PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

Tulisan/makalah Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.M.Si berjudul: "Perlindungan dan Pengelolaan Terumbu Karang", adalah materi TOT Guru Muatan Lokal  Terumbu Karang,  di Pandan, 7-9 Agustus 2010    Proyek Coremap-II,  DKP-SU 
Hamzah Lubis, Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr
*Dewan Daerah Perubahan Iklim Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal  Medan *Pusat Kajian  Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS *aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan


       1.Dasar Hukum Pendidikan Lingkungan
1.UU No.32 tahun 2009  tentang  Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
            “Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat” (Psl.65 UU No.32 tahun 2009).
2.UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
3.Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  No.967 A/Menhut-V/90 dan Nomor: 0387/U/1990 tgl.5 Juni 1990 tentang  Peningkatan Peranserta Pelajar , Mahasiswa dan Generasi Muda  dalam Melestarikan Sumberdaya Hutan, Tanah dan Air serta Lingkungan Hidup Melalui Pendidikan Nasional
4.Keputusan Bersama Menteri Negara Kependudukan dan  Lingkungan Hidup dengan Menteri Agama RI Nomor 15 tahun 1991 dan Nomor 38 tahun 1991 tentang Peningkatan Pemasyarakatan Kependudukan dan Lingkungan Hidup  Melalui Jalur Agama
5.Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 0142/U/1996 dan Nomor: Kep.:89/Menlh/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingungan Hidup
6.Naskah Kerjasama antara Pusat Pengembangan Penataran Guru  Teknologi Malang sebagai Pusat Pengembangan  Pendidikan Lingkungan Hidup  Nasinal untuk Sekolah Menengah Kejuruan dan Direktorat Pengembangan  Kelembagaan/Pengembangan Sumberdaya Manusia  Badan Pengendalian Dampak Lingkungan  No:218/C19/TT/1996 dan No.B-1648/I/06/96 tentang Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup Pada Sekolah Menengah Kejuruan
7.Piagam Kerjasama Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Dalam Negeri  No.05/menlh/8/1998 dan No.119/1922/SJ tentang Kegiatan Akademik da Non Akademik  di Bidang Lingkungan Hidup
8.Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup  dengan Menteri Pendidikan  Nasional Nomor: Kep 07/Menlh/06/2006; Nomor: 05/VI/KB/2005 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup tgl.2 Juni 2005
9.Kesepakatan Bersama  Kementerian Negara Lingkungan Hidup , Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan Menteri Dalam Negeri tanggal  19 Februari 2004 tentang  Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup
10.Keputusan Gubernur Sumatera Utara  Nomor 660.629.K/2006 tentang Pembentukan Tim Pembina dan Pengembangan  Program Pendidikan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara.
12.Adiwyata sekolah Berbuda dan Peduli Lingkungan.

2.Hukuman Bagi Perusak Terumbu Karang
a.UU 27/2007 tg. PWP3K
   Pasal 73 ayat (1):
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap Orang yang dengan  sengaja:
a. melakukan kegiatan menambang terumbu karang, mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi, menggunakan bahan peledak dan bahan beracun, dan/atau cara lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35  huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d;
b. menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g; c. menggunakan

b. UU No.45 tahun 2009 tentang Perikanan
1.Psl.84 (1)
Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkakan ikan dan/atau  pembudidayaak ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan bilogis,  bahan peledak , alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan atau  membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana  dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) dipida dengan pidana penjara paling  lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak  Rp.1,2 M.
(2).Nakhoda/pimpinan kapal/ahli penangkap ikan/abk kapal perikanan.....
Hukuman penjara 10 tah, Rp.1,2 M
(3).Pemilik kapal/pemilik perusahaan/penanggungjawab perusahaan/oprator kapal perikanan......10 th, Rp.2 M

2.Pasal 86.
Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan perbuatasn yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan  sumber daya ikan  dan/atau lingkungannya dipidana dengan pidana penjara paling  lama 10  (sepukluh tahun dan denda paling banyak  Rp.2 M.
3.Pasal 87
Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia  merusak plasma nuftah  yang berkaitan dengan sumber daya ikan dipida dengan pidana penjara paling  lama 2 (dua tahun dan denda paling banyak  Rp.1,5 M.
c.UU No..32/22009
Pasal 98  
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 104
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak  Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3.Perundang-undangan Berkaitan Dengan Terumbu Karang
a.Perpekstif Lingkungan

UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
01
Penyusunan Rencana Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) kabupaten/kota dengan peraturan daerah (Ps.10 ayat (3) UU No.32 tahun 2009).
02
Bupati/walikota menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah kabupaten/kota (Psl.12 ayat (3) UU No.32 tahun 2009).
03
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang tersedia berupa: a.   KLHS, b.tata ruang, c.baku mutu lingkungan hidup,d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, e.berupa amdal, f.perizinan, g. instrumen ekonomi lingkungan hidup, h.anggaran berbasis lingkungan hidup,i. analisis risiko lingkungan hidup, j.audit lingkungan hidup   (Psl 14 UU No.32 tahun 2009).
04
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (Ps.15 ayat (1) UU No.32 tahun 2009).
05
Penentuan baku mutu air  (Psl.20 UU No.32 tahun 2009).
06
Penentuan baku mutu air limbah (Psl.20 UU No.32 tahun 2009).
07
Penentuan baku mutu air laut (Psl.20 UU No.32 tahun 2009).
08
Kriteria baku kerusakan terumbu karang (Psl.21 UU No.32 tahun 2009).
09
Kriteria baku kerusakan mangrove (Psl.21 UU No.32 tahun 2009).
10
Kriteria baku kerusakan padang lamun (Psl.21 UU No.32 tahun 2009).
11
Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim (Psl.21 UU No.32 tahun 2009
12
Pemerintah daerah wajib mengembangkan  dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan berupa perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi yang meliputi neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup, penyusunan produk domestik bruto dan produk dimestik regional bruto yang mencakup  penyusunan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan (PDRB hijau, penulis) (Psl.42,43  UU No.32 tahun 2009).
13
Pemerintah daerah wajib mengembangkan  dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan berupa pendanaan lingkungan hidup yang meliputi dana jaminan pemulihan lingkungan hidup, dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan dana pemulihan lingkungan hidup. (Psl.42,43  UU No.32 tahun 2009).
14
Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  wajib mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai kegiatan perlindungan dan pengelolaaan lingkungan hidup serta program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup (Psl.45  UU No.32 tahun 2009).  
15
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkungan hidup dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan hidup yang kualitasnya telah mengalami pencemaran dan/atau kerusakan (Psl.46 UU No.32 tahun 2009)
16
Pemegang izin lingkungan wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup (Psl.55 UU No.32 tahun 2004).
17
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan (Psl.55 UU No.32 tahun 2004).
18
Dumping hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (Ps.61 UU No.32 tahun 2009).
19
Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota menfasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan (Psl.63 UU No.32 tahun 2009).
20
Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan  ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan yang berlaku (Psl.63 UU No.32 tahun 2009).
21
Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan  masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota  (Psl.63 UU No.32 tahun 2009).
22
Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota(Psl.63 UU No.32 tahun 2009)
24
Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan dan penghargaan (Psl.63 UU No.32 tahun 2009).
25
Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota (Psl.65 UU No.32 tahun 2009).
25
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah (Psl.81 UU No.32 tahun 2009).
27
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota  berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya (Psl.82 UU No.32 tahun 2009).
28
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan  lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau Kegiatan (Psl.82 UU No.32 tahun 2009).
29
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak (Psl.86 UU No.32 tahun 2009).
30
Pemerintah daerah yang bertanggung jawab dibidang lingkungan berwenang mengajukan gugatan  ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha/kegiatan yang menyebabkan pencemaran/kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian lingkungan (Psl.90 UU No.32 tahun 2009). 


PP No.19 tahun 1999 tentang Pengendalian dan/atau Perusakan Laut
31
Gubernur/Walikota menetapkan baku mutu air laut untuk pariwisata dan rekreasi (mandi, renang dan selam) daerah sama atau lebih ketat dan atau menambahi parameter  dari baku mutu air laut nasional (PP.No.19/1999 Psl.3 dan Psl.4 Kepmenlh No.51/2004).
32
Gubernur/Walikota menetapkan baku mutu air laut untuk konservasi sumber daya alam hayati  dan ekosistemnya skala daerah sama atau lebih ketat dan atau menambahi parameter  dari baku mutu air laut nasional (PP.No.19/1999 Psl.3 dan Psl.4 Kepmenlh No.51/2004).
33
Kepala intansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis pencegahan pencemaran  laut (Psl.11 PP No.19 tahun 1999).
34
Kepala intansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis pencegahan perusakan   laut (Psl.14 PP No.19 tahun 1999).
35
Kepala intansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut (Psl.15 PP No.19 tahun 1999).
36
Kepala intansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman pemulihan mutu laut (Psl.15 PP No.19 tahun 1999).
37
Kepala intansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman dan tata cara pelaporan  hasil pemantauan pengendalian pencemaran dan atau perusakan laut dari penanggungjawab usaha/kegiatan (Psl.22 PP No.19 tahun 1999).   

Kepmenlh No.51/2004 tentang  Baku Mutu Air Laut
38
Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan baku mutu ir laut provinsi  dam/atau kabupaten/kota
39
Gubernur/Bupati/Walikota wajib melaksanakan kegiatan pemantauan sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun untuk mengetahui kualitas laut dan menindak lanjutinya dengan program  pengendalian pencemaran laut (Psl.6 Kepmenlh No.51/2004). 

Permenlh No.3 th.2007 tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Limbag B3 di Pelabuhan
40
Setiap pelabuhan umum dan pelabuhan khusus wajib  menyediakan fasilitas pengumpulan dan penyimpanan limbah bahan berhaya dan beracun  yang berasal dari kegiatan kapal (Psl.4 ayat (1) Permenlh No.3 th.2007).
41
Fasilitas pengumpulan dan penyimpanan  limbah B3  wajib memiliki persyaratan sebagai mana taercantum dalam lampiran-1 keputusan menteri ini (Pasal 7 Permenlh No.3 th.2007
42
Fasilitas pengumpulan dan penyimpanan  limbah B3  dan fasilitas pengolahan limbah B3 wajib memiliki izin pengelolaan B3 sesuai dengan perundang-undangan(Pasal 7 Permenlh No.3 th.2007).    
43
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan  fasilitas pengumpulan  dan penyimpanan limbah B3 wajib: a.memiliki catatan penerimaan dan pengiriman limbah B3; b.penyimpanan B3 paling lama 90 (sembilan puluh) hari sebelum dikirim ke pengelola lanjutan; dan c.melaporkan kegiatan pengelolaan limbah B3 kepada mentri(Psl.8 ayat (1) Permenlh No.3 th.2007).

Perpres Nomor 109 tahun 2006 tentang  Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di laut
44
Dalam rangka keterpaduan penyelenggaraan  penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut tingkatan tier 2, Bupati/walikota wajib membentuk Tim Daerah  Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang selanjutnya disebut Tim Daerah (Psl.5 ayat (1) Perpres Nomor 109 tahun 2006).   
45
Bupati/walikota menetapkan prosedur tetap (protap) Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut tier-2 untuk daerahnya masing-masing (Psl.7 ayat (1) Perpres Nomor 109 tahun 2006).

