Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Untuk Ketahanan Pangan, ISBN ........, oleh IKA PSL USU tanggal 28 Maret 2018 di Medan, hal...
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN
PADA AREAL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis
guineensis, Jack) DI DATARAN TINGGI (Studi Kasus Kebun Bah Birung Ulu) PTPN
IV KABUPATEN SIMALUNGUN.
Jesman Roberto Purba1, Abdul Rauf2,
Chairani
Hanum2, Fitra Syawal2,
Darmadi Erwin Harahap3
dan Riza Agoesdy2
1Program
Magister Agroteknologi Fakultas Pertanian USU,
Medan.
2Program Studi Pascasarjana Fakultas Pertanian
USU, Medan.
3 Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian UGN,
Padang Sidimpuan.
ABSTRAK
Penelitian
dilakukan untuk mengevaluasi kelas kesesuaian lahan dengan produksi kelapa
sawit. Penelitian ini dilakukan pada areal tanaman kesesuaian lahan kelapa
sawit menghasilkan dengan metode survey dengan mengumpulkan data – data curah
hujan, peta kesesusiaian lahan dan produksi tanamankelapa sawit Kebun Bah
Birung Ulu, PT Perkebunan Nusantara IV, Kec. Sidamanik, Kab. Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara.Dari hasil pengolahan informasi peta jenis tanah bahwa
kebun Bah Birung Ulu masuk dalam kelas kesesuaian lahan S3-l3,w2, s1, t1, d1
artinya bahwa kelas S3 (agak sesuai) dengan faktor pembatas berat (tingkat 3)
adalah ketinggian diatas permukaan laut, bentuk wilayah/ kemiringan lereng
sedang (tingkat 2), kedalaman efektif (ringan), tekstur tanah (ringan), dan
kelas drainase agak cepat (ringan).Dari hasil survey
diperoleh bahwa tahun tanam 2008 dengan ketiggian tempat > 900 m dpl
produktivitas berdasarkan umur per tahun sangat rendah. Umur 4 tahun rerata TBS
(ton/ha/tahun) sebesar 0.25 ton/ha/tahun, pada umur 5 tahun rerata TBS
(ton/ha/tahun) sebesar 4.08ton/ha/tahun. Rerata produksi tahun tanam 1996 diperoleh bahwa rerata produksi
(ton/ha/tahun) menurun dengan meningkatnya ketinggian tempat per tanaman kelapa
sawit. Rerata tandan buah segar (tbs) ton per
hektar per tahun (ton/ha/tahun) dan rerata jumlah tandan (rjt) per pokok per
tahun untuk tahun tanam 1996, 2004, 2005 dan 2006 berfluktuasi sekitar standar
potensi produksi kelas lahan S3. Realisasi produksi (ton/ha)
untuk tahun tanam 1996, 2004, 2005 dan
2006 dan jumlah tandan per pokok lima tahun terakhir berada pada kisaran KKL
S3, tetapi realisasi produksi (ton/ha) dan jumlah tandan per pokok pada tahun
tanam 2008 sangat jauh dibawah kisaran KKL3.
Kata
Kunci : Kesesuian Lahan, Ketinggian Tempat, Produksi Kelapa Sawit
ABSTRAC
Research
was conducted to evaluate the suitability class of land with oil palm
production. This research was conducted on palm oil conformity area yielded by
survey method by collecting rainfall data, map of land kesesusiaian and
production plant of oil palm Plantation Bah Birung Ulu, PT Perkebunan Nusantara
IV, Kec. Sidamanik, Kab. Simalungun, North Sumatra Province. From the result of
processing of soil type map information that Ulu Birung Estate is included in
the land suitability class S3-l3, w2, s1, t1, d1 means that the S3 class
(somewhat accordingly) with the weight limiting factor (level 3) is the height
above the sea level, slope area shape (level 2), effective depth (lightness),
soil texture (lightweight), and drainage class is rather fast (light). From the
survey results obtained that the year of planting in 2008 with the third
place> 900 m asl productivity by age per year is very low. The average age
of TBS year (ton / ha / year) was 0.25 ton / ha / year, at 5 years old average
TBS (ton / ha / year) of 4.0 tonton / ha / year. The average of planting year
of 1996 found that the average of production (ton / ha / year) decreased with
increasing altitude of place per oil palm plantation. The average of fresh
fruit bunch (tbs) tons per hectare per year (ton / ha / year) and the average
number of bunches (rjt) per year per annum for the 1996, 2004, 2005 and 2006
cropping years fluctuated around the standard production potential of S3 land
class. Actual production (ton / ha) for the 1996, 2004, 2005 and 2006 cropping
periods and the number of staples per 5-year period were within the S3 KKL
range, but the actual production (ton / ha) and the number of bunches per
staple in 2008 below the KKL3 range.
