MK.AEE-9. ENERGI FOSIL DAN KOTOR

Peran energi dalam membangun peradaban manusia tidak dapat diabaikan. Sayangnya, baik masyarakat maupun pengambil kebijakan kerap kali lupa bahwa sumber energi disediakan oleh alam. Alam juga berperan dalam menetralisasi limbah dari aktivitas ekonomi manusia. Eksploitasi selama berabad-abad terhadap berbagai sumber daya alam terutama sumber-sumber energi fosil-akibat tingginya hasrat manusia untuk terus meningkatkan kesejahteraan ekonomi justru menurunkan kemampuan alam dalam menjamin keberlangsungan kehidupan di bumi. Baik negara maju maupun negara berkembang memiliki pandangan bahwa laju pertumbuhan harus dipacu demi menjaga ketersediaan lapangan kerja.
Degradasi alam serta ketergantungan terhadap sumber energi fosil tidak terelakkan. Ketergantungan tersebut terlihat dari besarnya peran bahan bakar fosil dalam perekonomian, sehingga kejutan (shock) baik di sisi permintaan maupun penawaran akan berdampak terhadap arus investasi dan perdagangan, bahkan kondisi sosio-politik. Hal tersebut mendorong dilakukannya efisiensi energi (di sisi permintaan) dan pemanfaatan energi alternatif  (di sisi penawaran) . Data dalam buku ini menunjukkan bahwa penurunan intensitas energi mulai terjadi, terutama di negara-negara maju. Namun, tidak dapat diingkari bahwa saat ini sekitar 1,5 miliar penduduk masih hidup di bawah garis kemiskinan. Ketika kesejahteraan mereka meningkat, konsumsi energi mereka tentu juga bertumbuh. Maka, tantangan riil yang harus dihadapi pembuat kebijakan adalah menyediakan sumber energi dalam kuantitas yang cukup dengan harga terjangkau serta aman bagi lingkungan.
 Ketersediaan energi ramah lingkungan sudah tidak dapat ditunda lebih lama, mengingat produksi dan konsumsi energi fosil memiliki peran terpenting dalam perubahan iklim. Pembakaran sumber energi fosil melahirkan emisi karbon dioksida (CO2), yang merupakan kontributor utama "gas rumah kaca" (GRK), sehingga meningkatkan suhu permukaan bumi. Data emisi CO2 menunjukkan perkembangan memprihatinkan. Pada pertengahan tahun 2013, emisi GRK telah mencapai titik tertinggi dalam kurun waktu sekitar 2 juta tahun, dengan pembakaran sumber energi fosil, baik untuk elektrifikasi maupun transportasi, menjadi sumber penyebabnya. Selain berdampak bagi iklim, hasil kajian mengungkapkan bahwa perubahan iklim juga berdampak buruk bagi sektor energi itu sendiri.
Semakin nyatanya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim mendorong gerakan global untuk mengorientasikan kembali pola pembangunan, dari yang terfokus pada akselerasi pertumbuhan menjadi pertumbuhan berkelanjutan. Berbagai lembaga dunia juga lebih jauh mengelaborasi beragam dampak kerusakan lingkungan terhadap produktivitas ekonomi maupun  kesehatan manusia, termasuk di Indonesia. Kampanye global pembangunan berkelanjutan pun digalakkan sambil membeberkan serangkaian fakta ilmiah. Alhasil, masyarakat dunia mulai menyuarakan diberlakukannya model sistem ekonomi alternatif, yang memasukkan lingkungan alam sebagai salah satu faktor modal, seperti halnya kapital dan tenaga kerja dalam tatanan ekonomi.
Secara konseptual, pentingnya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan kelestarian lingkungan mudah dipahami. Namun, pada tahap pelaksanaan, tantangannya tidak semudah yang diperkirakan banyak orang. Pengambil kebijakan ber anggapan bahwa mereka dihadapkan pada pillihan (trade-off) antara memerangi kemiskinan melalui percepatan pertumbuhan ekonomi versus pelestarian lingkungan. Pencinta lingkungan meyakini bahwa mengejar pertumbuhan akan berdampak buruk bagi lingkungan. Oleh sebab itu, harus ada regulasi yang ketat terhadap aktivitas-aktivitas ekonomi.
Di sisi lain, terdapat pula pihak yang berpendapat bahwa pertumbuhan merupakan syarat perlu untuk meningkatkan kesejahteraan, dan kondisi ekonomi yang lebih sejahtera akan menjamin kelestarian lingkungan. Konsekuensinya, deregulasi justru harus ditempuh untuk mendorong kegiatan-kegiatan ekonomi. Keyakinan ini didasarkan pada fakta bahwa negara-negara yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan pada umumnya adalah negara dengan perekonomian maju. Ketika belum mencapai tingkat kemakmuran, kepedulian mereka terhadap lingkungan juga rendah, yang terlihat dari tingginya tingkat polusi di beberapa kota besar dunia. Fenomena ini kemudian dikenal sebagai Kurva EKC (Environmental Kuznet Curve), yakni kurva yang menggambarkan bahwa kesadaran lingkungan akan meningkat ketika masyarakat sudah memiliki pendapatan per kapita cukup tinggi.
Para ahli kemudian melakukan berbagai kajian empiris untuk menguji validitas di antara kedua kredo tersebut. Sayangnya, berbagai hasil studi di berbagai waktu dan tempat memberikan hasil yang tidak mutlak, sehingga perdebatan terus berlangsung. Kabar baiknya, terdapat pemikiran untuk mengakomodasi pelestarian lingkungan sekaligus pertumbuhan. Berbagai hasil kajian mengungkapkan bahwa regulasi justru dapat meningkatkan kinerja ekonomi, sepanjang aturan-aturan yang berlaku bersifat pasti, jelas, dan tidak kerap berubah. Regulasi itu sendiri dapat diterapkan dalam berbagai wujud, namun intinya adalah mem- berikan disinsentif bagi pencemar lingkungan. Salah satu bentuk yang paling populer diberlakukan di negara-negara maju adalah melalui pembebanan pajak tambahan terhadap barang-barang penyebar polutan. Beberapa negara Eropa telah sukses mengurangi emisi CO2 melalui instrumen ini.
Dalam kasus energi, untuk menurunkan akselerasi polusi sambil menjaga stabilitas pasokan, Pemerintah juga dapat mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Secara umum, EBT berdampak baik terhadap lingkungan. Namun, buku ini juga menyajikan berbagai potensi efek negative dari pemanfaatannya, yang tidak banyak diketahui masyarakat. Meski berdampak negatif, peran EBT dalam bauran energi global terus meningkat. Berbagai negara di dunia, terutama negara-negara maju sudah memanfaatkan sumber energi terbarukan. Untuk negara-negara berkembang, tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat kendala signifikan untuk mengembangkan EBT. Ke depan, berbagai hambatan yang merintangi pemanfaatan EBT diharapkan dapat diatasi, sehingga energi murah dan bersih dapat disediakan dalam jumlah memadai.
Pentingnya peran energi dalam pembangunan berkelanjutan, di satu sisi, dan masih terbatasnya pasokan energi bersih, di sisi lain, membuat intensitas diskusi seputar energi semakin tinggi di forum-forum global terkait pembangunan berkelanjutan, lingkungan, dan perubahan iklim. Dalam berbagai pertemuan, kerap terjadi perdebatan antara kelompok negara maju dan grup negara berkembang, yang salah satunya dipicu oleh kebijakan energi. Negara-negara maju sudah mulai mengembangkan EBT sedangkan negara berkembang melihat bahwa sebagai sumber energi murah, bahan bakar fosil harus tetap "dibela", termasuk melalui pemberian subsidi, yang pada akhirnya menghambat pengembangan EBT.
Namun, dari perbedaan pandangan antara Kelompok Utara (negara maju) dan Selatan (negara berkembang) tersebut, beberapa kesepekatan terkait energi dapat dicapai. Pada per- temuan pertama di Swedia tahun 1972 bertajuk "United Nations Conference on the Human Environment", terlihat bahwa negara-negara mulai menekankan pentingnya menaruh perhatian terhadap kondisi sumber-sumber daya alam di tengah upaya untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Langkah awal yang diperlukan adalah tersedianya informasi tentang dampak lingkungan dari aktivitas produksi maupun konsumsi energi fosil.
Pasca-pertemuan tersebut, negara-negara maju memperoleh kemajuan signifikan dalam bidang lingkungan melalui legislasi kebijakan domestik dan berbagai program. Manfaat dari upaya- upaya tersebut dapat dirasakan pada akhir dekade 1980-an, seperti meningkatnya kualitas air dan udara. Di lain pihak, kondisi lingkungan di negara-negara berkembang terus memburuk. Ini terlihat dari semakin tingginya polusi di perkotaan, deforestasi, erosi tanah serta menjangkitnya penyakit yang bersumber dari air. Di negara-negara berhaluan sosialis-komunis, masalah lingkungan bahkan lebih parah akibat ketiadaan kebebasan bagi masyarakat untuk menyuarakan kepentingan lingkungan dan memperoleh informasi.
Pada pertemuan kedua di Rio de Janeiro 20 tahun kemudian, isu terkait energi mencakup dimensi yang lebih luas. Pertama, mulai adanya tekanan untuk mengurangi intensitas konsumsi energi. Kedua, aspek kebijakan sudah mulai disentuh, yakni perlunya langkah penetapan insentif harga sehingga dapat mempengaruhi perubahan perilaku konsumen. Ketiga, negara-negara perlu mendorong lahirnya sistem energi berkelanjutan. Keempat, para pengambil kebijakan juga sudah mulai diingatkan tentang pentingnya pemanfaatan energi alternatif. Hal yang tidak kalah penting adalah implementasi transisi energi di perdesaan, yang pada umumnya merupakan kantong kemiskinan.
