Dr. Ir. Hamzah Lubis,
SH.,M.Si
Menurut
pandangan KH.Shalahuddin Wahid (Gus Sholah) bahwa penerapan sistem ekonomi
nasional khususnya ekonomi sumberdaya alam
telah melenceng dari UUD 1945.
Kekayaan alam Indonesia
hanya dipergunakan untuk kemakmuran
rakyat, namun fakta masih banyak orang
miskin yang belum mendapatkan kekayaan itu.
Negara belum dapat menjalankan
semua perintah UUD. Hal senada disampaikan H. Masduki Baidlowi : “NU sebagai pemegang saham Republik dan sebagai komponen bangsa yang ikut
mendirikan dan mempertahankan NKRI menyampaikan keprihatinan keberlangsungan
pembangunan di Indonesia melalui berbagai koreksi demi kemaslahatan umat dan
bangsa,”tandasnya. NU akan meluruskan
kiblat pembangunan dengan mengembalikan
arah pembangunan ke khittah ekonomi konstitusi.
Pada
kenyataannya, saat ini, kapitalisasi telah menjadikan neo-liberal menjadi paham
kebangsaan. Privatitasi (dimana peran
negara diperlemah dan diperkecil
fungsinya dalam mensejahterakan rakyat) dilakukan dalam semua sektor,
dari pendidikan, kesehatan apalagi ekonomi.
Badan Usaha Milik Negara yang semestinya mengurus hajat hidup orang
banyak dijual kepada pihak asing, pedagang kecil dibiarkan bertarung dengan
hypermarket jaringan internasional yang tumbuh sampai di pinggiran kota dan
sumber daya alam yang menjadi hajat hidup orang diswastanisasi. Semuanya diatur
dalam mekanisma pasar dengan hukum: siapa yang kuat ia akan menang. Soko-guru
ekonomi, koperasi digilas kapitalisasi. Yang kaya makin kaya, yang miskin jadi
melarat dan sekarat. Uang yang beredar hanya pada segelintir
orang/koglomerat.
Kemiskinan Nahdliyin
Organisasi
Nahdlatul Ulama, lahir dan berkembang pada awalnya pada masyarakat pedesaan
yang miskin. Pada saat ini, NU menurut Yusuf
Kalla, memiliki persoalan mendasar tentang kemiskinan ummat. Menurut Yudi Latif, masa NU yang mayoritas di pedesaan mulai tersingkirkan
akibat desakan pembangunan yang mengagungkan kekuatan modal. Pada sisi lain,
kemajuan teknologi dan komunikasi membuat sektor industri dan jasa lebih
berkembang ketimbang sektor pertanian. Semakin lama sektor pertanian semakin
terpinggirkan. Akibatnya, semakin banyak warga NU merantau guna mencari
pekerjaan di kota atau di luar negeri. Kondisi ini, akan berbahaya bila dibiarkan,
karena kemiskinan lama-kelamaan akan
merapuhkan soliditas serta menghilangkan kepercayaan kepada NU baik sebagai organisasi maupun
sebagai kultur dan juga kepercayaan kepada pemerintah.
Proses
pemiskinan masyarakat pedesaan yang sebagian besar adalah umat NU dapat dilihat
dari semakin menyusutnya kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konstribusi sektor
pertanian (di pedesaan) terhadap PDB turun dari 15,6 persen pada tahun 2000
menjadi 14,4 persen pada tahun 2013. Sementara pada priode yang sama,
konstribusi sektor jasa (di perkotaan) naik dari 9,3 persen manjadi 11 persen.
Semakin
melebarnya ”gap” antara pedesaan dan perkotaan dapat pula dilihat dari ”rasio
gini” pedesaan dan perkotaan. Kesenjangan pendapatan antara pedesaan dengan
perkotaan cendrung meningkat. Pada tahun
2013 ”rasio gini” Indonesia mencapai
0,41 (skala 0-1) yang mengalami kenaikan
dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya hanya sebesar 0,35. Dari
kondisi yang dipaparkan tersebut, dapat dipastikan pihak yang mengalami dampak
kemiskinan yang siknifikan adalah warga NU. Sebab di wilayah-wilayah yang
termarjinalisasi itulah basis pendukung NU.
Kedaulatan Ekonomi
Jumlah warga
Nahdlatul Ulama, menurut survei LSI (2013) sebanyak 86,4 juta jiwa. Menurut Wakil Presiden Yusuf Kalla, jumlah
warga NU (2015) sebanyak 89 juta jiwa. Dengan demikian, maka organisasi NU
menjadi organisasi Islam terbesar di dunia.
