Tulisan Dr.Ir.Hamzah
Lubis,SH.,M.Si berjudul “Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan
Lingkungan Ekowisata Poncan Marine Resort, Kota Sibolga”, telah dimuat pada
Jurnal KEMI-ITM, Medan, Volume 6 Nomor 2, Oktober 2011, hal .107-111
Hamzah Lubis,
Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr
*Dewan Daerah Perubahan Iklim
Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal Medan *Pusat Kajian Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS
HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS
*aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan
Abstraks
Pemerintah telah menetapkan konsep pengembangan pariwisata Indonesia
berbasis masyarakat (Community Based
Tourism Development). Oleh karena itu, penelitian
ini mengkaji tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan Poncan
Marine Resort di Pulau Poncan, Kota Sibolga. Responden adalah masyarakat Kota
Sibolga yang dipilih berdasarkan Stratified
Cluster Sample, kluster (a).masyarakat nelayan, (b).masyarakat yang hidup dari usaha hasil laut, dan
(c).tokoh masyarakat (tokoh agama, pemuda, wanita, pendidikan, dll). Analisa data dengan metoda Analisa Kesesuaian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat optimisme masyarakat 74,50%,
tingkat pengetahuan akan hak 35,00%,
tingkat tindakan mendapatkan hak 18%,
tingkat partisipasi 15% dan tingkat pelaksanaan kewajiban 16%. Secara umum tingkat partisipasi masyarakat
sangat rendah.
Kata Kunci: Partisipasi Masyarakat, Lingkungan, Kota Sibolga
Pendahuluan
Hubungan pembangunan dengan
masyarakat lokal, seyogianya masyarakat lokal tidak menjadi obyek tetapi
manjadi subyek pembangunan; tidak sebagai
penopang tapi menjadi penguat dalam pembangunan. Konsep pembangunan endogen
ini dipublikasi dalam laporan Yayasan Dag
Hammarskjold (Swedia) dalam memperingati 30 tahun PBB tahun 1975 yang berjudul: “What Now? Another Developmen”. Laporan yayasan ini menyimpulkan bahwa model pembangunan dianut
selama ini (modernisasi) telah gagal menghapus kemiskinan masal di atas muka
bumi. Pembangunan telah gagal mempertahankan sustainibilitasnya secara ekologis
(Amin,2005).
Konsep pengembangan pariwisata Indonesia berbasis masyarakat (Community Based Tourism Development). Pengembangan
pariwisata di pulau-pulau kecil harus dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Melibatkan peran aktif masyarakat sejak awal
proses pengembangan sampai pada
pengelolaan pariwisata.
Pengelolaan obyek ekowisata harus melibatkan
pemerintah, pengusaha, wisatawan dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, perencanaan
(bagi oyek wisata baru) maupun evaluasi kegiatan ekowisata (yang sudah
berjalan) harus menganalisis secara
menyeluruh termasuk diantaranya partisipasi masyarakat sekitar. Oleh karena
itu, bagi Poncan Marine Resort yang dikelola PT. Sibolga Marine Resort yang
beroperasi sejak tahun 1994, perlu dilakukan evaluasi tingkat
partisipasi masyarakat sekitar untuk mendukung lingkungan wisata yang berbasis
sumberdaya alam tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
menjawab permasalahan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.
Studi Kepustakaan
1. Pariwisata Pulau-Pulau Kecil
Indonesia sebagai ”negara
kepulauan” terbesar degan garis pantai
terpanjang ke empat di dunia ( Dewan Kelautan Indonesia, 2009). Dua pertiga
wilayahnya merupakan perairan. Memiliki laut 5,8 juta km2 menghubungkan
17.480 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km. Provinsi Sumatera
Utara memiliki laut 10.000 km2 (60,5%), garis pantai sepanjang 1300 km dan 162 buah
pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil di Pantai Timur 6 pulau
dan di pantai Barat 156 pulau
(Lubis, 2008).
Pulau-pulau
kecil di Kota Sibolga adalah Pulau Poncan
Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Panjang, Pulau Palak, Pulau Sarudik dan Pulau Bangkai. Pulau Poncan Gadang adalah satu-satunya
pulau-pulau kecil di Kota Sibolga yang telah dimanfaatkan menjadi obyek
ekowisata.