Konferensi Rio ini menghasilkan Agenda 21, yang dianggap mampu menunjukkan perkembangan signifikan dibanding hasil Pertemuan Stockholm. Di Stockholm, para peserta masih berkutat pada pentingnya penelitian untuk memahami dampak lingkungan energi fosil. Sedangkan di Rio, para delegasi sudah mulai meyakini pentingnya transisi pola konsumsi energi fosil, baik melalui instrumen fiskal berupa kebijakan subsidi maupun pengembangan energi baru terbarukan (EBT) demi menjaga kualitas lingkungan. Fitur lain dari Pertemuan ini adalah terjadinya penandatanganan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang menunjukkan bahwa negara-negara sudah menyadari ancaman perubahan iklim.
Pertemuan akbar seputar pembangunan berkelanjutan berikutnya terjadi di Johannesburg pada tahun 2002. Terdapat beberapa poin penting dari pertemuan ini. Pertama, energy  dipandang  sama pentingnya dengan kebutuhan dasar manusia lainnya, seperti halnya air bersih, kebutuhan papan, kesehatan, makanan, keamanan, dan keanekaragaman hayati. Kedua, mengingat demikian vitalnya peran energi, maka akses terhadap energi murah dan bersih harus dapat diperoleh semua penduduk bumi. Ketiga, selain energi untuk perumahan dalam benfuk elektrifikasi, didiskusikan pula energi untuk transportasi, unfuk menjamin mobilitas manusia demi peningkatan aktivitas ekonomi. Keempat, perlunya peningkatan pemanfaatan energi yang berasal dari sumber tak terduga sebelumnya, yakni limbah serta pengembangan teknologi energi inovatif lainnya dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan kaum wanita dan anak-anak di perdesaan. Kelima, negara-negara maju diingatkan untuk memberikan bantuan bagi negara-negara berkembang dalam penyediaan energi alternatif.
Jika dibandingkan dengan konferensi sebelumnya, Pertemuan Johannesburg mengharapkan aksi komunitas yang lebih konkret dalam hal produksi dan konsumsi energi. Hal lain yang patut dicatat adalah bahwa konferensi ini menghasilkan sebuah tipe perjanjian yang melibatkan aktor-aktor non-negara, seperti organisasi masyarakat sipil. Langkah ini diperlukan untuk mempercepat implementasi perjanjian-perjanjian yang telah disepakati pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Kolaborasi antara pihak negara dan non-negara memang perlu diwujudkan mengingat pembangunan berkelanjutan tidak dapat dicapai tanpa kerja sama di antara semua sektor dalam masyarakat global. Selain itu, lahirnya kemitraan ini mencerminkan bahwa peran komunitas masyarakat sipil di panggung internasional semakin diakui.
Pertemuan berikutnya kembali diadakan di Rio de Janeiro pada tahun 2012. Inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah masalah energi menjadi prioritas dalam meja perundingan global. Dapat dikatakan, Konferensi Rio+20 ini menjadi tonggak bersejarah bagi pembahasan isu energi, mengingat energi menjadi salah satu dari tujuh masalah yang paling genting untuk dibahas, selain lapangan pekerjaan, pembangunan perkotaan, air, lautan, pangan serta bencana alam. Energi berperan secara langsung dalam penciptaan lapangan pekerjaan, keamanan, perubahan iklim, produksi pangan serta peningkatan pendapatan. Dengan demikian, akses terhadap energi menjadi hal yang mutlak dan keberlanjutan energi diperlukan untuk memperkuat perekonomian, melindungi ekosistem sambil mencapai kesetaraan.
Salah satu hasil utama terkait energi dari Konferensi ini adalah lahirnya prakarsa Sustainable Energy for All (SEALL) oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertujuan memperluas akses terhadap energi modern, meningkatkan efisiensi energi serta mendorong pengembangan EBT, Untuk mendukung gagasan ini, negara-negara maju dan dunia bisnis berkomitmen menyediakan bantuan. Amerika Serikat, misalnya, menyediakan dana sebesar US$2 miliar dalam bentuk hibah, pinjaman, dan jaminan pinjaman (loan guarantees). Dengan demikian, gagasan mewujudkan energi bersih berkelanjutan sebenarnya telah memperoleh dukungan politis yang sangat besar, yang secara otomatis menjadi magnet bagi investasi dunia usaha.
Konferensi itu sendiri menghasilkan beberapa kesepakatan penting, yang tertuang dalam dokumen berjudul "The Future We Want". Pertama, negara-negara harus berkomitmen menyediakan akses terhadap layanan energi modern bagi 1,4 miliar penduduk dunia, yang sampai saat ini belum memperolehnya melalui mobilisasi pendanaan. Kedua, penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi industri EBT. Ketiga, perlunya langkah peningkatan efisiensi energi dalam penataan perkotaan, bangunan, transportasi serta dalam proses produksi barang dan jasa. Keempat, pernyataan tekad negara-negara untuk mewujudkan inisiatif SE4All sesuai dengan tantangan, kapasitas, keadaan serta bauran energi di masing-masing negara. Kelima, perlunya sistem transportasi publik berkelanjutan. Keenam, mengingatkan kembali negara-negara untuk menerapkan prinsip konsumsi berkelanjutan melalui pengurangan subsidi energi fosil secara bertahap demi upaya konservasi energi sekaligus mengurangi intensitas perubahan iklim.
Seperti disampaikan di muka, energi berperan penting terhadap perubahan iklim. Sebaliknya, perubahan iklim juga dapat berdampak negatif bagi industri energi. Oleh sebab itu, energi selalu mendapat perhatian khusus dalam forum-forum iklim internasional. Meski berbagai konferensi dan pertemuan internasional kerap kali hanya menghasilkan perjanjian atau persetujuan yang tidak mengikat, Uni Eropa, Cina, India, dan AS merupakan contoh negara-negara yang menginisiasi berbagai langkah kebijakan pengurangan GRK di tingkat nasional.
Indonesia sendiri merupakan salah pendorong upaya penanggulangan masalah perubahan iklim secara efektif dengan meratifikasi UNFCCC dan mengadopsi Protokol Kyoto. pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk menciptakan pembangunan nasional yang bersih dan rendah karbon. Selain itu, sebagai bagian dari komunitas dunia, meskipun dikategorikan sebagai negara berkembang yang tidak diwajibkan untuk menurunkan GRK, Indonesia telah berkomitmen untuk secara sukarela dan aktif berkontribusi dalam memerangi pemanasan global. Pemerintah meluncurkan arahan implementasi bagi kementerian teknis, yang disebut sebagai  Rencana Aksi Nasional (RAN). Dalam penyusunan RAN, Bappenas ditugaskan sebagai koordinator dan sekaligus menjalin keda sama dengan Pemerintah Daerah (pemda) dalam rangka pembuatan Rencana Aksi Daerah (RAD).
Hingga kini, terdapat dua payung hukum untuk rencana aksi tersebut. Pertama, untuk RAN-GRK tertuang dalam perafuran Presiden Nomor 61 Tahun 2011. Prinsip dasar yang ditetapkan ialah bahwa RAN-GRK tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan lestari serta perlindungan terhadap masyarakat miskin dan rentan. Program kegiatan RAN-GRK harus terintegrasi dengan rencana pembangunan nasional dan terus diperbarui (update) secara berskala.
Berdasarkan sektor, pengurangan GRK akan diperoleh dari lima sektor utama, yakni kehutanan dan lahan gambut, pertanian, energi dan transportasi, industri dan pengolahan limbah. Melalui kelima sektor tersebut, ada dua skenario yang hendak dicapai pada tahun 2020, yaitu: Pertama, 26 persen dengan usaha sendiri. Kedua, dengan adanya bantuan internasional, di mana akan terjadi pengurangan lebih lanjut sebesar 15 persen, sehingga jumlahnya mencapai 41 persen. Pada tingkat sub-nasional, Pemerintah Daerah juga berkewajiban menyampaikan laporan RAD-GRK kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas.
 Dari sisi pendanaan, dukungan pengurangan emisi GRK diperoleh dari anggaran program pembangunan, transfer ke Pemerintah Daerah serta insentif untuk kegiatan-kegiatan yang menghijaukan, seperti insentif untuk sektor EBT. Dari sisi administratif, terdapat pembagian tugas dan wewenang di antara instansi negara dan bahkan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pemerintah Indonesia melibatkan banyak institusi dalam mewujudkan mekanisme pembangunan bersih (CDM). Di satu sisi, hal ini mencerminkan besarnya tekad Pemerintah. Namun, di sisi lain, tantangan yang tidak mudah ditaklukkan ialah koordinasi antar lembaga. Ini merupakan masalah klasik di Tanah Air.
Pada sektor energi di tanah air, upaya meminimalkan dampak lingkungan dari kegiatan ekstraksi dilakukan melalui pengendalian perizinan. Salah satu langkah konkretnya ialah dengan menerbitkan peraturan terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) serta Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)-Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Amdal tidak dibutuhkan bagi kegiatan usaha yang tidak memiliki dampak penting. Namun, kegiatan terkait eksploitasi, baik mineral batubara, minyak, dan gas bumi, EBT maupun pembangunan pembangkit ketenagalistrikan memiliki dampak penting terhadap lingkungan, meskipun skala atau besaran dari masing-masing aktifitas dapat berbeda-beda.