Kepmenlh No.4 tahun 2004 tentang Keriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
46
Gubernur/Bupati/Walikota wajib melakukan inventarisasi terumbu karang sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali untuk mengetahui status kondisi terumbu karang dan menyampaikan laporan kepada menteri dan intansi terkait (Psl.4 Kepmenlh No.4 tahun 2004).
47
Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan status kondisi terumbu karang (buruk, sedang, baik, baik sekali) berdasarkan Keriteria Baku Kerusakan Terumbu (Psl.4 Kepmenlh No.4 tahun 2004).
48
Gubernur/Bupati/Walikota wajib mempertahankan kondisi terumbu karang dalam kondisi baik (Psl.5 Kepmenlh No.4 tahun 2004).
49
Gubernur/Bupati/Walikota wajib menyusun program pengendalian kerusakan terumbu karang yang dinyatakan dalam kondisi rusak  (Psl.6  Kepmenlh No.4 tahun 2004).
50
Gubernur/bupati/walikota wajib melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kondisi terumbu karang yang rusak  sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun serta dilaporkan pada intansi yang terkait (Psl.7 Kepmenlh No.4 tahun 2004).   
51
Pejabat daerah terdekat (Kepala Desa/lurah, camat.kepolisian, Bupati/walikota dan gubernur) yang menerima laporan dugaan kerusakan terumbu karang wajib segera melakukan verifikasi . (Psl.10,11  Kepmenlh No.4 tahun 2004).
52
Bupati/Walikota/Gubernur sesuai kewenangannya wajib segera melakukan langkah penanganan kerusakann terumbu karang bila   hasil verifikasi menunjukkan adanya kerusakan (Psl.12  Kepmenlh No.4 tahun 2004).   

Kepmenlh No.201 tahun 2004 tentang Keriteria Baku dan Pedoman  Penentuan Kerusakan Mangarove   
53
Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan status kondisi mangrove (sangat jarang, jarang, sedang, sangat padat) sesuai  Kepmenlh No.201 tahun 2004 tentang Keriteria Baku dan Pedoman  Penentuan Kerusakan Mangarove 

Kepmenlh No.200 tahun 2004 tentang Keriteria Baku Kerusakan dan
Pedomen Penentuan Status Padang Lamun.
54
.Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan status kondisi padang lamun ( miskin, agak miskin, kaya, sangat kaya) sesuai  Kepmenlh No.200 tahun 2004 tentang Keriteria Baku Kerusakan dan Pedomen Penentuan Status Padang Lamun

b.  Intansi Kelautan

UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
01
Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya wajib  wajib menyusun Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K) untuk jangka waktu 20 tahun dan dapat ditinjua kembali sekurang-kurangnya 5 (lima tahun sekali (Psl.7,8 UU No.27 tahun 2007).
02
Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya wajib  wajib menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) diselaraskan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi/kabupaten/kota untuk jangka waktu 20 tahun dan dapat ditinjua kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali (Psl.7,9 UU No.27 tahun 2007).
03
Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya wajib  wajib menyusun Rencana Pengelolaan  Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP3K)   untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat ditinjua kembali sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali (Psl.7,12 UU 27 tahun 2007).
04
Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya wajib  wajib menyusun Rencana Aksi Pengelolaan  Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RAPWP3K) untuk jangka waktu 1(satu) sampai 3 (tihun) tahun (Psl.7,14 UU No.27 tahun 2007).
05
Pemerintah/pemerintah daerah wajib mengelola data dan informasi  mengenai wp3k  dan dapat dimanfaatkan setiap orang/pemangku kepentingan (Psl.15 UU No.27 tahun 2007).
06
Pemerintah daerah menetapkan batas sempadan pantai yang disesuaikan dengan  karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi-budaya, dan ketentuan lainnya (Psl.31 UU No.27 tahun 2007).
07
Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan akreditasi  pengendalian pengelolaan wp3k (Psl.40  UU No.27 tahun 2007).
08
Pemerintah/pemerintah daerah memberikan insentif kepada pengelola program pengelolaan wp3k yang telah mendapat akreditasi (Psl.40 UU No.27 tahun 2007).
09
Pemerintah daerah menfasilitasi pembentukan mitra bahari sebagai forum kerjasama antara pemerintah/pemerintah daerah dengan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,organisasi profesi, tokoh masyarakat  dan dunia usaha (Psl.41 UU No.27 tahun 2007).
10
Pemerintah daerah sesuai kewenangannya  wajib memasukkan dalam RP3k  dan melaksanakan  kegiatan yang memuat mitigasi bencana  wp3k sesuai dengan jenis, tingkat dan wilayahnya (Psl.56 UU No.27 tahun 2007).
11
Pemerintah mengakui, menghormati dan melindungi  hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradicional dan kearifan lokal atas wp3k yang telah dimanfaatkan  secara turín temurun dan dijadikan acuan  dalam pengelolaan wp3k yang berkelanjutan (Psl.61 UU No.27 tahun 2007).
12
Pemerintah/pemerintah daerah  berkewajiban memberdayakan masyarakat dengan mewujutkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bidang: :a.pengambilan keputusan (Psl.63 UU No.27 tahun 2007).
13
b.pelaksanaan pengelolaan
14
c.kemitraan antara masyaraat, dunia usaha dan pemerintah/pemerintah daerah
15
d.lingkungan hidup
16
e.pengembangan dan penerapan upaya preventif dan proaktif  untuk mencegah penurunan daya dukung  dan daya tampung wp3k
17
f.pemanfaatan dan pengembangan  teknologi yang ramah lingkungan
18
g.penyediaan dan penyebarluasan informasi lingkungan hidup
19
g.pemberian penghargaan kepada orang yang berjasa di bidang pengelolaan wp3k 
20
Pemerintah daerah dalam menyusun rencana pengelolaan wp3k  melibatkan  masyarakat berdasarkan norma, stándar, dan pedoman dilakukan melalui konsultasi publik atau melalui musyawarah adat baik formal maupun non formal (Psl.7: UU No.27 tahun 2007).
21
Pemerintah/pemerintah daerah dalam pemberian HP-3 wajib mempertimbangkan kepentingan kelestarian  ekosistem p3k, masyarakat adat, kepentingan nasional dan hak lintas damai kapal asing (Psl.17 UU No.27 tahun 2007).
22
Reklamasi wp3k  hanya boleh dilakukan apabila manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh  lebih besar dari biaya sosial dan ekonominya dengan menjaga dan memperhatikan : a.keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat; b.keseimbangan antara  kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan  p3k; serta    c.perencanaan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan material (Psl.34 UU No.27 tahun 2007).

