Evaluasi Kesesuaian Lahan Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jack) di Dataran Tinggi (Studi Kasus Kebun Bah Birung Ulu) PTPN IV Kabupaten Simalungun


Prosiding Seminar  Nasional  Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Untuk Ketahanan Pangan, ISBN ........, oleh IKA PSL USU tanggal 28 Maret 2018 di Medan, hal...

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADA AREAL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis, Jack) DI DATARAN TINGGI (Studi Kasus Kebun Bah Birung Ulu) PTPN IV KABUPATEN SIMALUNGUN.

Jesman Roberto Purba1, Abdul Rauf2, Chairani Hanum2, Fitra Syawal2,
Darmadi Erwin Harahap3 dan Riza Agoesdy2
1Program Magister Agroteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan.
2Program Studi Pascasarjana Fakultas Pertanian USU, Medan.
3 Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian UGN, Padang Sidimpuan.

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi kelas kesesuaian lahan dengan produksi kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan pada areal tanaman kesesuaian lahan kelapa sawit menghasilkan dengan metode survey dengan mengumpulkan data – data curah hujan, peta kesesusiaian lahan dan produksi tanamankelapa sawit Kebun Bah Birung Ulu, PT Perkebunan Nusantara IV, Kec. Sidamanik, Kab. Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.Dari hasil pengolahan informasi peta jenis tanah bahwa kebun Bah Birung Ulu masuk dalam kelas kesesuaian lahan S3-l3,w2, s1, t1, d1 artinya bahwa kelas S3 (agak sesuai) dengan faktor pembatas berat (tingkat 3) adalah ketinggian diatas permukaan laut, bentuk wilayah/ kemiringan lereng sedang (tingkat 2), kedalaman efektif (ringan), tekstur tanah (ringan), dan kelas drainase agak cepat (ringan).Dari hasil survey diperoleh bahwa tahun tanam 2008 dengan ketiggian tempat > 900 m dpl produktivitas berdasarkan umur per tahun sangat rendah. Umur 4 tahun rerata TBS (ton/ha/tahun) sebesar 0.25 ton/ha/tahun, pada umur 5 tahun rerata TBS (ton/ha/tahun) sebesar 4.08ton/ha/tahun. Rerata produksi tahun tanam 1996 diperoleh bahwa rerata produksi (ton/ha/tahun) menurun dengan meningkatnya ketinggian tempat per tanaman kelapa sawit. Rerata tandan buah segar (tbs) ton per hektar per tahun (ton/ha/tahun) dan rerata jumlah tandan (rjt) per pokok per tahun untuk tahun tanam 1996, 2004, 2005 dan 2006 berfluktuasi sekitar standar potensi produksi kelas lahan S3. Realisasi produksi (ton/ha) untuk tahun tanam 1996, 2004,  2005 dan 2006 dan jumlah tandan per pokok lima tahun terakhir berada pada kisaran KKL S3, tetapi realisasi produksi (ton/ha) dan jumlah tandan per pokok pada tahun tanam 2008 sangat jauh dibawah kisaran KKL3.
Kata Kunci : Kesesuian Lahan, Ketinggian Tempat, Produksi Kelapa Sawit

ABSTRAC

Research was conducted to evaluate the suitability class of land with oil palm production. This research was conducted on palm oil conformity area yielded by survey method by collecting rainfall data, map of land kesesusiaian and production plant of oil palm Plantation Bah Birung Ulu, PT Perkebunan Nusantara IV, Kec. Sidamanik, Kab. Simalungun, North Sumatra Province. From the result of processing of soil type map information that Ulu Birung Estate is included in the land suitability class S3-l3, w2, s1, t1, d1 means that the S3 class (somewhat accordingly) with the weight limiting factor (level 3) is the height above the sea level, slope area shape (level 2), effective depth (lightness), soil texture (lightweight), and drainage class is rather fast (light). From the survey results obtained that the year of planting in 2008 with the third place> 900 m asl productivity by age per year is very low. The average age of TBS year (ton / ha / year) was 0.25 ton / ha / year, at 5 years old average TBS (ton / ha / year) of 4.0 tonton / ha / year. The average of planting year of 1996 found that the average of production (ton / ha / year) decreased with increasing altitude of place per oil palm plantation. The average of fresh fruit bunch (tbs) tons per hectare per year (ton / ha / year) and the average number of bunches (rjt) per year per annum for the 1996, 2004, 2005 and 2006 cropping years fluctuated around the standard production potential of S3 land class. Actual production (ton / ha) for the 1996, 2004, 2005 and 2006 cropping periods and the number of staples per 5-year period were within the S3 KKL range, but the actual production (ton / ha) and the number of bunches per staple in 2008 below the KKL3 range.
Keywords: Land Suitability, Altitude, Oil Palm Production