Penyelenggara negara memandang bahwa sektor minyak dan gas bumi merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional. Namun, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha migas bukan semata-mata berasaskan profitabilitas industri tersebut, namun juga harus berwawasan lingkungan. Mengingat kegiatan di sektor ini berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup, audit secara periodik wajib dilakukan. Lebih jauh, untuk mengendalikan potensi pencemaran, telah diterbitkan pula peraturan menteri terkait Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi, di mana pemantauan air limbah harus dilakukan setiap hari dan dilaporkan secara berkala. Menjaga baku mutu sangat penting, mengingat air limbah dari aktivitas tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain, seperti perikanan, pertanian, pencucian batubara, penyiraman debu, air proses industri, irigasi, peternakan, dan keperluan air baku air bersih.
Di sektor batubara, undang-undang menyatakan bahwa wawasan lingkungan harus menjadi salah satu asas dalam pengelolaan pertambangan. Dari sisi Pemerintah, dalam menetapkan wilayah pertambangan, lingkungan hidup menjadi salah satu aspek yang ikut dipertimbangkan.  Ini sangat mutlak karena, di satu sisi, di antara semua sumber energi fosil, batubara dianggap sebagai sumber energi yang berdampak paling buruk bagi lingkungan. Namun, di sisi lain, ketergantungan Indonesia sangat tinggi mengingat komoditas ini merupakan bahan baku utama dalam proses produksi listrik.
Sebelum usaha pertambangan dijalankan, harus ada studi dampak lingkungan yang benar-benar dapat diandalkan dan pemegang izin kegiatan harus bertanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan hidup, baik pada periode pengusahaan berlangsung maupun pada saat sudah selesai. Untuk memberikan arahan yang jelas, Pemerintah mengeluarkan Indikator Ramah Lingkungan Untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Batubara. Namun, Pemerintah juga tidak menutup kemungkinan terhadap perkembangan teknologi yang dapat meminimalkan dampak lingkungan.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi berwenang mengawasi dan mengevaluasi jika terjadi kerusakan lingkungan akibat kegiatan serta reklamasi lahan pasca-tambang. Jika terjadi pelanggaran yang menyebabkan kerusakan lingkungan, pengelola kegiatan dapat dikenakan sanksi administratif, mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara operasi produksi, hingga pencabutan izin.
Terkait sektor panas bumi, terdapat perubahan yang sangat berpengaruh bagi lingkungan dalam aktivitas eksplorasi dan eksploitasinya, yakni lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi untuk mengamandemen Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Di sana, frasa "pertambangan" atav "penambangan" diubah menjadi "pemanfaatan", sehingga aktivitas pengembangan panas bumi kini dapat dilakukan di dalam areal hutan konservasi. Namun, penyelenggaraan aktivitas panas bumi tetap harus memperhatikan dan memelihara daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta menjaga kesinambungan energi itu sendiri. Untuk menjamin terciptanya kondisi tersebut, penyelenggara kegiatan harus terlebih dahulu memperolehizin dari Pemerintah dan melakukan Amdal sebelum melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan pemanfaatan. Pemegang izin juga harus memiliki rencana aktivitas untuk lingkungan pada masa pasca-tambang.
Selain mengatur kewajiban pemegang izin, kewajiban Pemerintah, baik pusat maupun daerah-juga dipaparkan di dalam undang-undang tersebut. Pemerintah berkewajiban dalam pembinaan dan pengawasan aktivitas pengusahaan panas bumi terkait perlindungan lingkungan dan reklamasi. Dengan demikian, harus ada upaya sistematis dan terpadu untuk mencegah terjadinya pencemaran dan penanganan kerusakan di lingkungan kerja panas bumi akibat aktivitas-aktivitas, seperti pembukaan lahan, pekedaan infrastruktur, pekedaan konstruksi, dan kegiatan pengeboran.
Untuk meningkatkan efektivitas dalam hal pelaksanaannya, terdapat pula sanksi-sanksi administratif pada berbagai tingkatan yang dikenakan jika pemegang izin terbukti melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara aktivitas operasi, hingga pencabutan izin.
Regulasi terkait lingkungan juga diterapkan pada aktivitas pemanfaatan energi dari biomassa. Pemerintah mengeluarkan regulasi yang bertujuan agar pengembangan biofuel tidak menggunakan lahan yang ditujukan bagi produk-produk pertanian. Dalam rangka mengantisipasi dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkannya (seperti kerusakan pada tanah), diperlukan upaya perlindungan terhadap tanah melalui peraturan demi keberlanjutan produksi biomassa itu sendiri sekaligus keberlangsungan kehidupan semua makhluk hidup. Apabila kerusakan telah terjadi, maka harus ada upaya penanggulangannya. Oleh sebab itu, terdapat peraturan mengenai pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa dan penetapan besaran kriteria baku kerusakan tanah, baik di lahan kering maupun basah beserta tata cara pengukurannya. Pemberian izin bagi aktivitas yang diperkirakan menimbulkan dampak besar tentu akan berdasarkan hasil kajian Amdal.
Di sektor energi air, Pemerintah menganggap bahwa ketenagalistrikan merupakan salah satu bentuk pengembangan sumber daya air yang bertujuan bagi peningkatan kemanfaatannya. Dengan demikian, secara implisit Pemerintah sebenarnya mendukung pemanfaatan sumber air untuk pembangunan Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA). Tetapi, ditekankan dengan jelas pula bahwa izin diperlukan dalam pemanfaatan air untuk ketenagalistrikan, mengingat pembangunan pembangkit listrik dapat mengubah kondisi alami air dan memerlukan air dalam kuantitas besar.
Pemerintah juga mengendalikan kegiatan pemanfaatan sumber daya air melalui penentuan zonasi pemanfaatan. Artinya, zona pemanfaatan air tidak dapat dilakukan sesuai kehendak pihak-pihak pemanfaat. Lebih jauh, pemantauan dan pengawasan terhadap ketentuan zonasi akan terus dilakukan supaya pemanfaatan dapat berkelanjutan. Pemanfaatan zona juga didasarkan atas analisis kelayakan lingkungan yang akan menentukan perizinan. Pemegang izin berkewajiban melakukan perbaikan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan yang ditimbulkan. Dalam hal pemegang izin menggunakan air untuk ketenagalistrikan, maka sumber daya air digunakan sebagai media. Dengan demikian, aktivitas tersebut tidak boleh mengakibatkan berkurangnya jumlah air pada sumber air.
Setelah meninjau berbagai aturan terkait pemanfaatan sumber energi, perlu ditinjau potensi dampak lingkungan akibat eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber energi di atas. Meskipun skala dampak lingkungan bisa sangat berbeda-beda tergantung pada besarnya aktivitas dan teknik produksi, namun secara umum aktivitas pertambangan atau pemanfaatan sumber energi tetap saja memberikan efek bagi lingkungan sekitar.
Untuk sektor migas, kegiatan dimulai secara berurutan dari desk study untuk mengidentifikasi letak endapan-endapan minyak, survei udara untuk mempelajari formasi lanskap di wilayah sasaran, survei seismik untuk memperoleh data geologis yang lebih detail, pengeboran, penilaian ekonomis, pengembangan dan produksi, hingga penutupan dan rehabiliitasi.
Aktivitas eksplorasi dan produksi migas memiliki potensi dampak yang beragam terhadap lingkungan, tergantung pada tahapan proses, ukuran dan kompleksitas proyek, sifat dan sensitivitas lingkungan sekitar, efektivitas perencanaan, penanggulangan polusi, mitigasi serta teknik pengendaliannya. Namun, secara umum, potensi dampak dapat berupa emisi atmosferik melalui pembakaran gas suar, limbah cair, tanah (melalui pemusnahan tumbuhan dan tanaman di sekitar wilayah operasi serta kontaminasi) dan ekosistem flora dan fauna yang dalam jangka panjang berpotensi punah. Selain dampak lingkungan, terdapat pula kondisi darurat yang mungkin terjadi, seperti ledakan sumur migas, kebakaran, kerusakan peralatan serta terjadinya bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, dan halilintar. Oleh sebab itu, pengelola kegiatan migas harus memiliki perencanaan matang untuk mengantisipasi kejadian-kejadian tersebut.
Aktivitas penambangan batubara berbeda dengan migas. Terdapat dua metode dalam ekstraksi batubara, yang tergantung pada kedalaman, ketebalan dan konfigurasi lapisan batubara. Kedua metode tersebut adalah penambangan terbuka dan penambangan bawah tanah. Penambangan terbuka cenderung dipilih jika lapisan batubara berada dekat permukaan tanah. Cakupan areal pertambangan terbuka yang besar dapat mencapai berkilo-kilometer dan harus menggunakan peralatan dan per-lengkapan yang sangat besar dan berat.  Lapisan tanah dan bebatuan pertama-tama dihancurkan dengan menggunakan peledak, kemudian disingkirkan oleh mesin pengeruk.
Secara umum, penambangan batubara memiliki dampak lingkungan yang lebih dahsyat ketimbang energi konvensional lainnya, baik pada kegiatan ekstraksi maupun dalam proses pengolahan menjadi listrik. Kegiatan terkait penambangan batubara dapat mengakibatkan berkurangnya volume air di wilayah sekitar, perbahan lanskap yang mengakibatkan degradasi tanah, merusak habitat satwa liar dan musnahnya tanaman serta tumbuhan. Dampak lain terjadi pada udara, di mana terjadi pelepasan beragam polutan serta CO2 yang merupakan GRK.