Permenkp Nomor PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
23
Dalam penyusunan dokumen RSWP-3K/ RZWP-3K / RPWP-3K / RAPWP-3K bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya membentuk kelompok kerja (Psl.7 ayat (1) Permenkp Nomor PER.16/MEN/2008).

Kepmenkp No.KEP 39 /MEN / 2004 tentang Pedoman Umum Investasi  di Pulau-Pulau Kecil
24
Pemanfaatan lahan untuk investasi di pulau - pulau kecil harus mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) (Kepmenkp No.KEP 39 /MEN / 2004).
25
Pengembangan pulau - pulau kecil untuk kegiatan usaha hanya dapat dilaksanakan setelah dilakukan kajian akademis melalui proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) (Kepmenkp No.KEP 39 /MEN / 2004).
26
Pemanfaatan lahan untuk investasi di pulau - pulau kecil harus memperhatikan kawasan perlindungan dan kepentingan umum. Sekurang-kurangnya 30 % dari luas pulau tetap diperuntukkan bagi kawasan lindung dan kepentingan umum lainnya(Kepmenkp No.KEP 39 /MEN / 2004).
27
Pemanfaaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya kecuali untuk konservasi, pendidikan dan latihan, serta penelitian dan pengembangan, wajib: a.sesuai dengan rencana zonasi, b.memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan, c.memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat, dan d.menggunakan teknologi yang ramah lingkungan (Psl.3 ayat (3) Permenkp Nomor PER.20 / MEN /2008).
28
Pemanfaatan lahan untuk investasi di pulau - pulau kecil harus memberi akses kepada masyarakat terhadap wilayah-wilayah yang menjadi kepentingan umum, seperti : sumber air tawar, pantai, dan lainnya(Kepmenkp No.KEP 39 /MEN / 2004).
29
Pemanfaatan lahan untuk investasi di pulau - pulau kecil harus memberikan kesempatan kepada penduduk setempat maupun pihak ketiga yang telah menggunakan tanah dapat diberikan suatu hak atas tanah sepanjang memenuhi persyaratan tertentu, sesuai dengan  sifat dan tujuan pemberian haknya (Kepmenkp No.KEP 39 /MEN / 2004).

Permenkp Nomor Per.18/MEN/2008 tentang  Akreditasi Terhadap Program Pwppk
30
Bupati/walikota menyusun dan mengajukan akreditasi pengelolaan wp3k yang menjadi kewenangannya kepada gubernur sesuai standar dan pedoman  (Psl.40 UU No.27 tahun 2007) pada wilayah administrasi kecamatan atau desa, dan wilayah pesisir sampai dengan 4 (empat) mil laut (Psl.5 ayat (3) Permenkp Nomor Per.18/MEN/2008).
31
Apabila usulan pemberian insentif diterima, maka berdasarkan berita acara akreditasi bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan keputusan kepada masyarakat, atau badan hukum yang berhak menerima insentif (Psl.11ayat (2) Permenkp Nomor Per.18/MEN/2008).

Permenkp No.20 tahun 2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya
32
Gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya menetapkan persetujuan permohonan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya  yang diajukan seseorang/pengusaha/masyarakat adat dengan melampirkan rencana jenis usaha, luas penggunaan lahan dan luasan perairan yang akan dimanfaaatkan  sebagai syarat untuk pengajuan izin pemanfaatan dari intansi terkait (Psl.5, 6  Permenkp No.20 tahun 2008).

UU No.45 tahun 2009 tentang Perikanan
33
Setiap orang  dilarang melakukan perbuatan  yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan  dan/atau lingkungnya. Sumber daya ikan termasuk didalamnya terumbu karang, padang lamun dan mangrove (Psl.12 UU No.45 tahun 2009).
34
Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan bagi nelayan kecil untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidang penangkapan, pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran ikan (psl.60b UU No.45 tahun 2009).
35
Menumbuhkembangkan kelompok nelayan kecil, kelompok pembudidaya ikan kecil dan koperasi perikanan (psl.60c UU No.45 tahun 2009).