PENDAHULUAN

Secara komersial perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada dataran tinggi (altitude > 600 meter diatas permukaan laut (m dpl) ) mulai dilakukan pada tahun 1996 di Kebun Bah Birung Ulu, Sumatera Utara. Penanaman kelapa sawit di dataran tinggi sampai dengan 850 m dpl dimungkinkan karena faktor pembatas utama telah berubah yaitu terjadi penigkatan rerata temperatur udara minimum menjadi 18 Co sejak tahun 1990, namun temperatur minimum bulanan < 18Co masih berpeluang terjadi pada bulan Desember – Januari. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit di dataran tinggi karena kendala “ strees suhu udara rendah “(Santoso et al., 2006).
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting dalam sektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tananam yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Nasution, 2014).
Secara umum areal yang berada pada ketinggian antara 600 s/d 850 m diatas permukaan laut mempunyai kelas kesesuaian lahan S3 dengan faktor pembatas berat (tingkat 3) berupa ketinggian tempat yang berkorelasi dengan kondisi iklim mikro. Sedangkan topografi merupakan faktor pembatas ringan – sedang dan keasaman tanah (pH) masuk kategori faktor pembatas ringan. Sedangkan areal diatas 850 m diatas permukaan laut tidak disarankan untuk perkebunan Kelapa Sawit dan masuk dalam KKL N2 karena berdasarkan hasil analisis data klimatologi pada ketinggian tersebut selisih suhu udara maksimum dan minimum sebesar 12-14 0C masih belum sesuai untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman Kelapa Sawit (Santoso et al., 2006).
Berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya, kelapa sawit dapat diusahakan pada tanah dengan tekstur yang agak kasar sampai halus yaitu antara pasir berlempung sampai lempung massif. Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah liat berdebu,  lempung liat berdebu, lempung liat dan lempung liat berpasir. Kedalaman efektif tanah yang baik adalah jika > 100 cm sebaliknya kedalaman efektif < 50 cm dan tidak mungkin untuk diperbaiki maka tidak direkomendasikan untuk kelapa sawit. Keamasaman (pH) tanah yang optimal adalah pH 5.0-4.0 (pada tanah gambut). Beberapa perkebunan kelapa sawit terdapat pada tanah yang memiliki pH > 7.0 namun produktivitasnya tidak optimal (Buana et al.,2004).
Kesesuian lahan sangat perlu di perhatikan dalam berbudidaya agar bisa mendapatkan hasil yang optimal. Khususnya pada tanaman kelapa sawit, walaupun kelapa sawit dapat tumbuh pada keadaan lahan yang ada, tetapi setiap tanaman memiliki  karakter  yang  membutuhkan persyaratan yang berbeda (Husna, 2015).

TUJUAN PENELITIAN

1.     Untuk mengetahui tingkat kesesuain lahan areal kelapa sawit di dataran tinggi
2.     Untuk mengetahui produktivitas tanaman kelapa sawit di dataran tinggi

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada areal tanaman  menghasilkan  dengan metode surveydi Kebun Bah Birung Ulu Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. Penelitian dilakukan Agustus 2014 dengan ketinggian tempat 648 – 1087 m dpl terletak pada Longitude: 2o 52 08.70’’ U – 99o 00 14.96’’ T dan Latitude: 2o 46 12.59’’U- 98o 56 03.63’’T dengan sistem pola tanam segitiga (straight line) dengan jarak tanam 10.24 m x 8.87 m sehingga diperoleh 110 pokok per hektar.
Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data-data seperti: karakteristik fisik lahan diambil dari data sekunder peta kesesuaian lahan PTPN IV. Realisasi produksi (ton/ha) untuk tahun tanam 1996, 2004,  2005 dan 2006 dan jumlah tandan per pokok lima tahun terakhir juga digunakan dalam penentuan kelas kesesuaian lahan (KKL)  tanaman kelapa sawit dan data persentase serangan  (bunch rot) dan buah partenokarpi. Kebun Bah Birung Ulu, PT Perkebunan Nusantara IV, Kec. Sidamanik, Kab. Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Alat yang digunakan yaitu: GPS magellan explorer untuk penentuan koordinat, ketinggian tempat. Peta kesesuaian lahan dan peta blok per afdeling untuk penentuan posisi blok per tahun tanam kebun Bah Birung Ulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelas Kesesuaian Lahan