Pulau Poncan Gadang memiliki
potensi ekowisata yang tinggi. Misalnya
terumbu karang, padang lamun, ikan, biota laut, pantai, daratan pulau dan
bentang alam. Pulau Poncan Gadang telah dikembangkan menjadi ekowisata
jalan-jalan di pantai, berenang, snorkling, menyelam (diving), dan memancing. (Diskanla-SU, 2006). Sejak tahun 1985 sampai 1993, obyek ekowisata
Pulau Poncan Gadang dikelola Pemerintah
Kota Sibolga. Mulai tahun 1994
obyek ekowisata Pulau Poncan
Gadang diberi nama Poncan Marine Resort
yang dikelola PT. Sibolga Marine Resort.
Nilai ekonomi pariwisata (tourism) pulau-pulau kecil memberikan income multipler bagi kegiatan ekonomi
lainnya, antara 0,55 sampai 0,67 (Fauzi, 2005). Kerusakan lingkungan
menyebabkan menurunnya nilai sumber daya alam, menurunnya minat dan kunjungan
wisatawan, mengancam keberlanjutan pariwisata dan bahkan menenggelamkan pulau.
Oleh karena itu,
model pariwisata nasional adalah : pariwisata yang memenuhi kebutuhan manusia
saat ini, tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan di masa mendatang, dengan menerapkan prinsip layak secara ekonomi (economically
feasible), lingkungan (environmentally feasible), secara sosial (socially acceptable) dan
tepat guna secara teknologi (technologically appropriate)(Kepmenbudpar
No. 67 thn 2004).
Dalam perencanaan
ekowisata pulau-pulau kecil, faktor kerentanan (vulnerability) dan faktor keberlanjutan (sustainability) harus
diperhitungkan. Keberlanjutan ekowisata (Fauzi, 2005a) tergantung pada komponen lingkungan, investasi dan kegiatan wisata. Kusumastuti (2003) menambahkan faktor masyarakat lokal . Konsep ekowisata adalah
menitikberatkan pada pelestarian dari pada pemamfaatan yang berbasis masyarakat
lokal (Nurfatriani, 2003).
Oleh karena itu, pendekatan pengembangan ekowisata (Permenbudpar No. 67 thn 2004) adalah pendekatan peranserta masyarakat (Community
Based Tourism Developmen).
Pariwisata di pulau-pulau
kecil harus melibatkan peran aktif masyarakat sejak awal proses
pengembangan sampai pada pengelolaan
pariwisata.
.
2. Partisipasi Masyarakat Lokal
Clivaz dalam Khair (2006) melihat daya
dukung sosial, adalah tingkat teleransi masyarakat lokal terhadap
kehadiran dan prilaku wisatawan. Bengen dalam Maanema (2003) sebagai tingkat
kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu sumberdaya alam terhadap suatu kawasan
atau zona akibat adanya pengguna lain dalam waktu bersamaan. Artinya tingkat
”kemengalahan” masyarakat atas tindakan pengusaha dan wisatawan.
Dalam pandangan penulis, daya
dukung sosial adalah tingkat kemampuan melawan (bargaining) untuk mendapatkan dan mempertahankan hak-hak masyarakat
dari wisatawan, pengusaha dan pemerintah. Oleh karena itu kehadiran pengusaha
dan pemerintah bukan untuk memperlemah tapi justru untuk meningkatkan
kemandirian sosial masyarakat lokal.
Kegagalan
pembangunan modernisasi perlu diganti dengan pembangunan bersifat endodegeous, self-reliance dan ramah
lingkungan. (Amin, 2005). Aplikasi partisipasi masyarakat adalah kerja sama, harmoni dan saling ketergantungan
atau interkonektisitas. Hasil akhirnya adalah pembangunan partisipatoris.
Pembangunan partisipatoris adalah: (a).
pembangunan berbasis masyarakat (community
development), (b) berbasis pengorganisasian masyarakat dan (c) berbasis pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Indikatornya adalah pembangunan yang berciri community-oriented, community-based dan community-managed. Pembangunan berciri community-oriented adalah berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan
nyata masyarakat yang bersangkutan. Pembangunan berciri community-managed,
yang dikelola dengan partisipasi aktif para anggota masyarakat yang
bersangkutan (Amin, 2005).