UU No.19 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan
36
Pembentukan Komisi penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan yang selanjutnya disebut komisi penyuluhan dibentuk pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota adalah  kelembagaan independen yang yang terdiri atas para pakar dan/atau praktisi yang mempunyai keahlian  dan kepedulian dalam bidang penyuluhan atau pembangunan pedesaan (Psl.1 ayat (26)UU No. 16 tahun 2006).
37
Kelembagaan pelaku utama difasilitasi dan diberdayakan oleh pemerintah daerah agar tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang kuat dan mandiri sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan para  anggotanya, yang beranggotakan petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan,  serta masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang dibentuk oleh pelaku utama baik formal maupun non formal. (Psl.19 ayat (1),(4) UU No. 16 tahun 2006).
38
Pemerintah daerah  menfasilitasi dan mendorong peran serta pelaku utama dan pelaku usaha dalam pelaksanaan penyuluhan (Psl.29 UU No. 16 tahun 2006).


c.Intansi Kepariwisataan

Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
01
Penetapan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota adalah bahagian integral rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota ditetapkan pemerintah kabupaten/kota (Psl.12.13  UU No.10 tahun 2009).
02
Pembangunan kepariwisataan tingkat kabupaten/kota dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota  yang dalam Perda Kabupaten/kota (Psl.19 UU No.10 tahun 2009).
03
Pemerintah kabupaten/kota  berwenang menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata (Psl.30 UU No.10 tahun 2009).  
04
Pemerintah kabupaten/kota  berwenang mengalokasikan anggaran kepariwisataan (Psl.30 UU No.10 tahun 2009).
05
Setiap perseorangan, organisasi pariwisata, lembaga pemerintah, serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam partisipasinya meningkatkan pembangunan, kepeloporan, dan pengabdian di bidang kepariwisataan yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkret diberi penghargaan (Psl.31 UU No.10 tahun 2009).
06
Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya  (Psl.59 UU No.10 tahun 2009).
07
Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di pulau kecil diberikan insentif (Psl.60 UU No.10 tahun 2009).
08
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan bagi usaha mikro dan kecil di bidang kepariwisataan (Psl.61 UU No.10 tahun 2009).

Permenbudpar Nomor : km.67/um.001/MKP/2004  Tentang  Pedoman Umum
Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil
09
Pemerintah daerah harus menyusun dan menetapkan tata ruang pulau melalui proses konsultatif dengan para pihak ( stakeholders ), harus memperhatikan aspek lingkungan,termasuk konservasi sumber daya alam dan sentitifitas ekosistem serta aspek sosial, budaya dan ekonomi masyarakat (Permenbudpar No.67 tahun 2004) .
10
Agar pengembangan pariwisata tidak memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan tetap menjaga aspek keberlanjutan maka pengembangan sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil harus melalui studi AMDAL / UKL-UPL  (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
11
Dalam rangka meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar pihak dalam pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil, Pemerintah Daerah perlu membentuk suatu kelembagaan yang bersifat kolaboratif dengan beranggotakan unsur Pemerintah Daerah, Swasta, dan Masyarakat(Permenbudpar No.67 tahun 2004). 
                                      