Keywords:
Land Suitability, Altitude, Oil Palm Production
PENDAHULUAN
Secara komersial
perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada dataran tinggi (altitude
> 600 meter diatas permukaan laut (m dpl) ) mulai dilakukan pada tahun 1996
di Kebun Bah Birung Ulu, Sumatera Utara. Penanaman kelapa sawit di dataran
tinggi sampai dengan 850 m dpl dimungkinkan karena faktor pembatas utama telah
berubah yaitu terjadi penigkatan rerata temperatur udara minimum menjadi 18 Co
sejak tahun 1990, namun temperatur minimum bulanan < 18Co masih
berpeluang terjadi pada bulan Desember – Januari. Hal ini tentu saja
berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit di dataran tinggi karena kendala “ strees suhu udara rendah “(Santoso et al., 2006).
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu jenis
tanaman perkebunan yang
menduduki posisi penting dalam sektor pertanian
umumnya, dan sektor perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena dari sekian
banyak tananam yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan
nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Nasution, 2014).
Secara umum areal yang
berada pada ketinggian antara 600 s/d 850 m diatas permukaan laut mempunyai
kelas kesesuaian lahan S3 dengan faktor pembatas berat (tingkat 3) berupa
ketinggian tempat yang berkorelasi dengan kondisi iklim mikro. Sedangkan
topografi merupakan faktor pembatas ringan – sedang dan keasaman tanah (pH)
masuk kategori faktor pembatas ringan. Sedangkan areal diatas 850 m diatas
permukaan laut tidak disarankan untuk perkebunan Kelapa Sawit dan masuk dalam
KKL N2 karena berdasarkan hasil analisis data klimatologi pada ketinggian
tersebut selisih suhu udara maksimum dan minimum sebesar 12-14 0C masih
belum sesuai untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman Kelapa Sawit (Santoso et al., 2006).
Berbeda dengan tanaman
perkebunan lainnya, kelapa sawit dapat diusahakan pada tanah dengan tekstur
yang agak kasar sampai halus yaitu antara pasir berlempung sampai lempung
massif. Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah liat
berdebu, lempung liat berdebu, lempung
liat dan lempung liat berpasir. Kedalaman efektif tanah yang baik adalah jika
> 100 cm sebaliknya kedalaman efektif < 50 cm dan tidak mungkin untuk
diperbaiki maka tidak direkomendasikan untuk kelapa sawit. Keamasaman (pH) tanah
yang optimal adalah pH 5.0-4.0 (pada tanah gambut). Beberapa perkebunan kelapa
sawit terdapat pada tanah yang memiliki pH > 7.0 namun produktivitasnya
tidak optimal (Buana et al.,2004).
Kesesuian lahan sangat perlu di perhatikan dalam berbudidaya
agar bisa mendapatkan hasil yang optimal. Khususnya pada tanaman kelapa sawit,
walaupun kelapa sawit dapat tumbuh pada keadaan lahan yang ada, tetapi setiap
tanaman memiliki karakter yang
membutuhkan persyaratan yang berbeda (Husna, 2015).
TUJUAN PENELITIAN
1.
Untuk
mengetahui tingkat kesesuain lahan areal kelapa sawit di dataran tinggi
2.
Untuk
mengetahui produktivitas tanaman kelapa sawit di dataran tinggi
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada areal tanaman menghasilkan dengan
metode surveydi Kebun
Bah Birung Ulu Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. Penelitian dilakukan
Agustus 2014 dengan ketinggian tempat 648 – 1087 m dpl terletak
pada Longitude: 2o 52’ 08.70’’ U – 99o
00’ 14.96’’ T dan Latitude: 2o 46’
12.59’’U- 98o 56’ 03.63’’T dengan
sistem pola tanam segitiga (straight line)
dengan jarak tanam 10.24 m x 8.87 m sehingga diperoleh 110 pokok per hektar.
Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data-data seperti: karakteristik fisik
lahan diambil dari data sekunder peta kesesuaian lahan PTPN IV. Realisasi
produksi (ton/ha) untuk tahun tanam 1996, 2004,
2005 dan 2006 dan jumlah tandan per pokok lima tahun terakhir juga
digunakan dalam penentuan kelas kesesuaian lahan (KKL) tanaman kelapa sawit dan data persentase
serangan (bunch rot) dan buah partenokarpi. Kebun Bah Birung Ulu, PT
Perkebunan Nusantara IV, Kec. Sidamanik, Kab. Simalungun, Provinsi Sumatera
Utara.
Alat yang digunakan yaitu: GPS magellan explorer untuk penentuan
koordinat, ketinggian tempat. Peta kesesuaian lahan dan peta blok per afdeling
untuk penentuan posisi blok per tahun tanam kebun Bah Birung Ulu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelas Kesesuaian Lahan
Data karakteristik fisik
lahan diambil dari data sekunder peta kesesuaian lahan PTPN IV yang mana bentuk
wilayah dataran tinggi untuk kebun Bah Birung Ulu bergelombang sampai berbukit.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Simangunsong et al (2005), Santoso et al
(2006) bahwa kebun Bah Birung Ulu bentuk wilayah (tofografi) ada dua bagian besar yaitu datar-berombak dan
bergelombang – berbukit dan tanahnya memiliki kesuburan rendah-sedang dengan
dengan dua jenis dua jenis tanah yaitu: Andic
kandiudults, tekstur lempung liat berpasir, struktur tanah remah, drainase
sedang, kandungan batuan < 3%,
kedalaman efektif tanah > 100 cm, pH 4.5-5.4. Tanah Andic dystrudepts, tekstur lempung liat berpasir, struktur tanah
gumpal Penilaian kelas kesesuaian
lahan menurut PPKS, didasarkan pada 9 karakteristik lahan yang meliputi curah
hujan, bulan kering, ketinggian diatas permukaan laut, bentang wilayah/kemiringan
lahan, batuan dipermukaan dan di dalam tanah, kedalaman efektif, tekstur tanah,
kelas drainase dan kemasaman tanah (pH). Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan
untuk kebun Bah Birung Ulu dapat dilihat di Tabel 1. Kebun Bah Birung Ulu termasuk ke dalam kelas
S3-l3,w2,s1,t1,d1 artinya: kelas S3 (agak sesuai) dengan faktor
pembatas berat (tingkat 3) adalah ketinggian diatas permukaan laut, bentuk
wilayah/ kemiringan lereng sedang (tingkat 2), kedalaman
efektif (ringan), tekstur tanah (ringan) dan kelas drainase agak cepat (ringan).
Tabel 1. Kelas kesesuaian lahan kebun Bah Birung Ulu
No.
|
Karakteristik Lahan
|
Simbol
|
Nilai
|
01
|
Rerata curah hujan (mm) per tahun
|
H
|
3153
|
02
|
Bulan kering (bulan)
|
K
|
0.014
|
03
|
Ketinggian diatas permukaan laut
(m)
|
L
|
600-1100
|
04
|
Bentuk wilayah/ kemiringan lereng
(%)
|
W
|
Bergelombang-Berbukit
|
05
|
Batuan permukaan dan di dalam
tanah (%-volume)
|
B
|
< 3
|
06
|
Kedalaman efektif (cm)
|
S
|
> 100
|
07
|
Tekstur tanah
|
T
|
Lempung liat berpasir
|
08
|
Kelas drainase
|
D
|
Agak Cepat
|
09
|
Kemasaman tanah (pH)
|
A
|
4.5-5.9
|
Kelas kesesuaian lahan
|
S3-l3,w2,s1,t1,d1
|
(Sumber: Diolah dari peta jenis tanah Kantor Pusat
PTPN 4, 2013).
Produktivitas tanaman
kelapa sawit
Dari data Tabel 2
menunjukkan produktivitas tanaman kelapa sawit kebun Bah Birung Ulu berdasarkan
umur per tahun tanam menunjukkan rerata produksi tandan buah segar (tbs) ton
per hektar per tahun (ton/ha/tahun) dan rerata jumlah tandan (rjt) per pokok
per tahun untuk tahun tanam 1996, 2004, 2005, dan 2006 berfluktuasi disekitar standar
potensi produksi kelas lahan S3, menurut Mangoensoekarjo and Semangun (2008) mengatakan bahwa fluktuasi iklim dan curah hujan
merupakan penyebab adanya fluktuasi produksi yang terjadi pada semua kelompok
umur tanaman.