Data karakteristik fisik lahan diambil dari data sekunder peta kesesuaian lahan PTPN IV yang mana bentuk wilayah dataran tinggi untuk kebun Bah Birung Ulu bergelombang sampai berbukit. Dari hasil penelitian yang dilakukan Simangunsong et al (2005), Santoso et al (2006) bahwa kebun Bah Birung Ulu bentuk wilayah (tofografi) ada dua bagian besar yaitu datar-berombak dan bergelombang – berbukit dan tanahnya memiliki kesuburan rendah-sedang dengan dengan dua jenis dua jenis tanah yaitu: Andic kandiudults, tekstur lempung liat berpasir, struktur tanah remah, drainase sedang, kandungan batuan  < 3%, kedalaman efektif tanah > 100 cm, pH 4.5-5.4. Tanah Andic dystrudepts, tekstur lempung liat berpasir, struktur tanah gumpal Penilaian kelas kesesuaian lahan menurut PPKS, didasarkan pada 9 karakteristik lahan yang meliputi curah hujan, bulan kering, ketinggian diatas permukaan laut, bentang wilayah/kemiringan lahan, batuan dipermukaan dan di dalam tanah, kedalaman efektif, tekstur tanah, kelas drainase dan kemasaman tanah (pH). Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan untuk kebun Bah Birung Ulu dapat dilihat di Tabel 1. Kebun Bah Birung Ulu termasuk ke dalam kelas S3-l3,w2,s1,t1,d1 artinya: kelas S3 (agak sesuai) dengan faktor pembatas berat (tingkat 3) adalah ketinggian diatas permukaan laut, bentuk wilayah/ kemiringan lereng sedang (tingkat 2),  kedalaman efektif (ringan), tekstur tanah (ringan) dan kelas drainase agak cepat (ringan).


Tabel 1. Kelas kesesuaian lahan kebun Bah Birung Ulu
No.
Karakteristik Lahan
Simbol
Nilai
01
Rerata curah hujan (mm) per tahun
H
3153
02
Bulan kering (bulan)
K
0.014
03
Ketinggian diatas permukaan laut (m)
L
600-1100
04
Bentuk wilayah/ kemiringan lereng (%)
W
Bergelombang-Berbukit
05
Batuan permukaan dan di dalam tanah   (%-volume)
B
< 3
06
Kedalaman efektif (cm)
S
> 100
07
Tekstur tanah
T
Lempung liat berpasir
08
Kelas drainase
D
Agak Cepat
09
Kemasaman tanah (pH)
A
4.5-5.9
Kelas kesesuaian lahan
S3-l3,w2,s1,t1,d1
(Sumber: Diolah dari peta jenis tanah Kantor Pusat PTPN 4, 2013).



Produktivitas tanaman kelapa sawit


Dari data Tabel 2 menunjukkan produktivitas tanaman kelapa sawit kebun Bah Birung Ulu berdasarkan umur per tahun tanam menunjukkan rerata produksi tandan buah segar (tbs) ton per hektar per tahun (ton/ha/tahun) dan rerata jumlah tandan (rjt) per pokok per tahun untuk tahun tanam 1996, 2004, 2005, dan 2006 berfluktuasi disekitar standar potensi produksi kelas lahan S3, menurut Mangoensoekarjo and Semangun (2008) mengatakan bahwa fluktuasi iklim dan curah hujan merupakan penyebab adanya fluktuasi produksi yang terjadi pada semua kelompok umur tanaman.
 Ketinggian tempat berkorelasi dengan temperatur udara sehingga dapat berubah dengan adanya pemanasan global yang mempengaruhi lingkungan iklim mikro kelapa sawit. Menurut Santoso et al, (2006) secara umum areal yang berada pada ketinggian 600-850 m diatas permukaan laut mempunyai kelas kesesuaian lahan S3 (agak sesuai) dengan faktor pembatas berat (tingkat 3) berupa ketinggian tempat yang berkorelasi dengan iklim mikro.
Tahun tanam 2008 memiliki ketinggian tempat 900-1100 m diatas permukaan laut dengan produktivitas sangat rendah dan keterlambatan matang panen. Hal ini menurut (Simagunsong et al., 2005; Siregar et al., 2006) disebabkan adanya temperature udara minimum kurang dari 18oC yang masih mungkin terjadi secara fluktuatif pada bulan desember dan januari yang dapat mengganggu proses metabolisme, perkembangan bunga dan buah  kelapa sawit yang disebabkan “stress temperature udara rendah”. Akibat stres temperature udara rendah dapat dianalogikan dengan “stress kekeringan”, yaitu: aborsi menigkat, gagal tandan / busuk tandan, produktivitas berfluktuasi dan relatif rendah dan perkembangan bunga menjadi buah lebih lama (8-9 bulan) (Simagunsong et al., 2005; Siregar et al., 2006).

