LINGKUNGAN HIDUP DALAM
PERSPEKTIF HUKUM
Dr. Ir. Hamzah Lubis, SH.,M.Si*
Setiap tanggal 5 Juni, masyarakat dunia memperingati Hari Lingkungan
Hidup Se Dunia. Sebuah pengakuan atas konferensi internasional tentang lingkungan
hidup yang pertama tanggal 5–16 Juni
1972 di Stockolm, Swedia. Konferensi ini menghasilkan “Stockholm Declaration”, yang memuat 26 asas yang bertemakan satu
bumi (one earth) dengan 5 deklarasi.
Deklarasi tentang pemukiman, pengelolaan sumber daya alam, pencemaran,
pendidikan dan pembangunan. Konferensi ini terlaksana atas usulan Swedia kepada PBB tahun 1968. Dua puluh tahun
kemudian, dilaksanakan lagi konferensi lingkungan hidup di Rio de Jeneiro,
Brazil tanggal 3-14 Juni 1992.
Konferensi ini menghasilkan deklarasi
pembangunan berwawasan lingkungan
(sustainable development), keanekaragaman hayati (bio diversity), dan perubahan iklim (climate).
Lingkungan Dalam Perspektif Nasional
Dalam perspektif hukum nasional, setiap
orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28H UUD-1945),
sebagai bagian dari hak asasi manusia (Pasal 65 UU No. 32/2009). Indonesia
telah memiliki tiga undang-undang lingkungan hidup. Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hak-hak lingkungan hidup yang lain
diantaranya mendapatkan pendidikan lingkungan hidup
(Pasal 66 ayat (2). Berbagai kementerian
telah melakukan kerjasama pendidikan lingkungan hidup. Diantaranya: (1) Surat Keputusan Bersama (SKB) Menhut dengan
Menteri P dan K No.967 A/Menhut-V/90 dan No. 0387/U/1990, (2) SKB Meneg KLH dengan
Menag No.15 tahun 1991 dan No. 38 tahun 1991, (3) MOU Depdikbud dengan Meneg LH
No. 0142/U/1996 dan No. Kep.:89/Menlh/5/1996, (4) SKB Meneg LH dengan Mendagri No.05/menlh/8/1998
dan No.119/1922/SJ, (5) SKB Meneg LH dengan Mendiknas No. Kep 07/Menlh/06/2006;
Nomor: 05/VI/KB/2005, (6) SKB Kemen LH, Depdiknas, Depag dan Mendagri tanggal 19 Februari 2004, (7) SKB Men LH dengan Mendiknas No.
03/MENLH/02/02/2010 No. 01/II/KB/2010.
Dalam pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah
mendorong peranserta masyarakat dalam bentuk menumbuh-kembangkan dan perlindungan kesewadayaan masyarakat
serta memberi penghargaan atas
peransertanya. Aktifis lingkungan hidup diberi perlindungan ”tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”
(Pasal 66). Penghargaan lingkungan dalam bentuk Kalpataru, Adipura, Adiwiyata, Adibakti Mina Bahari dan lainnya.
Lingkungan Dalam
Perspektif Islam
Bila masyarakat dunia mulai “heboh” membicarakan
lingkungan sejak tahun 1972, agama (Islam) telah membicarakannya 15 abad yang
silam. “Dan apabila
ia berpaling (dari mukamu) ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan
padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak serta Allah tidak
menyukai pembinasaan dan kerusakan”
( Q.S Al-Baqarah : 205). Islam telah mengatur harmoni antara manusia dengan Tuhan (hablum minallah), hubungan manusia
dengan manusia (hablum minannas) dan
hubungan manusia dengan lingkungan (hablum
bil alam).
Hubungan manusia dengan alam adalah hubungan yang
dibingkai konsep “kemakhlukan” (eco-religy) yang patuh dan tunduk kepada Allah SWT. Dalam mazhab “kemakhlukan” ini manusia
memperoleh konsesi dari Maha Pencipta memperlakukan alam semesta dengan dua
tujuan. Pertama Al-Intifa’ (pendayagunaan) dalam arti mengkonsumsi maupun
memproduksi. Kedua Al-I’tifar (mengambil
pelajaran) dari hubungan manusia dengan alam maupun antara alam itu sendiri
(ekosistem), baik bersifat konstruktif (ishlah)
maupun berakibat destruktif (ifsod).