Ketinggian tempat berkorelasi dengan
temperatur udara sehingga dapat berubah dengan adanya pemanasan global yang
mempengaruhi lingkungan iklim mikro kelapa sawit. Menurut Santoso et al, (2006) secara umum areal yang
berada pada ketinggian 600-850 m diatas permukaan laut mempunyai kelas
kesesuaian lahan S3 (agak sesuai) dengan faktor pembatas berat (tingkat 3)
berupa ketinggian tempat yang berkorelasi dengan iklim mikro.
Tahun tanam 2008 memiliki
ketinggian tempat 900-1100 m diatas permukaan laut dengan produktivitas sangat
rendah dan keterlambatan matang panen. Hal ini menurut (Simagunsong et al., 2005; Siregar et al., 2006) disebabkan adanya
temperature udara minimum kurang dari 18oC yang masih mungkin
terjadi secara fluktuatif pada bulan desember dan januari yang dapat mengganggu
proses metabolisme, perkembangan bunga dan buah
kelapa sawit yang disebabkan “stress
temperature udara rendah”. Akibat stres temperature udara rendah dapat
dianalogikan dengan “stress kekeringan”,
yaitu: aborsi menigkat, gagal tandan / busuk tandan, produktivitas berfluktuasi
dan relatif rendah dan perkembangan bunga menjadi buah
lebih lama (8-9 bulan) (Simagunsong et
al., 2005; Siregar et al., 2006).
Tabel
2. Produktivitas tanaman kelapa sawit berdasarkan umur per tahun tanam
Ketinggian
|
Umur
|
Tot.
|
Tot. tandan
|
tbs (kg)/
|
tbs
|
tandan/
|
|
Tanam
|
( m dpl)
|
tbs (kg)
|
total
|
Tandan
|
(ton)/ha
|
Pohon
|
|
1996
|
600-800
|
12
|
274930.77
|
12837.77
|
21.42
|
16.14
|
5.93
|
13
|
288334.23
|
13137.96
|
21.95
|
16.92
|
6.21
|
||
14
|
328714.23
|
13653.15
|
24.08
|
19.29
|
6.52
|
||
15
|
348843.46
|
12734.08
|
27.39
|
20.47
|
6.79
|
||
16
|
351232.31
|
12613.92
|
27.84
|
20.61
|
6.72
|
||
17
|
298405.38
|
9939.62
|
30.02
|
17.51
|
5.30
|
||
Rerata
|
315076.73
|
12486.08
|
25.45
|
18.49
|
6.24
|
||
2004
|
700-750
|
4
|
170186.00
|
21225.00
|
8.02
|
9.35
|
11.20
|
5
|
295310.00
|
40374.60
|
7.31
|
16.23
|
21.30
|
||
6
|
379240.00
|
31592.20
|
12.00
|
20.84
|
16.66
|
||
7
|
421100.00
|
28559.40
|
14.74
|
23.14
|
15.19
|
||
8
|
392626.00
|
25548.80
|
15.37
|
21.57
|
13.59
|
||
9
|
376720.00
|
20920.60
|
18.01
|
20.70
|
11.13
|
||
Rerata
|
339197.00
|
28036.77
|
12.58
|
18.64
|
14.84
|
||
2005
|
650-900
|
3
|
27059.83
|
4161.89
|
6.50
|
1.60
|
2.34
|
4
|
244716.90
|
41107.40
|
5.95
|
14.51
|
22.73
|
||
5
|
296094.58
|
31614.60
|
9.37
|
17.56
|
17.53
|
||
6
|
324272.16
|
24840.68
|
13.05
|
19.23
|
14.19
|
||
7
|
299501.96
|
21027.56
|
14.24
|
17.76
|
12.00
|
||
8
|
296018.14
|
17202.04
|
17.21
|
17.55
|
9.75
|
||
Rerata
|
247943.93
|
23325.69
|
11.05
|
14.70
|
13.09
|
||
2006
|
750-850
|
3
|
8303.67
|
2575.67
|
3.22
|
1.04
|
3.04
|
4
|
118755.33
|
13401.67
|
8.86
|
14.84
|
15.82
|
||
5
|
115150.00
|
14697.33
|
7.83
|
14.39
|
18.23
|
||
6
|
141520.00
|
15158.67
|
9.34
|
17.69
|
18.80
|
||
7
|
130120.00
|
10849.67
|
11.99
|
16.27
|
11.03
|
||
Rerata
|
102769.80
|
11336.60
|
8.25
|
12.85
|
13.38
|
||
2008
|
900-1100
|
4
|
3217.06
|
334.41
|
9.62
|
0.25
|
0.24
|
5
|
40104.71
|
5596.18
|
7.17
|
3.08
|
4.08
|
||
Rerata
|
21660.88
|
20219.56
|
8.39
|
1.67
|
2.16
|
(Sumber: Diolah dari data produksi LM76 Kantor Unit
Bah Birung Ulu, 2013).
