Hamzah Lubis,
Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr
*Dewan Daerah Perubahan Iklim
Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal Medan *Pusat Kajian Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS
HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS
*aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan
”Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan
bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan
perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan
dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia”. (QS.Al-Hajj: 65)
Pengantar
Salahsatu isu pilpres 2014 yang diangkat capres Jokowi adalah laut. Tempat
pidato pertamanya setelah memenangi pilpres adalah galangan kapal di Tanjung
Periok, Jakarta. Ini adalah konstruksi semiotik yang mengirimkan pesan
simbolik: Pemerintahannya mengarah ke laut. Komitmen
laut kembali dipertegas Joko Widodo, pada pidato pertama sebagai Presiden setelah
dilantik di Gedung DPR/DPD/MPR, Jakarta, 20 Oktober 2004 lalu. “Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa
depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi
samudera, memunggungi selat dan teluk”, ujarnya.
Masalah logistik
Daya saing produk Indonesia lemah dibanding dengan negara lain. Salahsatu
penyebabnya, biaya logistik yang tinggi. Sekitar 70 persen industri berada di Pulau Jawa dengan bahan baku
dipasok dari luar Jawa. Artinya, sebagian besar bahan baku dipasok dari luar
pulau untuk diolah dan hasil industrinya didistribusikan ke luar pulau.
Masalahnya, koneksitas tidak berjalan. Akibatnya, biaya logistik mencapai 24
persen terhadap produk domestek bruto (PDB). Padahal biaya logistik di Thailand, Malaysia, Vietnam
dan Tiongkok dibawah 10 persen.
Salahsatu penyebabnya karena angkutan logistik melalui darat. Prosentase angkutan
darat 90,34 persen, angkutan laut 7
persen, angkutan sungai 1,01 persen, angkutan penyeberangan 0,98 persen,
angkutan kereta api 0,62 persen dan angkutan udara 0,05 persen. Padahal, secara
global, 90 persen barang, komoditas dan
produk yang diperdagangkan diangkut lewat laut. Dan Indonesia telah memiliki sistim
logistik nasional dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2012 tentang Cetak
Biru Pembangunan Sistem Logistik
Nasional.
Memunggungi
Laut
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan,
terdiri dari 17.500 pulau. Kondisi geografis seperti ini mengharuskan transportasi
maritim (kapal laut). Kenyataannya, angkutan logistik didominasi moda darat
(90,34 persen). Jumlah kapal dan pelabuhan yang tersedia tidak berimbang. Terjadi
pula kesenjangan penyebaran kapal, pelabuhan dan industri yang terkonsentrasi di
Indonesia bagian barat.
Demikian juga industri galangan
kapal dalam negeri dalam kondisi mati segan hidup tak mau. Daya saing industri
galangan kapal terutama di luar Batam tidak mampu berkompetisi. Di Batam-pun,
ternyata 88 galangan kapal dimiliki orang
asing. Harga kapal dalam negeri lebih mahal dibandingkan kapal inpor. Akibatnya
90 persen penambahan kapal berbendera Indonesia dari 6.041 unit menjadi 11.600
unit selama priode 2005-2013 adalah kapal impor.
Hal ini
diperparah tingginya bunga bank (12 persen), dibandingkan dengan Singapura (4
persen), Malaysia (5 persen) dan Tiongkok (1 persen). Padahal negara-negara
tersebut bukan negara kepulauan, tetapi iklim usaha industri maritimnya baik. Hasilnya, sumbangan sektor maritim negara seperti Jepang, Korea Selatan,
Singapura dan Tiongkok mencapai 48 persen dari PDB nasionalnya. Sangat kontras
dengan sumbangan sektor maritim negara kepulauan dengan panjang pantai
terpanjang kedua di dunia yang bernama Indonesia.
Tol
Laut
Tol laut adalah salahsatu program Presiden
Joko Widodo terkait upaya membangun konektivitas nasional guna mencapai
keseimbangan pembangunan, mengefisienkan distribusi logistik, mengurangi
disparitas harga yang tinggi dan untuk kesatuan Indonesia. Pada akhirnya untuk
menciptakan keadilan sosial. Oleh karena itu, menurut Wapres Yusuf Kalla, negara
kepulauan Indonesia membutuhkan banyak pelabuhan dan kapal yang terintegrasi
untuk menghubungkan satu pulau dengan yang lain.
Langkah konkritnya, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019, pada sub agenda pembangunan koneksivitas nasional dengan proyek
peningkatan 24 pelabuhan untuk mendukung tol laut. Terdiri dari 5 pelabuhan hub
dan 19 pelabuhan feeder. Pelabuhan hub to laut ini terdiri adalah pelabuhan Belawan/Kuala
Tanjung, Tanjung Periok, Tanjung Perak, Makasar dan Bitung.