Allah SWT dengan tegas
melarang perbuatan perusakan lingkungan. “Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu orang-orang yang yang beriman” (QS. Al-A’raf : 85). “Dan
janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu
membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan” (QS.Hud:85). “Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS.Al-Qashash : 77). Tindakan ifsod terhadap lingkungan
dikategorikan sebagai kerusakan (mafasid) yang harus dihindari dan
ditanggulangi. Dengan demikian tindakan pengrusakan dan pelaku pengrusakan
lingkungan dikategorikan sebagai “melanggar “ syariat Allah.
Kehadiran Nabi Muhammad SAW, bukan untuk menjadi
penguasa dan pengusaha yang dengan kekuasaannya (legislasi, birokrasi,
yudikasi) menguras sumberdaya alam. Muhammad lahir salahsatunya sebagai aktifis
lingkungan, menjaga dan melestarikan lingkungan. “Dan
tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam
semesta (Q.S. Al-Anbiya : 107). Muhammad
memerintahkan agar menyayangi makhluk hidup.
“Dari Ibn. Amr : Orang-orang yang
mengasihani makhluk- makhluk, mereka akan dikasihani oleh Allah yang Maha
Rahman. Oleh karena itu sayangilah siapa yang di bumi, agar kamu disayangi
siapa yang di langit ”. (HR.Ahmad, Abu Daud, Tarmidzi, Hakim). Muhammad melarang penyiksaan terhadap makhluk
hidup. “Dari Abu Khurairah: Seorang
perempuan masuk ke dalam neraka disebabkan seekor kucing yang diikatnya, tiada
diberi makan dan tiada pula dilepaskan untuk mencari makan sendiri dari
binatang-binatang di bumi. Sehingga dengan sebab itu kucing itu mati”
(HR.Ahmad, Buchari, Ibn.Majah).
Pelaku penyiksaan makhluk
hidup dan perusakan lingkungan begitu
hina di ”mata” Allah dengan
menyamakannya dengan tokoh jahat
seperti Fir’aun, Ya’juj dan Ma’juj. “Sesungguhnya
Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qashash : 4).
“Mereka berkata : “Hai Zulkarnain
sesungguhnya Ya’juj dan Ma’jud itu orang-orang yang membuat kerusakan dimuka
bumi” (QS. Al-Kahfi : 94)
Hukum Nasional Bagi Perusak
Lingkungan
Terdapat
beberapa perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkungan sumberdaya alam
yang menerapkan pidana penjara maksimum yang berfariasi. Pidana penjara maksimum 10 tahun terdapat dalam
undang-undang perikanan, pertambangan mineral dan batubara dan undang-undang
persampahan. Pidana penjara maksimum 15 tahun terdapat pada undang-undang
lingkungan hidup dan undang-undang kehutanan. Pidana penjara maksimum seumur hidup terdapat pada undang-undang pemberantasan kerusakan hutan.
Pidana penjara maksimum
dalam UU No.45 tahun 2009, paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.2 milyar bagi yang mengakibatkan pencemaran/ perusakan sumberdaya ikan dan lingkungannya
(Pasal 86 ayat (1). Dalam UU No. 4 Tahun 2009 pidana penjara paling lama 10
tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar yang melakukan usaha penambangan
tanpa IUP, IPR atau IUPK (Pasal 158). Demikian
juga UU No.18 tahun 2008 pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama
10 tahun, denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp5 miliar
bagi pengelola sampah yang mengakibatkan
gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran/perusakan lingkungan (Pasal 40).
UU
No. 32 tahun 2009 menerapkan pidana penjara 5 tahun sampai 15 tahun, denda Rp.5 Miliar sampai Rp15 miliar bagi yang sengaja sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu (Pasal 98 ayat 3). Demikian juga dalam UU No.