d.Hak-hak Masyarakat Dari Pemerintah
 
No
                Materi Perundang-undangan
1
Negara mengakui dan menghormati  kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hal-hak tradisionilnya sepanjang masih hidup  dan sesai dengan perkembangangan masyarakat  dan prinsip NKRI ( Psl.18B ayat 2 UUD 1945). Identitas budaya dan hak-hak masyarakat tradisionalnya  dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan pradaban (psl.28I ayat 3 UUD 1945).
2
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia (Psl.65 UU No.32 tahun 2009).     
3
Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Psl.65 UU No.32 tahun 2009).
4
Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup (Psl.65 UU No.32 tahun 2009).
5
Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Psl.65 UU No.32 tahun 2009).
6
Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup (Psl.65 UU No.32 tahun 2009).
7
Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat  tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata (Psl.66 UU No.32 tahun 2009).
8
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan(Psl.70 UU No.32 tahun 2009).
9
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam penyampaian informasi dan/atau  laporan (Psl.70 UU No.32 tahun 2009).
10
Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak (Psl.86 UU No.32 tahun 2009).
11
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan  dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan  lingkungan hidup (Psl.91 UU No.32 tahun 2009).
12
Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup (Psl.92 UU No.32 tahun 2009).
13
Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi diduga menyalahi prosedur (Psl.93 UU No.32 tahun 2009).
14
Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok (Psl.36 UU No.8 tahun 2008)
15
Organisasi persampahan berhak  mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaan sampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan (Psl.37 ayat (1) UU No.8 tahun 2008).
16
Masyarakat pesisir berhak mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah wp3k yang merugikan kehidupannya (Psl.60 UU No.27 tahun 2007).   
17
Nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil bebas menangkap/membudidaya ikan  di seluruh wilayah pengelolaan perikanan   (psl.61 UU No.45 tahun 2009).
18
Nelayan kecil tidak perlu surat izin penangkapan ikan (Psl.27 ayat (5) UU No.45 tahun 2009).
19
Nelayan kecil tidak perlu surat izin Kapal pengangkut ikan  (psl.60a UU No.45 tahun 2009).
20
Nelayan kecil dibebaskan pungutan perikanan (Psl.46 ayat 2 UU No.45 tahun 2009).
21
Nelayan kecil diberi pengecualian tindak pidana dan denda (Psl.100b UU No.45 tahun 2009
22
Organisasi masyarakat/kelompok masyarakat dapat menyusun dan mengajukan akreditasi pengelolaan wp3k yang menjadi kewenangannya kepada pemerintah/pemerintah daerah  sesuai standar dan pedoman  (Psl.40 UU No.27 tahun 2007).   
23
Masyarakat berhak mendapat pengakuan Kawasan Konservasi Adat yang diselenggarakan salah satunya untuk melindungi situs budaya tradisional yang berciri khas sebagai satu kesatuan ekosistem  diselenggarakan untuk melindungi  wilayah yang diatur oleh adat tertentu (Psl.28: UU No.27 tahun 2007).
24
Penyelesaian sengketa pengelolaan wp3k ditempuh di luar pengadilan untuk mencapai kesepakatan bentuk dan besarnya ganti kerugian atau tindakan tertentu mencegah terjadi/pengulangan kerusakan dilakukan para pihak dengan cara konsultasi, penilaian para ahli, negoisasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase atau melalui adat istiadat/kearifan lokal (Psl.64,65 UU No.27 tahun 2007).
25
Masyarakat pesisir berhak memperoleh akses terhadap perairan yang telah ditetapkan HP-3(Psl.60 UU No.27 tahun 2007).
26
Masyarakat pesisir berhak memperoleh konpensasi karena hilangnya akses  terhadap sumber daya p3k yang menjadi lapangan kerja  untuk memenuhi kebutuhan  akibat pemberian HP-3 sesuai peraturan yang berlaku (Psl.60 UU No.27 tahun 2007).
27
Masyarakat pesisir berhak melakukan  kegiatan pengelolaan sumber daya p3k  berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan  peraturan perundang-undangan (Psl.60 UU No.27 tahun 2007).
28
Masyarakat pesisir berhak memproleh manfaat atas pelaksanaan  pengelolaan wp3k (Psl.60 UU No.27 tahun 2007).
29
Masyarakat pesisir berhak memperolah informasi  berkenaan dengan pengelolaan wp3k (Psl.60 UU No.27 tahun 2007).
30
Masyarakat pesisir berhak mengajukan laporan dan pengaduan  kepada pihak yang berwenang atas kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan pengelolaan wp3k (Psl.60 UU No.27 tahun 2007).
31
Masyarakat pesisir berhak menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan  yang sudah diumumkan  dalam jangka waktu tertentu (Psl.60 UU No.27 tahun 2007).
32
Masyarakat pesisir berhak melaporkan kepada penegak hukum atas pencemaran/perusakan wp3k yang merugikan kehidupannya(Psl.60 UU No.27 tahun 2007).
33
Masyarakat pesisir berhak memperoleh ganti rugi (Psl.60 UU No.27 tahun 2007).
34
Pengembangan dan perlindungan usaha, usaha  mikro, kecil, menengah, dan  koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan  membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (Psl.17 U No.10 tahun 2009).
35
Pengembangan dan perlindungan usaha  mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar (Psl.17 U No.10 tahun 2009).
36
Mendapatkan peluang pendanaan bagi usaha mikro dan kecil di bidang kepariwisataan (Psl.61 UU No.10 tahun 2009).
37
Skim kredit  bagi nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil baik untuk modal usaha maupun biaya oprasional dengan cara yang mudah, bunga pinjaman rendah, dan sesuai dengan kekampuan nelayan kecil dan pembudi daya ikan kecil (psl.60a UU No.45 tahun 2009).
38
Pendidikan, pelatihan, penyuluhan bagi nelayan kecil untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidang penangkapan, pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran ikan (psl.60b UU No.45 tahun 2009)
39
Pengembangan kelompok nelayan kecil, kelompok pembudidaya ikan kecil dan koperasi perikanan (psl.60c UU No.45 tahun 2009).
40
Fasilitas pembentukan mitra bahari sebagai forum kerjasama antara pemerintah/pemerintah daerah dengan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,organisasi profesi, tokoh masyarakat  dan dunia usaha (Psl.41 UU No.27 tahun 2007).
41
Pemerintah/pemerintah daerah  berkewajiban memberdayakan masyarakat dengan mewujutkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bidang pengambilan keputusan (Psl.63 UU No.27 tahun 2007).
42
Pemberdayaan masyarakat dengan mewujutkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bidang pelaksanaan pengelolaan (Psl.63 UU No.27 tahun 2007).
43
Pemberdayaan masyarakat dengan mewujutkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bidang pengembangan dan penerapan  kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup (Psl.63 UU No.27 tahun 2007).

44
Pemberdayaan masyarakat dengan mewujutkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bidang pengembangan dan penerapan upaya preventif dan proaktif  untuk mencegah penurunan daya dukung  dan daya tampung wp3k (Psl.63 UU No.27 tahun 2007).
45
Pemberdayaan masyarakat dengan mewujutkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bidang pemanfaatan dan pengembangan  teknologi yang ramah lingkungan (Psl.63 UU No.27 tahun 2007).
46
Pemberdayaan masyarakat dengan mewujutkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bidang penyediaan dan penyebarluasan informasi lingkungan hidup (Psl.63 UU No.27 tahun 2007).
47
Pemberdayaan masyarakat dengan mewujutkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bidang pemberian penghargaan kepada orang yang berjasa di bidang pengelolaan wp3k  (Psl.63 UU No.27 tahun 2007).
48
Pemerintah daerah  menfasilitasi dan mendorong peran serta pelaku utama dan pelaku usaha dalam pelaksanaan penyuluhan (Psl.29 UU No. 16 tahun 2006).
49
Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya  (Psl.59 UU No.10 tahun 2009).
50
Penghormatan  dan perlindungan   hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradicional dan kearifan lokal atas wp3k yang telah dimanfaatkan  secara turín temurun dan dijadikan acuan  dalam pengelolaan wp3k yang berkelanjutan (Psl.61 UU No.27 tahun 2007).
51
Pelibatan masyarakat dalam menyusun rencana pengelolaan wp3k  berdasarkan norma, stándar, dan pedoman dilakukan melalui konsultasi publik atau melalui musyawarah adat baik formal maupun non formal (Psl.7: UU No.27 tahun 2007).
52
Dalam pemberian HP-3 wajib mempertimbangkan kepentingan kelestarian  ekosistem p3k, masyarakat adat, kepentingan nasional dan hak lintas damai kapal asing (Psl.17 UU No.27 tahun 2007).
53
Pelaksanaan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan  masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota  (Psl.63 UU No.32 tahun 2009).
                                             
