Tulisan
Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si berjudul: “Rancangan Peraturan Gubernur Sumatera
Utara tentang Koordinasi Pengelolaan
Terumbu Karang” adalah draf Pergubsu yang ditelah dipaparkan pada Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, sebagai bahan masukan untuk
perlindungan terumbu karang
Hamzah Lubis, Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr
*Dewan Daerah Perubahan Iklim
Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal Medan *Pusat Kajian Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS
HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS
*aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan
RANCANGAN
PERATURAN GUBENUR SUMATERA UTARA
NOMOR: .................
TAHUN.................
TENTANG
KOORDINASI AKREDITASI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Menimbang :
a. bahwa
Provinsi Sumatera Utara memiliki sumber daya alam hayati terumbu karang beserta
ekosistemnya yang yang bernilai tinggi, yang tersebar di pantai timur dan barat
Sumatera pada berbagai kabupaten dan kota;
b. bahwa pengelolaan terumbu karang tidak
dapat berbasis administrasi dan ekoistem tetapi harus berbasis bioekorigion
yang dapat meliputi dua atau lebih kabupaten/kota, oleh karena itu diperlukan
koordinasi pengelolaan terumbu karang;
c. bahwa penetapan daya dukung dan daya tampung
terumbu karang pada bioekoregion lintas kabupaten/kota sesuai amanat
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ditetapkan oleh gubernur, sehingga perlu koordinasi antara
pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota;
d. bahwa
guna menjamin terselenggaranya
koordinasi program akreditasi pengelolaan terumbu karang sesuai amanat
ayat (3) pasal 53 Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil perlu
menetapkan pengaturan koordinasi program
akreditasi oleh gubernur;
e. Bahwa
guna mengetahui kondisi awal terumbu
karang sesuai amanat Undang-undang Nomor
32 tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 21
ayat (3b) junto PP Nomor 19 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran dan/atau Keruskan Laut pasal 5 ayat (2) perlu
ditetapkan Koordinasi Penetapan Status
Kondisi Terumbu Karang;
f.
bahwa berdasarakan pertimbangan huruf
(a),(b), (c),(d) dan (e) maka dirasa perlu pengaturan koordinasi program
akreditasi pengelolaan terumbu karang termasuk didalamnya status kondisi terumbu
karang dalam suatu Peraturan Gubernur.
Mengingat :
1.Undang-undang Nomor
24 Tahun 1956
tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Atjeh dan Perubahan
Pembentukan Provinsi Sumatera Utara jo Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah Provinsi (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103)
2.Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Thun 2009 Nomor 140);
3..Undang-undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang `Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Nomor4389) tahun 2004
4.Undang-undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4739) ;
5.Undang-undang Nomor 45
tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.41 tahun 2004 Tentang
Perikanan, Lembaharan Negara Republik Indonesia Nomor 5073.
6.Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437)
7.Undang-undang Nomor 27
tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor .84, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4739) ;
8.Undang-undang Nomor 16
tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian , Perikanan dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor .92) .
9.Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan pemerintah
Daerah Kabupaten/kota.
10.Peratauran
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;
11.Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemeran dan atau
Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3816);
12.Peraturan Daerah
Provinsi Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 Nomor
5).
13.Peraruran Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
14.Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18/MEN/2008 tentang Akreditasi Terhadap Program Pengelolaan Wilayah
Pesisisr dan Pulau-Pulau Kecil;
15.Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan
Perundangan di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan;
16.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor: 04 tahun 2001 tentang Keriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR
PROVINSI SUMATERA UTARA
TENTANG KOORDINASI AKREDITASI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud
dengan:
1.Gubernur adalah Gubernur Provinsi
Sumatera Utara.
2.Bupati dan/
atau Walikota adalah Bupati/Walikota yang memiliki terumbu karang di Provinsi
Sumatera Utara..
3.Pemerintah
Provinsi adalah Gubernur dan Perangkat
Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah.
4.Pemerintah
Kabupaten dan/atau Pemerintah Kota adalah Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota yang memiliki terumbu karang di Provinsi Sumatera Utara.
5.Dinas adalah
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sumatera Utara
6.Kepala Dinas
adalah Kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara.