Sumber:
Donny Yoesgiantoro.2017.Kebijakan Energi Lingkungan.Jakarta: LP3ES, hal.1-14
Tugas mandiri
1. Jelaskan mengapa diperlukan efisiensi energi? Jelaskan hubungannya dengan sisi permintaan dan sissi penawaran? Jelaskan juga hubungan antara kesejahteraan dengan laju keutuhan energi?
2. Ketika anda dihadapkan pada pilihan pemanfaatan energi untuk memerangi kemiskinan dengan meningkatnya  laju kerusakan lingkungan, apa yang harus anda lakukan?
3.  Jelaskan pengertian kurva EKC (Environmental Kuznet Curve). Bagaimana pendapat anda tentang kuva tersebut?
4. Bagaimana pendapata anda tentang penerapan pajak lingkungan bagi energi kotor? Bagaimana hasil penerapan pajak lingkungan energi di Eropa? Apakah anda setuju bila diterapkan di Indonesia? Berikan alasannya.
5. Jelaskan 5 (lima) poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) lingkungan di Johannersburg tahun 2002? Berikan pendapatnya.
6. Jelaskan 6 (enam) poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) lingkungan di Rio de Jeneiro  tahun 2012 dalam Sustainable for All? Berikan pendapatnya.
                                                Selamat belajar