Tabel 2. Produktivitas tanaman kelapa sawit berdasarkan umur per tahun tanam
Ketinggian
Umur
Tot.
Tot. tandan
tbs (kg)/
tbs
tandan/
Tanam
( m dpl)

tbs (kg)
total
Tandan
(ton)/ha
Pohon
1996
600-800
12
274930.77
12837.77
21.42
16.14
5.93
13
288334.23
13137.96
21.95
16.92
6.21
14
328714.23
13653.15
24.08
19.29
6.52
15
348843.46
12734.08
27.39
20.47
6.79
16
351232.31
12613.92
27.84
20.61
6.72
17
298405.38
9939.62
30.02
17.51
5.30
Rerata
315076.73
12486.08
25.45
18.49
6.24
2004
700-750
4
170186.00
21225.00
8.02
9.35
11.20
5
295310.00
40374.60
7.31
16.23
21.30
6
379240.00
31592.20
12.00
20.84
16.66
7
421100.00
28559.40
14.74
23.14
15.19
8
392626.00
25548.80
15.37
21.57
13.59
9
376720.00
20920.60
18.01
20.70
11.13

Rerata 
339197.00
28036.77
12.58
18.64
14.84
2005
650-900
3
27059.83
4161.89
6.50
1.60
2.34
4
244716.90
41107.40
5.95
14.51
22.73
5
296094.58
31614.60
9.37
17.56
17.53
6
324272.16
24840.68
13.05
19.23
14.19
7
299501.96
21027.56
14.24
17.76
12.00
8
296018.14
17202.04
17.21
17.55
9.75

Rerata 
247943.93
23325.69
11.05
14.70
13.09
2006
750-850
3
8303.67
2575.67
3.22
1.04
3.04
4
118755.33
13401.67
8.86
14.84
15.82
5
115150.00
14697.33
7.83
14.39
18.23
6
141520.00
15158.67
9.34
17.69
18.80
7
130120.00
10849.67
11.99
16.27
11.03

 Rerata
102769.80
11336.60
8.25
12.85
13.38
2008
900-1100
4
3217.06
334.41
9.62
0.25
0.24
5
40104.71
5596.18
7.17
3.08
4.08

Rerata 
21660.88
20219.56
8.39
1.67
2.16
(Sumber: Diolah dari data produksi LM76 Kantor Unit Bah Birung Ulu, 2013).

Dari data Tabel 2 dapat dilihat bahwa tanaman kelapa sawit pada umur 4 – 9 tahun masih terserang busuk buah, namun tingkat persentase serangan cenderung menurun dengan bertambahnya umur tanaman kelapa sawit. Persentase buah yang di kirim ke pabrik kelapa sawit pada umur tanaman  4 – 5 tahun sangat rendah dan cenderung meningkat serangan busuk buah dan parthenocarpi dengan meningkatnya ketinggian tempat tanaman. Menurut Turner and Gillbanks (2003) mengatakan bahwa Penyakit busuk tandan (bunch rot) biasanya ditemukan pada tanaman berumur 3 – 9 tahun tetapi cenderung menigkat serangannya pada pertanaman dengan sanitasi yang buruk dan atau tingkat penyerbukan yang tidak baik (tidak memadai). Kebanyakan serangan jamur meningkat pada kondisi  cuaca basah, dan kelembapan yang tinggi, juga pada kondisi kelembapan yang konstan pada pertanaman yang kerapatannya tinggi juga akan meningkatkan perkembangan penyakit busuk buah ini. Persentase serangan dapat mencapai 97.75% menurunkan produksi tandan buah segar yang di kirim ke pabrik kelapa sawit. Hal ini sesuai pernyataan Simangunsong et al (2005) yang mengatakan bahwa, penyakit busuk tandan yang umumnya disebabkan oleh Marasmius palmivorus juga mempengaruhi rendahnya produktivitas tanaman di dataran tinggi.





Tabel 3. Potensi produksi kelapa sawit kelas kesesuaian lahan KKL S3 dengan realisasi produksi di kebun Bah Birung Ulu
Ketinggian
Umur
KKL S3

Rerata

% Penurunan
% Kenaikan
Tanam
Tempat
Tanaman
Vs
Tbs
brt
tdn/pk
Tbs
Brt

(m dpl)

Realisasi
(ton/ha)
(kg)

(ton/ha)
(kg)
1996
600-800
12-17
KKL S3
24.50
20.57
9.25
24.53
19.19
Realisasi
18.49
25.45
6.24
2004
700-750
4-9
KKL S3
19.33
9.78
15.47
3.59
22.23
Realisasi
18.64
12.58
14.48
2005
650-900
3-8
KKL S3
16.03
7.70
16.30
8.32
30.32
Realisasi
14.7
11.05
13.09
2006
750-850
3-7
KKL S3
14.34
6.70
16.60
10.39
18.79
Realisasi
12.85
8.25
13.38
2008
900-1100
4-5
KKL S3
13.25
6.00
17.00
87.40
28.49



Realisasi
1.67
8.39
2.16


(Sumber: Diolah dari data produksu LM76 Kantor Unit Bah Birung Ulu, 2013).