Pra Tol Laut
Gerakan pertama, persiapan tol laut adalah kegiatan ”Gerai Maritim”. Gerai
maritim adalah program rintisan tol laut dalam rangka mengurangi disparitas
harga di wilayah Indonesia bagian timur. Pemerintah menargetkan penurunan disparitas
harga dari 35 persen menjadi 13,5 persen. Gerai maritim adalah penyediaan
transportasi laut murah untuk mengirimkan bahan-bahan kebutuhan pokok.
Menyambut lebaran 2015 lalu, pemerintah menetapkan kapal motor (KM) Dempo, KM Ceremai dan KM
Dorolanda, kapal berpenumpang, menjadikan palka kapal mengangkut peti kemas. Peti kemas berisi
kebutuhan pokok seperti beras, tepung
terigu, telur, ayam, gula, minyak goreng, daging ayam, mi instan dan lainnya.
Kapal tersebut berangkat dari Pelabuhan Tanjung Periok, menyinggahi Surabaya,
Makasar, Ambon, Sorong, Biak, Serui dan Jayapura. Pada kota-kota tersebut, pemerintah
menjual bahan pokok tersebut kepada pemerintah daerah dengan harga produsen
atau harga pabrik. Program ini mendapat dukungan Asosiasi Pengusaha Ritel
Indonesia dengan subsidi 55 persen angkutan logistik.
Ujicoba Tol Laut
Untuk menguji
rute pendistribusian barang dalam konsep
tol laut, maka Wapres Yusuf Kalla telah meresmikan peluncuran Ekspedisi
Nusantara Jaya 2015. Ekspedisi ini berlangsung dari 1-30 Juni 2015, melibatkan 89
kapal. Kapal tersebut adalah 86 kapal perintis, 1 kapal KRI Banda Aceh dan 2
kapal rumah sakit Doctor Shaare. Ekspedisi ini melibatkan 3.000 orang dan menyinggahi 540 pelabuhan.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Maritim, ekspedisi ini untuk menguji
konsep tol laut. Salahsatunya mengujicoba rute dan pendistribusian
barang di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan. Hasil ekspedisi ini akan
menjadi masukan dalam pelaksanaan tol laut.
Peluncuran tol laut
Program tol laut telah dijalankan. Pelaksanaannya ditandai
dengan pemberangkatan KM Caraka Jaya III-22 bermuatan 41 peti kemas dari Tanjung Periok dan
pemberangkatan KM Caraka Jaya Niaga III-32 bermuatan 36 peti kemas dari Tanjung Perak, Surabaya,
menuju Indonesia Timur, 14 Nopember 2015 lalu. Untuk tol laut ini, pemerintah menyediakan
6 kapal barang reguler khusus pengangkut bahan pokok. Keberangkatan kapal
barang berjadwal itu menggunakan anggaran kewajiban pelayanan publik (PSO)
pemerintah sebesar Rp.257,9 Milyar per tahun.
KM Caraka Jaya III-22 menjalani jarak tempuh 5.222 mil (sekitar 9.672 km)
dengan rute Tanjung Periok, Biak, Serui, Nabire, Wasior, Monokwari, Wasior,
Nabire, Serui, Biak dan kembali ke Tanjung Periok. KM Caraka Jaya Niaga III-32 menempuh jarak 3.668 mil (sekitar 6.793 km)
dengan rute Tanjung Perak, Tual, Fakfak, Tual dan kembali ke Tanjung Perak.
Selama ini, harga barang di kawasan
Indonesia Timur selalu ditentukan oleh gelombang tinggi atau ada tidaknya kapal
yang datang. Dengan tol laut, kapal barang pasti datang sesuai jadwalnya. Kapal
membawa kebutuhan pokok untuk untuk menekan disparitas harga. Ketika kapal
kembali, membawa hasil bumi untuk dipasarkan di Pulau Jawa. Selama ini tarif
angkutan laut tujuan Biak sebesar Rp.48 juta per peti kemas, dengan program tol laut hanya Rp.8 juta per peti
kemas. Dengan biaya angkutan barang yang murah, maka harga barang di wilayah
timur dapat turun hingga 30 persen.
Dengan tol laut, enam kapal angkut barang ini akan mengarungi enam rute
melalui pelabuhan-pelabuhan feeder di Indonesia Timur. Dari pelabuhan feeder
ini, kebutuhan pokok didistribusikan melalui kapal-kapal kecil ke kota-kota
kecil lainnya. Selamat
atas peluncuran tol laut (juga tol Sumatera). Dengan tol laut ini, akan terbangun konektivitas nasional, keseimbangan pembangunan, efisiensi
distribusi logistik, disparitas harga
yang rendah dan persatuan Indonesia. Semoga.......***
No comments:
Post a Comment