e. Kewajiban Pengusaha
No
                                                  Kewajiban Pengusaha   Kepada Lingkungan
1
Kewajiban pengusahap pariwisata memelihara lingkungan yang sehat, bersih dan asri (Psl.26 UU No.10 tahun 2009)
2
Kewajiban pengusahap pariwisata menjaga kelestarian lingkungan alam dan budaya (Psl.26 UU No.10 tahun 2009) .
3
Setiap orang/badan usaha dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata dalam bentuk mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan,memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat berkurangnya atau hilangnya keunikan, keindahan, dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan  oleh pemerintah/pemerintah daerah (Psl.27 UU No.10 tahun 2009).
4
Semua pembangunan di pesisir pulau-pulau kecil harus didasarkan  pada studi AMDAL/UPL/UKL (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
5
Pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di pulaupulau kecil adalah luas area terbangun untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata tidak melebihi 30 % (tiga puluh persen) dari luas pulau yang diperuntukan bagi pengembangan pariwisata (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
6
Pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di pulaupulau kecil dimana  Garis sempadan bangunan dan sempadan pantai harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kecuali untuk pembangunan bungalow atas air (water bungalow) yang telah di setujui berdasarkan studi AMDAL (Permenbudpar No.67 tahun 2004)
7
Pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di pulau pulau kecil dengan membuat sistem sanitasi yang memenuhi standar kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
8
Pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di pulau pulau kecil untukn pembangunan pendaratan/tambat kapal (jetty) dan mooring buoy harus tidak dibangun di atas terumbu karang hidup dan fondasi bangunan tambat kapal tidak merusak gugusan terumbu karang hidup (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
9
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus melaksanakan pengelolaan limbah padat dan cair yang berasal dari kegiatan pariwisata agar tidak men imbulkan kerusakan  dan pencemaran  lingkungan (Permenbudpar No.67 tahun 2004).     
10
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus melaksanakan pengelolaan limbah padat dan cair dilakukan dengan menerapkan prinsip 3R yaitu Reduce (reduksi), Reuse (penggunaan kembati), dan Recycle (daur ulang) (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
11
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus melaksanakan penggunaan air tawar dengan memperhatiakn konservasi air yang tersedia di pulau serta akses masyarakat terhadap kebutuhan air tawar. Dianjurkan agar mengembangkan sistem pengolahan air laut menjadi air tawar (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
12
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus melakukan upaya menjaga dan memelihara flora, fauna serta terumbu karang disekitar pulau dengan pengawasan dan pengamanan sumber daya kelautan sekitar pulau dari kegiatan yang dapat merusak dan mengurangi populasinya (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
13
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus melaksanakan merencanakan dan melaksanakan program perlindungan dan pemeliharaan flora, fauna dan terumbu karang. (Permenbudpar No.67 tahun 2004)
14
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus tidak memasukkan jenis flora dan fauna yang berasal dari luar pulau tanpa seijin instansi yang berwenang (Permenbudpar No.67 tahun 2004)
15
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus melaksanakan tidak mengunakan karang, sebagai bahan bangunan untuk sarana dan prasarana di pulau (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
16
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus melaksanakan tidak melakukan pengerukan, reklamasi dan atau melakukan kegiatan yang dapat merubah kondisi pantai dan pola arus laut (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
17
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus melaksanakan tidak melakukan pengambilan atau pengerukan pasir baik di daratan maupun di perairan pulau(Permenbudpar No.67 tahun 2004).
18
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media  lingkungan hidup tanpa izin (Psl.60 UU No.32 tahun 2009).
19
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Psl.53 UU No.32 tahun 2009).
20
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup (Psl.54 UU No.32 tahun 2009).
21
Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup (Psl.55 UU No.32 tahun 2009).
22
Setiap orang atau penanggungjawab usaha/kegiatan yang mengakibatkan pencemaran/kerusakan laut wajib  menanggung biaya  pencemaran/perusakan  laut serta biaya pemulihannya dan atau menimbulkan kerugian bagi pihak wajib membayar ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan (Psl.24 PP No.19 tahun 1999).   
23
Pelaku usaha diwajibkan  melakukan pengurangan sampah dengan dalam bentuk : (a) membatasi penimbunan sampah, (b) pendaur ulang sampah, atau  (c) pemanfaatan kembali sampah; dengan menggunakan  bahan yang sedikit mungkin menghasilkan sampah, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang dan mudah diurai oleh proses alam (Psl.19,20 UU No.18 tahun 2008).  
24
Setiap orang  dilarang melakukan perbuatan  yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan  dan/atau lingkungnya. Sumber daya ikan termasuk didalamnya terumbu karang, padang lamun dan mangrove (Psl.12 UU No.45 tahun 2009).
25
Setiap orang wajib melestarikan plasma nuftah dan dilarang merusak plasma nuftah yang berkaitan denan sumber daya ikan (Psl.14 UU No.45 tahun 2009).
26
Setiap orang secara langsung/tidak langsung dilarang menambang terumbu karang (pengambilan terumbu karang dengan sengaja untuk digunakan sebagai bahan bangunan, ornamen aquarium, kerajinan tangan, bunga karang, industri dan kepentingan lainnya) sehingga tutupan karang hidupnya kurang dari 50% (lima puluh persen) pada kawasan yang diambil (Psl.35 UU No.27 tahun 2007).
27
Setiap orang secara langsung/tidak langsung dilarang mengambil terumbu karang dikawaasn konservasi (Psl.35 UU No.27 tahun 2007)
28
Setiap orang secara langsung/tidak langsung dilarang menggunakan bahan peledak, bahan beracun atau bahan lain  yang merusak ekosistem terumbu karang (Psl.35 UU No.27 tahun 2007).
29
Setiap orang secara langsung/tidak langsung dilarang menggunakan peralatan, cara, dan metoda lain yang merusak ekosistem terumbu karang  (Psl.35 UU No.27 tahun 2007).
30
Setiap orang secara langsung/tidak langsung dilarang menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik wp3k  (Psl.35 UU No.27 tahun 2007).
31
Setiap orang secara langsung/tidak langsung dilarang menggunakan cara dan metoda yang merusak padang lamun  (Psl.35 UU No.27 tahun 2007).
32
Setiap orang secara langsung/tidak langsung dilarang melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan atau merugikan masyarakat sekitarnya (Psl.35 UU No.27 tahun 2007).
33
Setiap orang/penanggung jawab kegiatan yang melawan hukum dan mengakibatkan kerusakan wp3k  wajib membayar gantai rugi  kepada negara, membayar biaya rehabilitasi/pemulihan dengan sita jaminan dan jumlah uang paksa (dwangsom) atas keterlambatan pembayaran (Psl.56 UU No.27 tahun 2007).

