MK.AEE.17.KEDAULATAN ENERGI


                                        Dr.Ir.Hamzah Lubis, SH.,M.Si
                          Ketua Pusat Kajian Energi Terbarukan ITM

Indonesia adalah negara besar di bidang energi. Minyaknya melimpah ruah bersama gas bumi dan batubaranya. Ekonomi negara ditopang ekspor minyak dan gas bumi, sehingga  Indonesia dipercaya menjadi ketua negera-negara penghasil minyak dunia (OPEC). Itu dulu. Sekarang, ketahanan energinya dipertanyakan. Kita menjadi negara pengimpor minyak. Kenaikan harga minyak dunia, bukan hanya membuat ketar-ketir keuangan negara, tapi membuat masyarakat kecil kebelingsatan.

Penguasaan Energi
Sebagian besar, energi Indonesia kelola (baca: dikuasai) Amerika Serikat (AS). Dimulai dengan Stanvac, ketika akhir perang dunia ke-2, disusul  Standard Oil of California (Socal),  Texas Company (Texaco) yang berubah menjadi PT. Caltek. Investor minyak dan gas (Migas) AS mulai merajai bumi Nusantara. Menurut Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, AS tak hanya mengambil alih migas dari tangan penjajah Belanda tetapi juga dari tangan bangsa Indonesia sendiri.
Penguasaan AS dan negara asing lainnya di sektor Migas sekarang ini mencapai 70-80 persen. Perusahaan negara asing lainnya seperti British Petreleum (Inggris), Total (Perancis), State Oil (Norwegia), ENI (Italia),dan lainnya.  Sisanya dikelola Pertamina dan perusahaan dalam negeri. Dominasi perusahaan AS tak hanya disektor energi, tetapi juga di sektor mineral dan tambang. Dua perusahaan AS yang saat ini mendominasi sektor  mineral dan tambang adalah PT.Freeport Indonesia (FI) dan PT.Newmont.

Ketahanan Energi
Posisi ketahanan energi Indonesia semakin merosot dalam dalam beberapa tahun belakangan ini. Berdasarkan data yang dirilis Dewan Energi Dunia, Indonesia berada diperingkat ke-69 dari 129 negara pada tahun 2014. Peringkat itu melorot tajam dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2010, Indonesia masih berada diperingkat ke-29 dan tahun 2011 ada diperingkat ke-47 kemudian tahun 2014 menduduki peringkat 129.
Indonesia akan terus menjadi net importer minyak jika tidak melakukan langkah-langkah untuk mendapatkan cadangan minyak baru. Dengan diimpornya 60 persen kebutuhan BBM nasional dan semakin besar jumlahnya, akan semakin besar pula ketergantungan Indonesia terhadap harga BBM dunia.  

Pemerintahan Joko Widodo-Yusuf Kalla menyadari urgensinya masalah energi ini. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, kedaulatan energi dan ketenagalistrikan masuk dalam prioritas ke-7 Nawacita, yaitu mewujutkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis domestik ekonomi domestik. Kedaulatan energi merupakan sasaran sektor ESDM.

Tidak mudah mewujutkan Nawacita ke-7 ini. Kedaulatan energi adalah kemampuan bangsa untuk menetapkan kebijakan, mengawasi pelaksanaannya, dan memastikan jaminan ketersediaan energi dengan harga terjangkau dan mudah diakses, baik rumah tanggal, industri maupun kementerian/lembaga/pemda.

Kedaulatan Energi
            Kita masih memiliki pandangan lama tentang energi ketika Indonesia mengalami “boming minyak” paling tidak kita masih merasa menjadi negara pengekspor minyak dan/atau penghasil minyak. Bangsa Indonesia masih terlena  dengan anggapan bahwa negara ini kaya akan minyak bumi. Padahal cadangan minyak bumi Indonesia hanya 0,2 persen dari cadangan minyak dunia dan hanya cukup untuk kurun 11 tahun. BBM adalah bahan bakar impor. Apabila hal ini terus berlanjut, pada tahun 2018 Indonesia akan menjadi negara pengimpor BBM nomor satu di dunia. Solusi berikutnya, adalah pengembangan energi terbarukan, seperti energi biomassa, nabati, energi panas bumi, gas alam, air dan angin.

Kebijakan energeri terbarukan sudah jelas dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi. Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan dokumen RUEN.  Dewan Energi Nasional (DEN) telah mengesahkan Rencana Umum Energi Nasional,22 Juni 2016 lalu.

Salah satu isi butir RUEN adalah: Pengembangan energi  baru terbarukan 23 persen pada tahun 2025 harus dicapai. Tidak boleh mundur dan semua daya upaya harus dikerahkan ke sana”. Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa dokumen RUEN adalah arah dan peta jalan energi Indonesia sampai tahun 2050. Mengacu kepada isi RUEN, pemerintah akan membangun inprasturuktur energi, mendorong konservasi energi, meningkatkan penguasaan teknologi  dibidang energi dan menjadikan nuklir menjadi salah-satu pilihan energi terakhir. Penggunaan energi nuklir harus dilakukan dengan melalui riset terbuka kerjasama internasional dengan melibatkan ahli nuklir dalam negeri.

Energi Terbarukan
Indonesia memiliki berlimpah energi terbarukan. Data Komisi Energi Nasional, potensi energi  terbarukan Indonesia mencapai 800 gigawatt,  baru digunakan  sekitar 1 persen. Energi terbarukan tersebut, diantaranya potensi panas bumi 16.502 MW dimanfaatkan 1.341 MW, potensi energi hidro 75.000 MW dimanfaatkan 7.059 MW, potensi mini-mikrohidro 769,7 MW dimanfaatkan 512 MW, potensi angin 3-6 meter/detik  (950 GW) dimanafaatkan  1,33 MW, potensi energi matahari 4,8 kWh/m2/hari (112 GW Peak) dimanfaatkan 452,78 MW,  potensi gas metana batubara 453 MW, potensi gas batuan serpih/ shale gas 574 TSCF, panas bumi (28,8 GW) dan  energi arus laut (60GW). Potensi biomassa di Indonesia, 32.654 MW, namun baru 5,2 persen yang digunakan.

Indonesia telah dianugerahi  potensi energi  migas dan energi terbarukan  yang besar. Indonesia semestinya mengelola potensi ini dengan baik sehingga tidak menjadi malapatetaka energi.  Cukup sudah pengalaman mengelola migas yang ketika semuanya terkuras,   Indonesia mengalami “kutukan energi” dari negara pengeskpor besar migas menjadi negara pengimpor terbesar minyak. Ketika kita mula melirik energi baru terbarukan, semoga kita tidak salah kelola, yang menikmatinya bangsa asing, mengalami “kutukan energi” kedua, menjadi negara pengimpor energi terbarukan nantinya.

Tulisan Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.M.Si  berjudul “Kedaulatan Energi”  telah dimuat pada Surat Kabar  Prestasi Reformasi No. 510, tgl.13 Februari 2017, hal.6 Kol.1-7.


No comments:

Post a Comment