6 comments:

  1. Nama : Muhammad Dendy Agusdiandy
    NIM : 17 202 061
    Mata Kuliah : Audit dan Efisiensi Energi

    Jawaban:
    1. Diperlukan efisiensi energi karena, degradasi alam serta ketergantungan terhadap sumber energi fosil tidak terelakkan, terlihat dari besarnya peran bahan bakar fosil dalam perekonomian. Hubungan dalam sisi permintaan dan penawaran yakni sehingga kejutan (shock) baik di sisi permintaan maupun penawaran akan berdampak terhadap arus investasi dan perdagangan, bahkan kondisi sosio-politik. Ketika kesejahteraan meningkat, konsumsi energi mereka tentu juga bertumbuh.

    2. Yang dapat saya lakukan adalah membuat suatu kebijakan dengan menyediakan sumber energi dalam kuantitas yang cukup dengan harga terjangkau serta aman dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dengan memberdayakan energi baru terbarukan (EBT).

    3. Kurva EKC adalah kurva yang menggambarkan bahwa kesadaran lingkungan akan meningkat ketika masyarakat sudah memiliki pendapatan per kapita cukup tinggi. Pendapat saya tentang kurva ini fakta bahwa negara-negara maju memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan karena perekonomian dimiliki maju. Ketika belum mencapai tingkat kemakmuran, kepedulian mereka terhadap lingkungan juga rendah.

    4. Menurut saya tentu dapat membantu tujuan kelestarian lingkungan hidup, baik malalui kontrol perilaku maupun pembiayaan restorasi. Namun kebijakan pajak saja belum cukup, tentunya harus disikapi bersamaan dengan individu yang semakin bijak dan turut menjaga lingkungan. Setuju jika diterapkan di Indonesia alasannya diharapkan nantinya hasil pajak dapat dijadikan instrument pelestarian lingkungan.

    5. Lima poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) lingkungan di Johannersburg tahun 2002
    a. Energy dipandang sama pentingnya dengan kebutuhan dasar manusia lainnya, seperti halnya air bersih, kebutuhan papan, kesehatan, dan keanekaragaman hayati.
    b. Mengingat demikian vitalnya peran energi, maka akses terhadap energi murah dan bersih harus dapat diperoleh semua penduduk bumi.
    c. Selain energi untuk perumahan dalam benfuk elektrifikasi, didiskusikan pula energi untuk transportasi, untuk menjamin mobilitas manusia demi peningkatan aktivitas ekonomi.
    d. Perlunya peningkatan pemanfaatan energi yang berasal dari sumber tak terduga sebelumnya, yakni limbah serta pengembangan teknologi energi inovatif lainnya dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan kaum wanita dan anak-anak di perdesaan.
    e. Negara-negara maju diingatkan untuk memberikan bantuan bagi negara-negara berkembang dalam penyediaan energi alternatif.
    Pendapat saya, Kolaborasi antara pihak negara dan non-negara memang perlu diwujudkan mengingat pembangunan berkelanjutan tidak dapat dicapai tanpa kerja sama di antara semua sektor dalam masyarakat global. Selain itu, lahirnya kemitraan ini mencerminkan bahwa peran komunitas masyarakat sipil di panggung internasional semakin diakui.

    6. Enam poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) lingkungan di Rio de Jeneiro tahun 2012 dalam Sustainable for All?
    a. Negara-negara harus berkomitmen menyediakan akses terhadap layanan energi modern bagi 1,4 miliar penduduk dunia, yang sampai saat ini belum memperolehnya melalui mobilisasi pendanaan.
    b. Penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi industri EBT.
    c. Perlunya langkah peningkatan efisiensi energi dalam penataan perkotaan, bangunan, transportasi serta dalam proses produksi barang dan jasa.
    d. Pernyataan tekad negara-negara untuk mewujudkan inisiatif SE4All sesuai dengan tantangan, kapasitas, keadaan serta bauran energi di masing-masing negara.
    e. Perlunya sistem transportasi publik berkelanjutan.
    f. Mengingatkan kembali negara-negara untuk menerapkan prinsip konsumsi berkelanjutan melalui pengurangan subsidi energi fosil secara bertahap demi upaya konservasi energi sekaligus mengurangi intensitas perubahan iklim.
    Pendapat saya, keenam point ini baik, yang bertujuan memperluas akses terhadap energi modern, meningkatkan efisiensi energi serta mendorong pengembangan EBT, dengan negara-negara maju dan dunia bisnis berkomitmen menyediakan bantuan.

    ReplyDelete
  2. Nama : Gopit Hutasoit
    NIM : 17 202 153
    Mata Kuliah : Audit dan Efisiensi Energi

    Jawaban:
    1. Diperlukan efisiensi energi karena, degradasi alam serta ketergantungan terhadap sumber energi fosil tidak terelakkan, terlihat dari besarnya peran bahan bakar fosil dalam perekonomian. Hubungan dalam sisi permintaan dan penawaran yakni sehingga kejutan (shock) baik di sisi permintaan maupun penawaran akan berdampak terhadap arus investasi dan perdagangan, bahkan kondisi sosio-politik. Ketika kesejahteraan meningkat, konsumsi energi mereka tentu juga bertumbuh.