7.Koordinasi
adalah mekanisme kerja antar intansi daalam pemerintahan provinsi dan antar
pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan program akreditasi
pengelolaan terumbu karang.
8.Akreditasi
adalam prosedur pengakuan suatu kegiatan
yang secara konsisten telah memenuhi standar baku sistem pengelolaaan terumbu karang yang meliputi penilaian , penghargaan dan
insentif terhadap program-program pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat
secara sukarela.
9.Masyarakat
adalah masyarakat yang terdiri dari
masyarakat adat, masyarakat taradisionil dan masyarakat lokal yang bermukim di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
10.Tim
Akreditasi adalah tim yang dibentuk oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai
kewenangannya untuk melaksanakan penilaian terhadap status kondisi terumbu
karang dan akreditasi pengelolaan terumbu karang.
11.Program
pengelolaan terumbu karang adalah
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, orang perseorangan/badan hukum,
pemerintah perovinsi atau pemerintah kabupaten/kota, dalam menunjang
keterpaduan dan keberlanjutan sumberdaya terumbu karang.
12.Pengelolaan
terumbu karang adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi terumbu karang dan
mencegah terjadinya keruskan terumbu karang yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
13.Bioekoregion
adalah bentang alam yang berada di dalam
suatu hamparan kesatuan ekologis yang ditetapkan
oleh batas-batas alam.
14.Ekosistem terumbu
karang adalah tatanan unsur sumber daya
terumbu karang dan lingkungannya yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan
saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas dan produktivitas
sumber daya terumbu karang .
15.Terumbu karang adalah
kumpulan polip-polip karang dan organisme-organisme keil lainnya yang hidup
dalam koloni, yang merupakan suatu ekosistem yang hidup di dasar peraian dan
berupa bentukan batuan kapur (CaCO3). (psl.5
ayat 2C; PP 60/2007)
16.Keriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan
atau hayati terumbu karang yang dapat ditenggang berdasarkan peraturan
pemerintah yang berlaku.
17.Status
Kondisi Terumbu Karang adalah tingkat kondisi terumbu karang pada suatu
provinsi atau kabupaten/kota di Sumatera
Utara dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan keriteria baku kerusakan
terumbu karang dengan menggunakan prosentase terumbu karang yang hidup.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai
acuan dalam penyelenggaraan koordinasi akreditasi program pengelolaan terumbu
karang.
(2) Penyelenggaraan akreditasi bertujuan untuk
menjamin terselenggaranya pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 3
Ruang
lingkup peraturan gubernur ini meliputi:
(1) Penyelenggaraan akreditasi terumbu karang
(2) Mekanisme pelaksanaan akreditasi terumbu
karang
(3) Penentuan status kondis terumbu karang
BAB
II
AKREDITASI TERUMBU KARANG
Pasal 4
(1) Dalam hal pelaksanaan pengendalian pengelolaan
terumbu karang, pemerintah wajib melaksanakan akreditasi terhadap pengelolaan
terumbu karang.
(2) Dalam hal penyelenggaraan akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah dapat melimpahkan wewenang penyelenggaraan akreditasi kepada pemerintah
daerah.
Paasal
5
(3)Standar dan pedoman akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a.relevansi isu prioritas;
b.proses konsultasi publik;
c.dapak positif terhadap pelestarian lingkungan hidup;
d.dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat;
e. kemampuan inplementasi yang memadai; dan
f.dukungan kebijakan dan program pemerintah daerah provinsi,
kabupaten/kota.
Pasal 6
(1) Pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota memberikan insentif kepada pengelola program pengelolaaan
terumbu karang yang telah mendapat akreditasi berupa:
a.bantuan program sesuai dengan kemampuan pemerintah yang dapat
diarahkan untuk mengoptimalkan program
akreditasi; atau
b.bantuan teknis
Pasal
7
Gubernur berwenang
menyusun dan/atau mengajukan
usulan akreditasi program pengelolaan teumbu
karang yang menjadi kewenangannya kepada pemerintah sesuai dengan standar dan pedoman sebagaimana dimaksud pada pasal 5 (lima).