.
3. Parameter Tingkat Partisipasi Beranjak dari hal-hal di
atas, penulis mengelompokkan 5 parameter tingkat partisipasi masyarakat yang
meliputi:
a.Tingkat
optimisme, bahwa perundang-undangan dan kebijakan pemerintah memberi optimisme
akan mensejahterkan masyarakat pesisir.
b.Tingkat
pengetahuan akan hak, sejauhmana pengetahuan masyarakat tentang hak-haknya yang
telah diakui negara sesuai perundang-undangan yang berlaku.
c.Tingkat tindakan mendapatkan hak, tentang hak-haknya
dan hak itu menguntungkan, maka
masyarakat akan berusaha untuk
mendapatkannya.
d.Tingkat partisipasi lingkungan, adalah elaborasi sejauhmana masyarakat mau berpartisipasi dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan.
e.Tingkat
pelaksanaan kewajiban masyarakat adalah menggambarkan sejauhmana masyarakat pesisir telah
melaksanakan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.
.
Metoda Penelitian
Responden
dari 72.357 orang menurut Sevilla dalam Harja (2001) dipilih 100 orang berdasarkan Stratified Cluster Sample (kombinasi Stratified Sample dan Cluster Sample. Kluster responden: (a).masyarakat nelayan 30
orang, (b).masyarakat yang hidup dari
usaha hasil laut 40 orang , dan (c).tokoh masyarakat (tokoh agama, pemuda,
wanita, pendidikan, dll 30 orang); serta intansi pemerintah Kota Sibolga
(pariwisata, lingkungan dan kelautan).
Analisis data dilakukan dengan Metoda
Matrik Kesesuaian, dimana setiap variable kesesuaian diberi nilai
dalam kategori (S1) sangat sesuai= ≥ 75%, (S2); sesuai ≥ 50% ≤75%; (S3) kurang ≥25% ≤50% dan
(S4) tidak sesuai = 0% ≤ 25% (Fitriani, 2004). Hasil Penelitian
Jumlah penduduk Kota Sibolga
93.207 jiwa terdiri 46.517 jiwa
laki-laki dan 46.517 jiwa perempuan. Laju pertumbuhan penduduk 1,78% per tahun.
Penduduk beragama Islam 58,46%,
Protestan 32,36 %, Katolik 5,21 %, Budha 3,67% dan Hindu 0,3 %.
Bekerja sebagai pegawai/karyawan 49,58%, wiraswasta 33,03 %, buruh tetap 5,15 %, pekerja bebas 0,24 % dan
pekerja rumah tangga 6,34%.
Kota Sibolga memiliki hotel
dan restoran sebagai pendukung jasa
pariwisata. Terdapat 26 hotel dengan perincian 24 hotel non bintang ( 469
kamar, 815 tempat tidur) dan dua hotel berbintang-2 dengan 125 kamar dan 226 tempat
tidur, termasuk coottage di Poncan
Marine Resort Pulau Poncan Gadang
(BPS,2008).
Hasil penelitian
Hasil
analisis data-data peneliian menunjukkan bahwa:
1.Optimisme Masyarakat
Keyakinan masyarakat bahwa negara dan
perundang-undangan akan melindungi dan mensejahterakan masyarakat;adala tidak
yakin (12,00%), kurang yakin (13,50%), yakin (60,00%), sangat yakin (14,50%) dengan pengelompokan tidak yakin (
25,50%) dan yakin (74,50%) masuk
kategori ” baik”.
2.Pengetahuan Akan Hak
Pengetahuan akan hak; tidak tahu (41,00%),
kurang tahu (24,00%), mengetahui (32,00%), sangat mengetahui (3,00%) dengan pengelompokan tidak baik
(65,00%) dan baik (35,00%) masuk
kategori ”kurang baik”.
