish are sold to the market (marketable output) or fish resources are used for recreation.

Price tag Natural Resources

When fish resources are used for recreation, the output is different. Value of fish resources, no longer limited to fish sold in the form of money, but recreational satisfaction that is not measured by money (market). Assessment of natural resource prices is called "economic valuation".

The degree of the nature of public goods from natural resources is the control of access to resources. For example, the use of services by a party will affect the utilization by others? The lack of control over access to resources does not mean that all parties will assess resources with the same assessment.

Goods and services produced from natural resources provide benefits both directly and indirectly for human needs. Direct benefits can be in the form of commodities or services that can be consumed directly by humans. Indirect benefits can be in the form of benefits from ecological functions generated from natural resources. For example prevention of flooding, guarding ecosystem balance, providing biodiversity and others. Sumerdaya alam has a high value both economic value and ecological value for human survival.

Formally this concept is referred to as the desire to pay (willingness to pay) someone to the goods and services produced by natural resources and the environment. By using this measurement, the ecological value of the ecosystem can be "translated" into the language of the economy by measuring the monetary value of goods and services. For example, if the ecosystem is damaged by pollution, the value lost due to environmental degradation can be measured by the desire of an individual to pay for the environment to return to its original or close to its original form.

It is true that there are weaknesses in measuring this willingness to pay. For example, even though some of the goods and services produced from natural resources can be measured because they are traded in part, such as the beauty of the beach or sea, cleanliness, the authenticity of nature is not traded, so it is not difficult to know its value because the people do not pay it directly.

In addition, because people are not familiar with this type of service, their willingness to pay is also difficult to know. However, in measuring the value of natural resources, it is not always that the value is traded to measure its monetary value. What is needed here is a measurement of how much you want the ability to pay (purchasing power) of the community to obtain goods and services from resources. Conversely, it can also be measured from the other side, namely how much the community must be compensated to receive sacrifices for the loss of goods and services from natural resources and the environment.

Understanding values, especially those concerning goods and services produced by natural resources and the environment, can indeed be different if viewed from a different perspective. For example, in terms of ecology, for example the value of one protected area can mean the importance of the area as a production place for certain fish species or other ecological functions. In terms of conservation protected areas have meaning for the preservation of biodiversity and the protection of certain species. The difference regarding the concept of value will certainly make it difficult to understand the importance of an ecosystem.

Broken Fish

Natural resource economists and environmental activists, assess a fish as a natural resource product with the value of natural resources. One of the easy measuring tools is by giving a price tag to natural resources. In general the economic value of natural resources is defined as the measurement of the maximum number of people wanting to sacrifice goods and services to obtain other goods and services.

Terubuk Fish (Tenualosa ilisha) are fish with Class of Actinopterygii, Order Clupeiformes, Family Clupeidae, Genus Tenualosa, Species of Tenualosa ilisha with the local name of Terubuk Fish or Pias. Characteristics of Terubuk fish: 1. The body generally extends slender (streamlined), 2. Has gill filter (gill raker), 3. Plain body (no black spots found along its body), 4. Long and curing tail fin, 5. Length maximum body ltotctllength) 72 cm and 6. silvery body. Distribution Habitats in Indonesia, Adult Broken fish live in marine waters and perform spawning to freshwater in the Barumun River Basin, Labuhanbatu Regency, North Sumatra Province.

Broken Fish Conservation

Opened fish need to be maintained their existence and availability, so that fish in their natural habitat in the waters of Labuhanbatu Regency remain available and sustainable. One of the best efforts is done by conserving the Worst Fish. Through socializing studies and conservation proposals for Opened Fish, the Government has determined the conservation of Terukuk Fish in the River and Barumun tributaries, North Sumatra.

 Through the Decree of the Minister of Maritime Affairs and Fisheries of the Republic of Indonesia Number 34 / KEPMEN-KP / 2016 dated August 2, 2016, the government determined the Limited Protection Status of Terubuk Fish as protected fish species. As limited protection, the protection of the Teruk Fish is carried out for a certain period of time and area. Protection is limited to certain areas of distribution, namely along the spawning paths of Broken Fish in the Barumun River Basin - with maps and coordinates that have been set.

Limited protection for a certain period of time includes the prohibition on catching Teruk Fish during spawning for 6 (six) days during the transition from the dark to the bright moon (the 5th to the 10th of the hijri calendar) in January to April every year. Likewise, the prohibition on catching Teruk Fish during spawning for 6 (six) days during the transition of the bright moon to the dark moon (the 20th to the 25th of the hijri month) in January the hoop with April each year.

Limited protection of the Teruk Fish is fully applicable, with the exception of the limited protection provisions allowed for research and development activities. Protection is limited to certain areas of distribution, that is, along the spawning path of Broken Fish in the Barumun River Basin.

Hopefully with the determination of the Friend of Limited Protection of the Opened Fish, it will maintain the sustainability of the Opened Fish in Labuhan Batu, North Sumatra. It is expected that in the not too distant future, the Provincial Government proposes Limited Protection for Batak Fish in the Asahan River, protection of turtles in Sorkam, protection of oysters in Tapian Nauli, Central Tapanuli District and Kerang Anak Dara in Asahan. Thus, there will be no endemic and protected biota that will become extinct in North Sumatra. Agree, right ...

This article has been published in the Reformation Perestation Newspaper in Medan, Indonesia, Number 542, August 6, 2018, page 6, column 1-7