Organisasi NU jauh lebih besar dari organisasi Islam di Mesir (70 juta)
maupun organisasi Islam di Malaysia (15 juta). Jumlah anggota yang besar dapat menjadi potensi dan
dapat menjadi petaka bagi organisasi.
Pada kenyataannya, sebagian besar warga NU yang berada di pedesaan adalah
masyarakat miskin.
Peningkatan
ekonomi nahdliyin bukan semata tugas PBNU, semestinya sebagai warga negara menjadi tanggung-jawab pemerintah. Pada sisi
lain, pemerintah seyogianya menyadari bahwa pemerintah dan negara telah memetik
manfaat dari peran yang dilakoni NU selama ini. Hal tersebut digambarkan KH.
Hazim Muzadi, mantan Ketua Umum PB NU dengan anekdot: ”NU nasabnya bagus dapi
nasibnya tidak”.
Peningkatan
ekonomi nahdliyin harus didahului
peningkatan kapasitas sumberdaya manusia.
Pada sisi lain, kemiskinan berkorelasi dengan rendahnya tingkat
pendidikan masyarakatnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberdayaan
masyarakat. Dalam pemberdayaan masyarakat
pedesaan, perlu dipahami adanya keunikan karakteristik petani yang bersifat
sosiologis maupun bersifat ekologis. Oleh karena itu, pemberdayaan petani harus
memakai prinsip-prinsip pemberdayaan yang sesuai karakteristik masyarakat
pedesaan. Pemberdayaan masyarakat pedesaan menurut Khofifah Indar Prawamsa (Ketua Muslimat NU dan Menteri
Sosial-RI) dapat dilakukan dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga pendidikan
di bawah NU.
Nahdlatul Ulama
memiliki lembaga pendidikan formal dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
NU memiliki 34 universitas, salah-satu diantaranya berada di kota Medan. NU
memiliki 117 sekolah tinggi, 21.064 pondok
pesantren serta puluhan ribu lembaga pendidikan menengah dan dasar. Muslimat (organisasi otonom) NU tengah
mengembangkan 10 Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai upaya penanggulangan
kemiskinan. BLK ini mengajarkan keterampilan bordir, menjahit, katering dan
lainnya. Muslimat NU juga mengelola 131 koperasi primer dan program life skill di 84 provinsi. Di bidang
pendidikan, Muslimat NU memiliki 9.800 taman kanak-kanak (TK), 13.450 taman
pendidikan Al-Quran (TPA), 1.500 pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM),
4.600 pendidikan anak usia dini (PAUD) dan 36.000 majilis taklim.
Dalam
pemberdayaan masyarakat, menurut J Kristiadi perlu ditumbuhkan semangat
kewirausahaan di kalangan anak muda NU, yang menurut Kalla akan mengahasilkan
kerja yang inovatif dan kreatif. Pada akhirnya, akan lahir
wirausahawan-wirausahawan baru dari kalangan nahdliyin. Dengan demikian,
menurut Kalla, Indonesia tidak lagi hanya sekadar menjadi konsumen negara lain
tapi menjadi produsen bagi bangsa lain.
Dari hal tersebut di atas, maka sangat
tepatlah bila salah satu sub tema Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 yang telah dihelat di
Jombang, Jawa Timur tanggal 1-5 Agustus 2015 adalah: ”Kedaulatan dan Pemerataan
Ekonomi”. Tugas ”kaum sarungan” sekarang
adalah membuktikannya. Semoga...
* Tulisan Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si berjudul : ” NU dan Kedaulatan Ekonomi Indonesia” telah dimuat pada pada SK.Perestasi Reformasi , No.469, 19 Agustus 2015, hal.7, kol. 1-
Nama : Romualdus Giantino Siagian
ReplyDeleteNIM :18202085
Jurusan :Teknik Mesin
Kelas : 4m3
Mata kuliah : Pengendalian Lingkungan Industri
Dalam kedaulatan ekonomi indonesia sangat diperlukan untuk indonesia semakin maju dan masyarakat tidak perlu terlantar dalam hal apapun karena ekonomi yang sangat dibutuhkan para insan insan siapapun dia dan pada kalangan remaja juga harus ditumbuhkan semangat untuk memumbuh kembangkan kedaulatan ekonomi dalam indonesia karna salah satu citra bangsa adalah anak muda indonesia yang akan melanjutkan negara ini yang akan menimbulkan kedaulatan kedaulatan baru yang sangat kompoten oleh demikian pemuda harus didukung dalam hal yang positif yang berdampak baik bagi indonesia.