No
                       Materi Pengusaha Untuk Pengembangan Ekonomi
1
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus meningkatkan persan serta masyarakat dengan memprioritaskan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
2
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus meningkatkan persan serta masyarakat membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat antara lain melalui program pelatihan untuk menunjang usaha pariwisata (Permenbudpar No.67 tahun 2004)
3
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus meningkatkan persan serta masyarakat dengan membangun hubungan kemitraan antara pengusaha dan masyarakat dalam rangka pemanfaatan hasil-hasil produk lokal (Permenbudpar No.67 tahun 2004)
4
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus meningkatkan persan serta masyarakat dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menanamkan modal melalui kepemilikan saham perusahaan(Permenbudpar No.67 tahun 2004)
5
Pengusahaan pariwisata di pulau-pulau kecil wajib membuka akses perairan sekitar pulau untuk masyarakat lokal (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
6
Kewajiban pengusahap  pariwisata mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan koperasi  setempat yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan (Psl.26 UU No.10 tahun 2009).
7
Kewajiban pengusahap pariwisata mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk  dalam negeri, dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal (Psl.26 UU No.10 tahun 2009) .
8
Setiap orang berhak melakukan usaha pariwisata  (Psl.19 ayat (1b) UU No.10 tahun 2009).
9
Setiap orang/masyarakat di dalam dan di sekitar  destinasi  pariwisata mempunyai hak prioritas  menjadi pekerja/buruh pariwisata (Psl.19  ayat (2) UU No.10 tahun 2009)
10
Setiap orang/masyarakat di dalam dan di sekitar  destinasi  pariwisata mempunyai hak prioritas  menjadi konsinyasi  pariwisata(Psl.19  ayat (2) UU No.10 tahun 2009)
11
Setiap orang/masyarakat di dalam dan di sekitar  destinasi  pariwisata mempunyai hak prioritas untuk ikut melakukan pengelolaan  pariwisata (Psl.19  ayat (2) UU No.10 tahun 2009).


No
                                          Materi  Kewajiban Sosial Masyarakat
1.
Kewajiban pengusaha pariwisata berperan aktif dalam  upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat  (Psl.26 UU No.10 tahun 2009).
2.
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus meningkatkan persan serta masyarakat membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat antara lain melalui program pelatihan untuk menunjang usaha pariwisata (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
3.
Pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil harus meningkatkan persan serta masyarakat dengan mewujudkan sikap saling menghargai dan menghormati di antara pengusaha dan masyarakat (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
4.
Pengusahaan pariwisata di pulau-pulau kecil wajib menyediakan pemondokan, sarana ibadah dan kebutuhan lainnya bagi karyawan yang tinggal pulau (Permenbudpar No.67 tahun 2004).
5.
Pengusahaan pariwisata di pulau-pulau kecil wajib membuka akses perairan sekitar pulau untuk masyarakat lokal (Permenbudpar No.67 tahun 2004).




No
                                                      Materi Kewajiaban Budaya Masyarakat
1.
Kewajiban pengusaha pariwisata menjaga dan menghormati  norma agama, adat istiadad, budaya dan nilai-nilai  yang hidup dala masyarakat setempat (Psl.26 UU No.10 tahun 2009). Aplikasinya: A.tidak ada B.kurang C.Baik  D.baik sekali
2.
Pengusahaan pariwisata di pulau-pulau kecil wajib menghormati nilai-nilai agama, adat istiadat dan tata nilai masyarakat di pulau dan sekitar pulau (Permenbudpar No.67 tahun 2004).

                                                                                  Terimakasih.   
                                                                                   Selesai.
*Kegiatan TOT Guru Muatan Lokal  Terumbu Karang,  Pandan, 7-9 Agustus 2010    Proyek Coremap-II,  DKP-SU
    **Ketua Lsm Bina Lingkungan Hidup Sumatera Utara/Dosen Institut Teknologi Medan




No comments:

Post a Comment