Pasal
8
Bupati/wakilota berwenang menyusun dan/atau mengajukan usulan akreditasi program pengelolaan teumbu karang yang
menjadi kewenangannya kepada kepada Gubernur sesuai dengan standar dan pedoman sebagaimana dimaksud pada pasal 5 (lima)..
Pasal
9
Organisasi masyarakat atau kelompok masyarakat
dapat menyusun dan/atau mengajukan usulan akreditasi program pengelolaan teumbu karang kepada
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah
provinsi dan pemerintah sesuai dengan
standar dan pedoman sebagaimana dimaksud
pada pasal 5 (lima).
Pasal
10
(1)
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/kota menyelenggarakan akreditasi terumbu karang
(2) Penyelenggaraan program akreditasi sebagaimana dimaksud pda ayat (1) meliputi
program rehabilitasi, konservasi,
reklamasi, mitigasi bencana dan/atau pengembangan ekonomi.
Pasal 11
(1)Pemerintah
dalam menyelenggarakan akreditasi dapat
melimpahkan kewenangannya kepada
pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota kecuali pada:
a.kawasan stragis nasional tertentu;
b.pulau-pulau kecil terluar;
atau
c.wilayah lebih dari 1 (satu)
provinsi.
(2)
Pelimpahan penyelenggaraan akreditasi
oleh pemerintah kepada pemerintah provinsi dengan ketentuan dilakukan pada:
a.wilayah di atas 4 (empat)
mil sampai 12 (dua belas) mil laut;
b.wilayah pesisir sampai
dengan 4 (empat) mil yang merupakan
wilayah lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota.
(3)Pelimpahan
penyelenggaraan akreditasi oleh
pemerintah kepada pemerintah kabupaten/kota
dengan ketentuan program akreditasi dilakukan pada:
a.wilayah administrasi
kecamatan atau desa;
b.wilayah pesisir sampai
dengan 4 (empat) mil laut.
Pasal 12
(1) Akreditasi program pengelolaan terumbu
karang selain dilakukan terhadap
masyarakat, dapat juga dilakukan terhadap pemerintah privinsi, pemerintah
kabupaten/kota atau badan hukum dengan ketentuan akreditasi program pengelolaan
terumbu karang yang dilakukan merupakan demonstrasi percontohan maupun
pendorong/stimulan.
(2) Program demontrasi percontohan maupun
pendorong/stimulan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota
atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan contoh atau
pembelajaran yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
BAB III
KOORDINASI
PROGRAM AKREDITASI TERUMBU KARANG
Pasal
13
(1)Gubernur
atau Bupati/Walikota membentuk Tim
Akreditasi Program Pengelolaan Terumbu Karang sesuai dengan kewenangannya.
(2)Tim
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Kepala Dinas
Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya yang
angotanya terdiri dari intansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat.
(3)Tim
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas membantu Gubernur dan
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya:
a.melakukan penilaian status
kondisi terumbu karang;
b.melakukan penilaian akreditasi program pengelolaan
terumbu karang;
c.memberikan rekomendasi
status kondisi terumbu karang;
d.memberikan rekomendasi
akreditasi program pengelolaan terumbu karang; dan
e.memonitoring dan evaluasi
akreditasi program pengelolaan terumbu karang.
Pasal 14
(1) Tim Akreditasi Provinsi,
Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangannya melakukan penilaian terhadap program pengelolaan terumbu karang
berdasarkan standar dan pedoman penilaian akreditasi yang mencakup:
a.relevansi isu prioritas;
b.proses konsultasi publik;
c.dapak positif terhadap pelestarian lingkungan hidup;
d.dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat;
e. kemampuan inplementasi yang memadai; dan
f.dukungan kebijakan dan program pemerintah daerah provinsi,
kabupaten/kota.
(2)
Standar dan pedoman penilaian akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
masing-masing terdiri dari beberpa aspek dan keriteria penilai.
(3) Masing-masing
asfek yang dinilai dilakukan pembobotan dan masing-masing keriteria dilakukan
penilaian.
(4) Ketentuan
lebih lanjut tentang standar dan pedoman penilaian akreditasi sebagaimana
tercantum dalam lampiran peraturan gubernur ini sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari peraturan gubernur ini.