19 tahun 2004 pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 15
milyar bagi yang sengaja membakar hutan
(Pasal 50 ayat (3). UU No. 18 tahun 2013 menetapkan pidana penjara 10 tahun
sampai seumur hidup, pidana Rp20 miliar sampai Rp1 triliun bagi korporasi
yang menggunakan dana dari hasil pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah (Pasal 99 ayat (3).
Hukum Islam Bagi Perusak
Lingkungan
Saat ini, kerusakan lingkungan terjadi pada
semua sumberdaya alam. Paling tidak, tiap menit: musnahnya 22 hektar hutan
tropis, menghasilkan polusi dari pembakaran 4.725 barel minyak dan memubazirkan 50 ton hasil lahan subur. Tiap
jam terjadi perubahan 685 ha lahan produktif menjadi padang pasir, 55 orang
keracunan pestisida dan 5 orang mati sia-sia dan 1800 anak-anak mati kelaparan karena kekurangan
gizi dan kelaparan. Tiap 5 jam terjadi kepunahan spesies binatang dan mencapai
tiap 20 menit pada akhir abad ini. Ini
semua karena ulah manusia. Dimana-mana terjadi bencana kekeringan, banjir, longsor, kebakaran, asap, pemanasan
global, kenaikan paras air laut, penyakit menular dan lainnya. Hal ini telah
dijelaskan Al-Quran: “Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka agar mereka kembali ( ke jalan yang benar)“ (Q.S.Ar-Rum:41).
Beranjak
dari kondisi ini, organisasi Islam terbesar
di Indonesia, Nahdlatul Ulama dalam Muktamar ke 29 tanggal 1-5 Desember 1994 di
Tasik Malaya telah memfatwakan „haram“ hukum merusak/ mencemari lingkungan. Setiap tindakan yang mengakibatkan rusaknya
lingkungan hidup harus dikategorikan sebagai perbuatan maksiyat (munkar) yang diancam dengan hukuman. Mencemari/merusak
lingkungan (udara, air dan tanah) serta
keseimbangan ekosistem adalah haram dan
termasuk perbuatan kriminal (sirayat).
Oleh karena itu, terhadap kerusakan wajib diganti (rehabilitasi) oleh pencemar.
“Janganlah
kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat
kejahatan dimuka bumi dengan membuat kerusakan. (Q.S. Hud :85).
Selain
pidana denda, hukum Islam menerapkan pidana penjara, potong tangan dan kaki
sampai pada hukuman mati. “ Sesunguhnya
imbalan terhadap orang yang memerangi Allah dan RasulNya dan membuat kerusakan
di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki
mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
Yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka di dunia. Dan di akhirat mereka
beroleh siksaan yang besar” (QS. Al-Maidah ayat
33).
Jadi jelaslah bagi kita, bahwa hukum
nasional dan hukum Islam mengharuskan
kita untuk memelihara dan meyelamatkan lingkungan serta mengambil tindakan
tegas (hukum) bagi perusak lingkungan. Semoga tulisan ini dapat menggugah kita, khususnya
hakim perikanan, hakim lingkungan dan calon hakim perusakan hutan (Psl.53 UU No.18/2013) yang menangani kerusakan sumberdaya alam. Semoga....
Nama:diki fernando sebayang
ReplyDeleteNim:17202252
Kls:4M6
M.kuliah:pengadilan lingkungan industri
Menurut saya
Sebuah pengakuan atas konferensi internasional tentang lingkungan hidup yang pertama tanggal 5–16 Juni 1972 di Stockolm, Swedia. Konferensi ini menghasilkan “Stockholm Declaration”, yang memuat 26 asas yang bertemakan satu bumi (one earth) dengan 5 deklarasi. Deklarasi tentang pemukiman, pengelolaan sumber daya alam, pencemaran, pendidikan dan pembangunan. Konferensi ini terlaksana atas usulan Swedia kepada PBB tahun 1968. Dua puluh tahun kemudian, dilaksanakan lagi konferensi lingkungan hidup di Rio de Jeneiro, Brazil tanggal 3-14 Juni 1992. Konferensi ini menghasilkan deklarasi pembangunan berwawasan lingkungan (sustainable development), keanekaragaman hayati (bio diversity), dan perubahan iklim (climate).
Terima kasih