    2. Yang dapat saya lakukan adalah membuat suatu kebijakan dengan menyediakan sumber energi dalam kuantitas yang cukup dengan harga terjangkau serta aman dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dengan memberdayakan energi baru terbarukan (EBT).

    3. Kurva EKC adalah kurva yang menggambarkan bahwa kesadaran lingkungan akan meningkat ketika masyarakat sudah memiliki pendapatan per kapita cukup tinggi. Pendapat saya tentang kurva ini fakta bahwa negara-negara maju memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan karena perekonomian dimiliki maju. Ketika belum mencapai tingkat kemakmuran, kepedulian mereka terhadap lingkungan juga rendah.

    4. Menurut saya tentu dapat membantu tujuan kelestarian lingkungan hidup, baik malalui kontrol perilaku maupun pembiayaan restorasi. Namun kebijakan pajak saja belum cukup, tentunya harus disikapi bersamaan dengan individu yang semakin bijak dan turut menjaga lingkungan. Setuju jika diterapkan di Indonesia alasannya diharapkan nantinya hasil pajak dapat dijadikan instrument pelestarian lingkungan.

    5. Lima poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) lingkungan di Johannersburg tahun 2002
    a. Energy dipandang sama pentingnya dengan kebutuhan dasar manusia lainnya, seperti halnya air bersih, kebutuhan papan, kesehatan, dan keanekaragaman hayati.
    b. Mengingat demikian vitalnya peran energi, maka akses terhadap energi murah dan bersih harus dapat diperoleh semua penduduk bumi.
    c. Selain energi untuk perumahan dalam benfuk elektrifikasi, didiskusikan pula energi untuk transportasi, untuk menjamin mobilitas manusia demi peningkatan aktivitas ekonomi.
    d. Perlunya peningkatan pemanfaatan energi yang berasal dari sumber tak terduga sebelumnya, yakni limbah serta pengembangan teknologi energi inovatif lainnya dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan kaum wanita dan anak-anak di perdesaan.
    e. Negara-negara maju diingatkan untuk memberikan bantuan bagi negara-negara berkembang dalam penyediaan energi alternatif.
    Pendapat saya, Kolaborasi antara pihak negara dan non-negara memang perlu diwujudkan mengingat pembangunan berkelanjutan tidak dapat dicapai tanpa kerja sama di antara semua sektor dalam masyarakat global. Selain itu, lahirnya kemitraan ini mencerminkan bahwa peran komunitas masyarakat sipil di panggung internasional semakin diakui.

    6. Enam poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) lingkungan di Rio de Jeneiro tahun 2012 dalam Sustainable for All?
    a. Negara-negara harus berkomitmen menyediakan akses terhadap layanan energi modern bagi 1,4 miliar penduduk dunia, yang sampai saat ini belum memperolehnya melalui mobilisasi pendanaan.
    b. Penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi industri EBT.
    c. Perlunya langkah peningkatan efisiensi energi dalam penataan perkotaan, bangunan, transportasi serta dalam proses produksi barang dan jasa.
    d. Pernyataan tekad negara-negara untuk mewujudkan inisiatif SE4All sesuai dengan tantangan, kapasitas, keadaan serta bauran energi di masing-masing negara.
    e. Perlunya sistem transportasi publik berkelanjutan.
    f. Mengingatkan kembali negara-negara untuk menerapkan prinsip konsumsi berkelanjutan melalui pengurangan subsidi energi fosil secara bertahap demi upaya konservasi energi sekaligus mengurangi intensitas perubahan iklim.
    Pendapat saya, keenam point ini baik, yang bertujuan memperluas akses terhadap energi modern, meningkatkan efisiensi energi serta mendorong pengembangan EBT, dengan negara-negara maju dan dunia bisnis berkomitmen menyediakan bantuan.

    ReplyDelete
  3. Nama : Bintang kelana putra
    NIM : 17202116
    Mata kuliah : Audit dan Efisiensi Energi.

    Jawaban :

    1.Karena, Degradasi alam serta ketergantungan terhadap sumber energi fosil tidak terelakkan. Ketergantungan tersebut terlihat dari besarnya peran bahan bakar fosil dalam perekonomian, sehingga kejutan (shock) baik di sisi permintaan maupun penawaran akan berdampak terhadap arus investasi dan perdagangan, bahkan kondisi sosio-politik.

    2.Yang saya lakukan adalah membuat suatu kebijakan yang mengandalkan energy baru terbaharukan (EBT) yang cukup dan memberikan subsidi kepada masyarakat yang menggunakannya.

    3. Kurva EKC adalah kurva yang menggambarkan bahwa kesadaran lingkungan akan meningkat ketika masyarakat sudah memiliki pendapatan per kapita cukup tinggi. Pendapat saya tentang kurva EKC ini adalah masyarakat negara maju memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan yang lebih baik di bandingkan dengan dengan negara yang belom mencapai kemakmuran.

    4. Menurut pendapat saya Penerapan pajak lingkungan ini merupakan salah satu bentuk langkah nyata dari pemerintah dalam merespon isu-isu kerusakan lingkungan yang ada. Setuju bila di terapkan di Indonesia karena/ agar biaya pemulihan lingkungan itu di ambil dari pajak yang tersedia,dan agar masyarakat bisa lebih memahami lingkungan sekitarnya.

    5. Lima poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) lingkungan di Johannersburg tahun 2002 adalah:
    Pertama, Energy dipandang sama pentingnya dengan kebutuhan dasar manusia lainnya, seperti halnya air bersih, kebutuhan papan, kesehatan, dan keanekaragaman hayati.
    Kedua, Mengingat demikian vitalnya peran energi, maka akses terhadap energi murah dan bersih harus dapat diperoleh semua penduduk bumi.
    Ketiga, Selain energi untuk perumahan dalam benfuk elektrifikasi, didiskusikan pula energi untuk transportasi, untuk menjamin mobilitas manusia demi peningkatan aktivitas ekonomi.
    Keempat, Perlunya peningkatan pemanfaatan energi yang berasal dari sumber tak terduga sebelumnya, yakni limbah serta pengembangan teknologi energi inovatif lainnya dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan kaum wanita dan anak-anak di perdesaan.
    Kelima, Negara-negara maju diingatkan untuk memberikan bantuan bagi negara-negara berkembang dalam penyediaan energi alternatif.
    Pendapat saya, Kolaborasi antara pihak negara dan organisasi masyarakat sipil
    memang perlu diwujudkan mengingat pembangunan berkelanjutan tidak dapat dicapai tanpa kerja sama di antara semua sektor dalam masyarakat global.