Pasal 15
(1) Berdasarkan pembobotan dari masing-masing
asfek yang dinilai dan keriteria
penilaian, setelah dikalikan diperoleh hasil penilaian akreditasi program
pengelolaan terumbu karang.
(2) Hasil penilaian akreditasi program pengelolaan terumbu karang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bahan pertimbangan Tim
Akreditasi dalam mementukan insentif yang secara relatif didasarkan pada
anggaran yang tersedia.
Pasal 16
(1) Tim Akreditasi menyampaikan hasil
penilaian akreditasi program pengelolaan
terumbu karang kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya yang dituangkan dalam berita acara usulan
pemberian insentif atau berita acara
penolakan pemberian insentif.
(2) Apabila usulan pemberian insentif
diterima, maka berdasarkan berita acara
tim akreditasi, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan keputusan terhadap masyarakat,
pemerintah kabupaten/kota atau badan hukum yang berhak menerima insentif.
(3) Apabila usulan pemberian insentif ditolak , maka berdasarkan berita acara tim akreditasi dan alasan yang sah gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya menetapkan keputusan terhadap masyarakat, pemerintah
kabupaten/kota atau badan hukum yang tidak dapat dipertimbangkan untuk k
menerima insentif.
Pasal 17
(1) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud
pada pasal 10 ayat (2) berupa bantuan program dan/atau bantuan teknis.
(2) Bantuan program sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a.program
yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan;
b.pengakuan
formal dalam bentuk persetujuan atau sertifikat oleh pemerintah daerah provinsi
atau kabupaten/kota atas program yang
diajukan oleh pengelola program pengelolaan terumbu karang.
c.konsistensi
dinas dan atau badan pemerintah provinsi atau kabupaten/kota dalam pelaksanaan
program pengelolaan terumbu karang.
(3)
Bantuan teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi dukungan sumber daya manusia, dukungan peralatan, peningkatan
pengetahuan, komunikasi serta sosialisasi kepada masyarakat.
Pasal
18
(1) Pemerintah kabupaten/kota menyampaikan laporan akreditasi program
pengelolaan terumbu karang di kabupaten/kota kepada pemerintah provinisi.
(2) Pemerintah provinsi menyampaikan laporan
akreditasi program pengelolaan terumbu karang di provinsi kepada pemerintah.
BAB IV
STATUS KONDISI TERUMBU KARANG
Pasal 19
(1) Keriteria Baku Kerusakan Terumbu
Karang di Provinsi Sumatera Utara ditetapkan berdasarkan prosentase luasan
tutupan terumbu karang yang hidup berdasarkan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku.
(2) Pedoman pengukuran, dalam menentukan prosentase tutupan terumbu karang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Provinsi.
Pasal
20
(1) Gubernur atau
Bupati/Walikota menetapkan Status
Kondisi Terumbu Karang berdasarkan keriteria baku kerusakan terumbu karang.
(2) Keriteria Status
Kondisi Terumbu Karang berupa:
a.terumbu karang dalam kondisi baik;
atau
b.terumbu karang dalam kondisi rusak.
Pasal 21
1.Gubernur atau Bupati/Walikota
wajib mempertahankan status kondisi terumbu karang yang dinyatakan dalam
kondisi baik sebagaimana dimaksud pada pasal 13 ayat (2) huruf a.
2.Gubernur atau Bupati/Walikota
wajib melakukan program pengendalian kerusakan trumbu karang yang dinyatakan
dalam kondisi rusak sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) huruf b.
Pasal 22
Gubernur atau Bupati/Walikota wajib
melakukan inventarisasi terumbu karang sekurang-kurangnya 5(lima) tahun sekali untuk mengetahui status
kondisi terumbu karang sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
23
Setiap orang/badan di wilayah Provinsi
Sumatera Utara wajib melakukan upaya peningkatan status kondisi terumbu karang, untuk mencapai
kondisi baik sebagaimana dimaksud pada
pasal 14 ayat ( 2)
BAB
V
KOORDINASI PENENTUAN STATUS KONDISI TERUMBU
KARANG
Pasal 24
(1) Tim Akreditasi Provinsi,
Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangannya melakukan penilaian terhadap kondisi terumbu karang berdasarkan
standar dan pedoman penilaian status kondisi terumbu karang yang mencakup:
a.baku mutu kerusakan terumbu karang;
b.Uji kesahihan data dan metoda pengambilan data; dan
c.Legalisasi data tutupan terumbu karang.