Dari Tabel 3. Terlihat bahwa pada tahun tanam 1996, 2004, 2005 dan 2006 realisasi produksi (ton/ha) dan jumlah tandan per pokok lima tahun terakhir berada pada kisaran KKL S3, tapi realisasi produksi (ton/ha) dan jumlah tandan per pokok pada tahun tanam 2008 sangat jauh dibawah kisaran KKL S3. Dari Tabel 5 diperoleh bahwa produksi (ton/ha) cenderung menurun pada semua umur tanaman tapi berat tandan (kg) cenderung meningkat beratnaya bila dibandingkan dengan potensi produksi berdasarkan kelas kemampuan lahan.





KESIMPULAN

1.     Dari hasil survey diperoleh bahwa tahun tanam 2008 dengan ketiggian tempat > 900 m dpl produktivitas berdasarkan umur per tahun sangat rendah. Umur 4 tahun rerata TBS (ton/ha/tahun) sebesar 0.25 ton/ha/tahun, pada umur 5 tahun rerata TBS (ton/ha/tahun) sebesar 4.0 8ton/ha/tahun. Rerata produksi tahun tanam 1996 diperoleh bahwa rerata produksi (ton/ha/tahun) menurun dengan meningkatnya ketinggian tempat per tanaman kelapa sawit.
2.     Rerata tandan buah segar (tbs) ton per hektar per tahun (ton/ha/tahun) dan rerata jumlah tandan (rjt) per pokok per tahun untuk tahun tanam 1996, 2004, 2005 dan 2006 berfluktuasi sekitar standar potensi produksi kelas lahan S3.

DAFTAR PUSTAKA

Buana. L, Siahaan. D dan Adiputra. S, 2004. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan
Husna. L. 2015. Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. J. Nasional Ecopedon. JNEP Vol. 2. No. 1 (2015) 54-58. Prodi Manajemen Produksi Pertanian, Jurusan Budidaya  Tanaman  Pangan  PoliteknikPertanian Payakumbuh.
Mangoensoekarjo, S., dan Semangun, H., 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa    Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 73-97, 202-206.
Nasution. S.H. 2014. Pertumbuhan Bibit KelapaSawit (Elaeis guineensis  Jacq.) pada berbagai Perbandingan Media Tanam Solid Decanter dan Tandan Kosong Kelapa Sawit pada  Sistem  Singlestage.  J. Online Agroteknologi. ISSN No. 2337-6597 Vol. 2. No. 2 :691-701. Fakultas Pertanian USU. Medan.
Santoso S., Sutarta E. S. dan Siregar H. H., 2006. Potensi Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Dataran Tinggi. (Kasus Konversi Tanaman           Teh Menjadi Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara IV di Kabupaten   Simalungun, Sumatera Utara). Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 2006. Hal    113-126.
Simangunsong G., Hidayat T. C., Siregar H. H., 2005. Trend Produksi Kelapa       Sawit Di Dataran Tinggi (Kasus Kebun Bah Birung Ulu, Sumatera    Utara). Warta PPKS, Vol. 13 (3) Hal: 1 – 6.
Siregar, H. H., Darlan N. H., Pangaribuan Y., 2006. Peranan Ilmu Iklim Pada        Masa Kini dan Mendatang Bagi Pertanaman Kelapa Sawit. Warta Pusat          Penelitian Kelapa Sawit. Vol. 14(2) hal: 21-29.
Siregar H. H., Sutarta E. S and Darlan N. H., 2006. Implication of Climate            Change On Oil Palm Plantation In Higher Altitude: A case study in            North Sumatera Province. International Oil Palm Conference 2006, Nusa, Bali, June 19-23, 2006. Page: 181-187. Indonesian Oil Palm Research Institute (IOPRI), Medan.
Turner P. D and Gillbanks R. A., 2003. Oil Palm Cultivation and Management     (second edition). The incorporated society of planters  P. O. Box 10262,     50708 Kuala Lumpur, Malaysia. Page: 23 – 24, 660 – 661


No comments:

Post a Comment