    6. enam poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) lingkungan di Rio de Jeneiro tahun 2012 dalam Sustainable for All adalah :
    Pertama, negara-negara harus berkomitmen menyediakan akses terhadap layanan energi modern bagi 1,4 miliar penduduk dunia, yang sampai saat ini belum memperolehnya melalui mobilisasi pendanaan.
    Kedua, penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi industri EBT.
    Ketiga, perlunya langkah peningkatan efisiensi energi dalam penataan perkotaan, bangunan, transportasi serta dalam proses produksi barang dan jasa.
    Keempat, pernyataan tekad negara-negara untuk mewujudkan inisiatif SE4All sesuai dengan tantangan, kapasitas, keadaan serta bauran energi di masing-masing negara.
    Kelima, perlunya sistem transportasi publik berkelanjutan.
    Keenam, mengingatkan kembali negara-negara untuk menerapkan prinsip konsumsi berkelanjutan melalui pengurangan subsidi energi fosil secara bertahap demi upaya konservasi energi sekaligus mengurangi intensitas perubahan iklim.
    Menurut pendapat saya,keenam poin di atas baik jika di etrapkan dalam efisiensi dan audit pada energy.

    ReplyDelete
  4. Nama : Muhammad Andika
    NIM : 17202130
    MKE : Audit dan Efisiensi Energi

    1. Efesiensi energi dibutuhkan karena Degradasi alam serta ketergantungan terhadap sumber energi fosil tidak terelakkan.Ketergantungan tersebut terlihat dari besarnya peran bahan bakar fosil dalam perekonomian, sehingga kejutan baik di sisi permintaan maupun penawaran.Ketika efisiensi energi telah dilakukan akan menjadikan kesejahteraan masyarakat meningkat, maka laju kebutuhan energipun meningkat.

    2.Yang harus saya lakukan: Melakukan Pengoptimalan Pemanfaatan energi semaksimal mungkin dgn regulasi yang tentunya akan memberikan kestabilan harga dan memberikan dampak peningkatan pendapatan masyarakat dimana dalam usaha Pengoptimalan tersebut dilakukan dgn disertai memberikan langkah-langkah konservasi lingkungan.

    3.Kurva Environmental Kuznet Curve, yakni kurva yang menggambarkan bahwa kesadaran lingkungan akan meningkat ketika masyarakat sudah memiliki pendapatan per kapita cukup tinggi.
    -Menurut pendapat saya Kurva EKC ini dapat menjadi Acuan Pemerintah untuk terus berkomitmen meningkatkan pendapatan perkapita tinggi agar kesadaran masyarakat terhadap lingkungan juga tinggi.

    4.Pendapat Saya mengenai pajak lingkungan bagi energi kotor merupakan kebijakan yang tepat,selain sebagai Pendapatan pemerintah, hal ini juga merupakan sebagai langkah untuk pembiayaan restorasi lingkungan dari dampak energi kotor tersebut,guna tetap menjaga kelestarian lingkungan.
    -Hasil penerapan pajak lingkungan di Eropa terbukti efektif dikarenakan perusahan diwajibkan untuk mengikuti regulasi yang diberikan pemerintah
    -Saya setuju.dikarenakan dengan diterapkannya pajak tersebut diharapkan menjadikan perusahaan lebih peduli terhadap lingkungan dan dapat mengurangi konsumsi masyarakat atas energi kotor yang berbahaya bagi lingkungan

    5. Lima poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi lingkungan di Johannersburg 2002 :
    -Poin pertama,Energy dipandang sama pentingnya dengan kebutuhan dasar manusia lainnya, sperti halnya air bersih, kebutuhan papan, kesehatan, makanan, keamanan, dan keanekaragaman hayati.
    -kedua,Mengingat demikian vitalnya peran energi,maka akses trhadap energi murah dan bersih harus dapat diperoleh semua penduduk bumi
    -Ketiga, selain energi utk perumahan dalam benfuk elektrifikasi, didiskusikan pula energi untuk transportasi, unfuk menjamin mobilitas manusia demi peningkatan aktivitas ekonomi
    -Keempat, perlunya peningkatan pemanfaatan energi yang berasal dari sumber tak terduga sebelumnya, yakni limbah serta pngembangan teknologi energi inovatif lainnya dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan kaum wanita dan anak-anak di perdesaan
    -Poin Kelima, negara-negara maju diingatkan untuk memberikan bantuan bagi negara-negara brkembang dalam penyediaan energi alternatif

    Pendapat Saya: Sangat baik untuk menjaga Lingkungan dan komponen didalamnya agar tetap terjaga dengan mengoptimalisasikan sumber energi yang ada dan pemanfaatan energi alternatif

    6. Enam poin penting dari KTT lingkungan di Rio de Jeneiro tahun 2012:
    -Poin Pertama,Negara-negara harus berkomitmen menyediakan akses terhadap layanan energi modern bagi 1,4 miliar penduduk dunia, yang sampai saat ini belum memperolehnya melalui mobilisasi pendanaan.
    - Poin Kedua,penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi industri EBT.
    - Poin Ketiga,perlunya langkah peningkatan efisiensi energi dalam penataan perkotaan, bangunan, transportasi serta dalam proses produksi barang dan jasa.
    - Poin Keempat,pernyataan tekad negara-negara untuk mewujudkan inisiatif SE4All sesuai dgn tantangan, kapasitas, keadaan serta bauran energi di masing-masing negara.
    - Poin Kelima,perlunya sistem transportasi publik brkelanjutan.
    - Poin Keenam,mengingatkan kembali negara untuk menerapkan prinsip konsumsi berkelanjutan melalui pengurangan subsidi energi fosil secara bertahap demi upaya konservasi energi sekaligus mengurangi intensitas perubahan iklim

    Pendapat Saya: Sangat baik karena bertujuan untuk menjaga Lingkungan dgn meningkatkan akses energi modern dan pengelolaan energi terbarukan dengan prinsip energi berkelanjutan.

    ReplyDelete
  5. Nama : Afif Nugraha Arfandi
    NIM : 17 202 141
    MKE : Audit dan Efisiensi Energi

    1. Efesiensi energi diperlukan karena Degradasi alam serta ketergantungan terhadap sumber energi fosil terus bertambah dan tidak terelakkan.Ketergantungan tersebut terlihat dari besarnya peran bahan bakar fosil dalam perekonomian, sehingga kejutan baik di sisi permintaan maupun penawaran.Ketika efisiensi energi telah dilakukan akan menjadikan kesejahteraan masyarakat meningkat, maka laju kebutuhan energipun meningkat.