(2) Masing-masing
data prosentase tutupan terumbu karang tiap kabupaten/kota atau provinsi
ditabulasi dengan standar baku kerusakan terumbu karang untuk menghasilkan
status kondisi terumbu karang kabupaten/kota atau provinsi.
(3)
Ketentuan lebih lanjut tentang Baku Kerusakan Terumbu Karang dan Baku Status
Kondisi Terumbu Karang sebagai pedoman dalam penentuan Status Kondisi Terumbu
Karang sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan gubernur ini sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan gubernur ini.
Pasal 25
(1)Berdasarkan
tabulasi prosentase tutupan terumbu karang diperoleh hasil penilaian status
kondisi terumbu karang.
(2) Hasil penilaian status kondisi terumbu
karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bahan pertimbangan Tim
Akreditasi dalam memutuskan status
kondis terumbu karang.
Pasal 26
(1) Tim Akreditasi menyampaikan hasil
penilaian status kondisi terumbu karang kepada gubernur atau
bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya yang dituangkan dalam
berita hasil penilaian.
(2) Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan berita acara hasil penilaian menetapkan
Status Kondisi Terumbu Karang Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Pasal 27
(1) Status kondisi terumbu karang provinsi
atau kabupaten/kota dalam kondisi baik, maka
pemerintah provinsi atau kabupaten/kota wajib mempertahankan statusnya.
(2) Status kondisi terumbu karang provinsi
atau kabupaten/kota dalam kondisi rusak, maka
pemerintah provinsi atau kabupaten/kota wajib melakukan program
pengendalian terumbu karang.
(3) Program pengendalian terumbu karang
ditetapkan oleh kepala dinas di provinsi atau kabupaten/kota.
Pasal 28
(3) Pemerintah kabupaten/kota menyampaikan laporan Status Kondisi Terumbu
Karang di kabupaten/kota kepada pemerintah provinisi.
(4) Pemerintah provinsi menyampaikan laporan
Status Kondisi Terumbu Karang di provinsi kepada pemerintah.
BAB
VI
MONITORING DAN
EVALUASI AKREDITASI
Pasal 29
(1) Monitgoring dan evaluasi atas pelaksanaan
akreditasi program pengelolaan terumbu karang dilakukan dinas provinsi, atau
dinas kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Dinas propvinsi atau dinas
kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya dalam melakukan monitoring
dan evaluasi atas pelaksanaan akreditasi program pengelolaan terumbu karang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada status
kondisi terumbu karang dan konsistensi atas jenis bantuan teknis dan program
yang diberikan.
(3) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Gubernur dan atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya sebagai bahan pertimbangan untuk program pengendalian terumbu karang,
program peningkatan status kondisi terumbu karang dan bahan evaluasi
keberlanjutan insentif pengelolaan terumbu karang yang telah diberikan.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Biaya
yang timbul akibat diterbitkannya Peraturan Gubernur ini dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara dan
sumber dana lain yang tidak mengikat.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 31
Untuk
mencapai kondisi terumbu karang dalam kondisi baik sebagaimana ditetapkan pasal
(6) menugaskan kepada intansi-intansi terkait untuk melakukan program terpadu
yang mendukung upaya-upaya pencapaian kondisi terumbu karang Sumatera Utara
untuk kategori ” baik”.
BAB IX
PENUTUP
Pasal 32
Hal-hal
yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini, sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 33
Peraturan
Gubernur ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan
penempatannya dalam Berita Acara Daerah Provinsi Sumatera Utara.
DITETAPKAN DI : M E D A N
PADA TANGGAL :
GUBERNUR SUMATERA UTARA
SYAMSUL ARIFIN
Lampiran-1
Tentang Standar dan Pedoman Penilaian Akreditasi
Program Pengelolaan Terumbu Karang
Lampiran-2
Tentang
Baku Kerusakan Terumbu Karang dan Status Kondisi Terumbu Karang
.
No comments:
Post a Comment