3.Tindakan Mendapatkan
Hak
Tindakan untuk mendapatkan hak; tidak ada
(53,00%), kurang baik (29,00%), baik (8,00%), sangat baik (10,00%) dengan
pengelompokan tidak baik (82,00%) dan baik (18,00%) masuk kategori ” tidak baik” .
4.Tingkat Partisipasi
Lingkungan
Tingkat partisipasi lingkungan; tidak
ada (21,00%), kurang baik (64,00%), baik (12,00%), sangat baik (3,00%)
dengan pengelompokan tidak baik (85,00%) dan baik (15,00%) masuk kategori ” tidak baik”.
5.Tingkat Kewajiban
Masyarakat
Pelaksanaan kewajiban masyarakat berdasarkan
penilaian pemerintah, adalah: tidak dilaksanakan (15,80%), kurang baik
(68,30%), baik (10,60%), sangat baik (5,30%) dengan pengelompokan tidak baik
(84,10%) dan baik (15,90%) masuk
kategori ” tidak baik”.
Kesimpulan
Kesimpulan penelitian tingkat
partisipasi lingkungan dari masyarakat kota sibolga dalam pengelolaan
lingkungan bahwa:
1.Ternyata masyarakat sangat yakin
(optimisme) bahwa kebijakan negara yang
melindungi lingkungan akan mensejahterakan masyarakat (74,50%) sebagai modal
dalam memanfaatkan partisipasi masyarakat.
2.Namun optimisme yang tinggi tidak didukung untuk
mendapatkan pengetahuan akan hak (35%), tindakan untuk mendapatkan hak (18%)
partisipasi lingkungan (15%) dan pelaksanaan kewajiban masyarakat (15,90%).
Saran
Perlu tindakan peningkatan
pengetahuan akan hak-hak masyarakat, mendorong agar masyarakat meningkatkan
upaya untuk mendapatkan hak-haknya, meningkatkan partisipasi lingkungan dan
melaksanakan kewajiban masyarakat terhadap lingkungan.
Kepustakaan
Amien,A.M. 2005. Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan,
Organisasi dan Pendidikan Dari Perspektif Sains Baru. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
BPS,2008. 2008.Sibolga
Dalam Angka Tahun 2008. Sibolga.Badan Pusat Statistik Kota Sibolga.
Dewan Kelautan
Indonesia.2009. Pemahaman Laut, Hukum
Laut dan Implementasinya Terhadap Pembangunan Kelautan di Indonesia.
Jakarta: Dewan Kelautan Indonesia
Diskanla-SU. 2006. Laporan Akhir Profil Pulau-Pulau Kecil.
Medan: Diskanla Provinsi Sumatera Utara
Fauzi,A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu,
Sintesis dan Gagasan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Fauzi,A. Suzi,A. 2005a. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan
Untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Fitriani,L. 2004. Kajian
Pengembangan Ekowisata Pulau-Pulau Kecil Kawasan Bungus , Teluk Kabung Kota
Padang. (Thesis Kehutanan-IPB Yang Tidak Dipublikasikan, 2004)
Khair,U.2006. Kapasitas Daya Dukung Fisik Kawasan
Ekowisata Di Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.
(Thesis PSL-USU Yang Tidak Dipublikasikan, 2006)
Lubis,H. 2008. Laporan Akhir Kajian Model Pengelolaan
Pulau-Pulau Kecil Terluar Sumatera Utara. Medan: Dinas Perikanan dan
Kelautan Propinsi Sumatera Utara
Lumbangaol,R. 2002. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pulau-Pulau
Kecil, Studi Kasus Kepulauan Tobea Kabupaten Muna. (Thesis PSPL-IPB Yang
Tidak Dipublikasikan, 2002
Maanema,M. 2003. Model
Pemanfaatan Pulau – Pulau Kecil ( Studi Kasus di Gugus Pulau Pari Kepulauan
Seribu ). (Diserthasi PSPL-IPB Tidak Dipublikasikan, 2003)
Nurfatriani,F.
Elvida,Y.S.2003. Pengelolaan
Ekowisata Berbasis Masyarakat Lokal. Buletin
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Volume 4 Nomor 1 Tahun 2003. hlm.
31-39.
Peraturan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : km.67/um.001/MKP/2004 Tentang
Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil
No comments:
Post a Comment