    2.Yang dapat saya lakukan Harus bisa menyeimbangkan antara energi yang di hasilkan dan energi yang di gunakan dalam ketersediaan yang cukup dan didapatkan dengan Harga terjangkau.Dengan tetap memerhatikan kelestarian dan kelangsungan hidup di lingkungan

    3.Kurva Environmental Kuznet Curve, yakni kurva yang menggambarkan bahwa kesadaran lingkungan akan meningkat ketika masyarakat sudah memiliki pendapatan per kapita cukup tinggiPendapat saya tentang kurva EKC ini adalah masyarakat negara maju memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan yang lebih baik.Untuk itu bagi negara yang masih berkembang diharapkan meningkatkan pendapatan perkapita tinggi agar kesadaran masyarakat terhadap lingkungan juga tinggi

    4. Menurut saya tentu dapat membantu tujuan kelestarian lingkungan hidup ataupun penambahan biaya restorasi.Setuju bila diterapkan di Indonesia karena dapat menimbulkan kesadaran bagi masyarakatnya tentang pelestarian lingkungan.Karena ikut berperan Langsung dan disertai pula dengan Sosialisasi yang rutin dari pemerintah Tentang pentingnya kesadaran merawat atau melestarikan limgkungan

    5. Lima poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi lingkungan di Johannersburg 2002 :
    1) Energy dipandang sama pentingnya dengan kebutuhan dasar manusia lainnya, sperti halnya air bersih, kebutuhan papan, kesehatan, makanan, keamanan, dan keanekaragaman hayati.
    2) Mengingat demikian vitalnya peran energi,maka akses trhadap energi murah dan bersih harus dapat diperoleh semua penduduk bumi
    3) selain energi utk perumahan dalam benfuk elektrifikasi, didiskusikan pula energi untuk transportasi, unfuk menjamin mobilitas manusia demi peningkatan aktivitas ekonomi
    4) perlunya peningkatan pemanfaatan energi yang berasal dari sumber tak terduga sebelumnya, yakni limbah serta pngembangan teknologi energi inovatif lainnya dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan kaum wanita dan anak-anak di perdesaan
    5) negara-negara maju diingatkan untuk memberikan bantuan bagi negara-negara brkembang dalam penyediaan energi alternatif

    Pendapat Saya: Sangat baik untuk kelangsungan hidup manusia karena energi sama halnya dengan kebutuhan dasar seperti air bersih,papan,makanan keamanan.Dan Negara-negara dapat saling bantu dalam penyediaan energi sehingga mempererat Tali persahabatan antar negara.

    6. Enam poin penting dari KTT lingkungan di Rio de Jeneiro tahun 2012:
    1) Negara-negara harus berkomitmen menyediakan akses terhadap layanan energi modern bagi 1,4 miliar penduduk dunia, yang sampai saat ini belum memperolehnya melalui mobilisasi pendanaan.
    2) penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi industri EBT.
    3) perlunya langkah peningkatan efisiensi energi dalam penataan perkotaan, bangunan, transportasi serta dalam proses produksi barang dan jasa.
    4) pernyataan tekad negara-negara untuk mewujudkan inisiatif SE4All sesuai dgn tantangan, kapasitas, keadaan serta bauran energi di masing-masing negara.
    5) perlunya sistem transportasi publik brkelanjutan.
    6) mengingatkan kembali negara untuk menerapkan prinsip konsumsi berkelanjutan melalui pengurangan subsidi energi fosil secara bertahap demi upaya konservasi energi sekaligus mengurangi intensitas perubahan iklim

    Pendapat saya : sangat baik karena untuk memenuhi akses dan kebutuhan energi dan penemuan atau pengelolaan energi yang terbarukan dengan dasar yang berkelanjutan

    ReplyDelete
  6. Nama : Muhammad Hidayah
    NIM : 17 202 060
    MKE : Audit dan Efisiensi Energi

    1. Dibutuhkan nya agar Degradasi alam serta ketergantungan terhadap sumber energi fosil terus bertambah dan tidak terelakkan.Ketergantungan tersebut terlihat dari besarnya peran bahan bakar fosil dalam perekonomian, sehingga kejutan baik di sisi permintaan maupun penawaran.Ketika efisiensi energi telah dilakukan akan menjadikan kesejahteraan masyarakat meningkat, maka laju kebutuhan energipun meningkat.

    2.Yang bisa saya lakukan Harus menyeimbangkan antara energi yang di hasilkan dan energi yang di gunakan atau yang kita kenal gunakan seperlunya, dalam ketersediaan yang cukup dan didapatkan dengan Harga terjangkau.

    3.Kurva Environmental Kuznet Curve, yakni kurva yang menggambarkan bahwa kesadaran lingkungan akan meningkat ketika masyarakat sudah memiliki pendapatan per kapita cukup tinggiPendapat saya tentang kurva EKC ini adalah masyarakat negara maju memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan yang lebih baik.Untuk itu bagi negara yang masih berkembang diharapkan meningkatkan pendapatan perkapita tinggi agar kesadaran masyarakat terhadap lingkungan juga tinggi

    4. Saya setuju bila diterapkan di Indonesia karena dapat membantu dan menjaga kelestarian lingkungan hidup serta menimbulkan kesadaran bagi masyarakatnya tentang pelestarian lingkungan.

    5. Lima poin penting dari Konferensi Tingkat Tinggi lingkungan di Johannersburg 2002 :
    1) Energy dipandang sama pentingnya dengan kebutuhan dasar manusia lainnya, sperti halnya air bersih, kebutuhan papan, kesehatan, makanan, keamanan, dan keanekaragaman hayati.
    2) Mengingat demikian vitalnya peran energi,maka akses trhadap energi murah dan bersih harus dapat diperoleh semua penduduk bumi
    3) selain energi utk perumahan dalam benfuk elektrifikasi, didiskusikan pula energi untuk transportasi, unfuk menjamin mobilitas manusia demi peningkatan aktivitas ekonomi
    4) perlunya peningkatan pemanfaatan energi yang berasal dari sumber tak terduga sebelumnya, yakni limbah serta pngembangan teknologi energi inovatif lainnya dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan kaum wanita dan anak-anak di perdesaan
    5) negara-negara maju diingatkan untuk memberikan bantuan bagi negara-negara brkembang dalam penyediaan energi alternatif

    Pendapat Saya: sanagat bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia karena energi sama halnya dengan kebutuhan dasar seperti air bersih,papan,makanan keamanan

    6. Enam poin penting dari KTT lingkungan di Rio de Jeneiro tahun 2012:
    1) Negara-negara harus berkomitmen menyediakan akses terhadap layanan energi modern bagi 1,4 miliar penduduk dunia, yang sampai saat ini belum memperolehnya melalui mobilisasi pendanaan.
    2) penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi industri EBT.
    3) perlunya langkah peningkatan efisiensi energi dalam penataan perkotaan, bangunan, transportasi serta dalam proses produksi barang dan jasa.
    4) pernyataan tekad negara-negara untuk mewujudkan inisiatif SE4All sesuai dgn tantangan, kapasitas, keadaan serta bauran energi di masing-masing negara.
    5) perlunya sistem transportasi publik brkelanjutan.
    6) mengingatkan kembali negara untuk menerapkan prinsip konsumsi berkelanjutan melalui pengurangan subsidi energi fosil secara bertahap demi upaya konservasi energi sekaligus mengurangi intensitas perubahan iklim.
    Pendapat saya : sangat bermanfaat karena untuk memenuhi akses dan kebutuhan energi dan penemuan atau pengelolaan energi yang terbarukan dengan dasar yang berkelanjutan

    ReplyDelete