Dari data Tabel 2 dapat
dilihat bahwa tanaman kelapa sawit pada umur 4 – 9 tahun masih terserang busuk
buah, namun tingkat persentase serangan cenderung menurun dengan bertambahnya
umur tanaman kelapa sawit. Persentase buah yang di kirim ke pabrik kelapa sawit
pada umur tanaman 4 – 5 tahun sangat
rendah dan cenderung meningkat serangan busuk buah dan parthenocarpi dengan
meningkatnya ketinggian tempat tanaman. Menurut Turner and Gillbanks (2003) mengatakan bahwa Penyakit busuk tandan (bunch rot) biasanya ditemukan pada
tanaman berumur 3 – 9 tahun tetapi cenderung menigkat serangannya pada
pertanaman dengan sanitasi yang buruk dan atau tingkat penyerbukan yang tidak
baik (tidak memadai). Kebanyakan serangan jamur meningkat pada kondisi cuaca basah, dan kelembapan yang tinggi, juga
pada kondisi kelembapan yang konstan pada pertanaman yang kerapatannya tinggi
juga akan meningkatkan perkembangan penyakit busuk buah ini. Persentase
serangan dapat mencapai 97.75% menurunkan produksi tandan buah segar yang di
kirim ke pabrik kelapa sawit. Hal ini sesuai pernyataan Simangunsong et al (2005) yang
mengatakan bahwa, penyakit busuk tandan yang umumnya disebabkan oleh Marasmius palmivorus juga mempengaruhi
rendahnya produktivitas tanaman di dataran tinggi.
Tabel
3. Potensi produksi kelapa sawit kelas kesesuaian lahan KKL S3 dengan realisasi produksi di kebun Bah Birung Ulu
Ketinggian
|
Umur
|
KKL S3
|
Rerata
|
% Penurunan
|
% Kenaikan
|
|||
Tanam
|
Tempat
|
Tanaman
|
Vs
|
Tbs
|
brt
|
tdn/pk
|
Tbs
|
Brt
|
(m dpl)
|
Realisasi
|
(ton/ha)
|
(kg)
|
(ton/ha)
|
(kg)
|
|||
1996
|
600-800
|
12-17
|
KKL S3
|
24.50
|
20.57
|
9.25
|
24.53
|
19.19
|
Realisasi
|
18.49
|
25.45
|
6.24
|
|||||
2004
|
700-750
|
4-9
|
KKL S3
|
19.33
|
9.78
|
15.47
|
3.59
|
22.23
|
Realisasi
|
18.64
|
12.58
|
14.48
|
|||||
2005
|
650-900
|
3-8
|
KKL S3
|
16.03
|
7.70
|
16.30
|
8.32
|
30.32
|
Realisasi
|
14.7
|
11.05
|
13.09
|
|||||
2006
|
750-850
|
3-7
|
KKL S3
|
14.34
|
6.70
|
16.60
|
10.39
|
18.79
|
Realisasi
|
12.85
|
8.25
|
13.38
|
|||||
2008
|
900-1100
|
4-5
|
KKL S3
|
13.25
|
6.00
|
17.00
|
87.40
|
28.49
|
Realisasi
|
1.67
|
8.39
|
2.16
|
(Sumber: Diolah dari data produksu LM76 Kantor Unit
Bah Birung Ulu, 2013).
Dari Tabel 3. Terlihat
bahwa pada tahun tanam 1996, 2004, 2005 dan 2006 realisasi produksi (ton/ha)
dan jumlah tandan per pokok lima tahun terakhir berada pada kisaran KKL S3,
tapi realisasi produksi (ton/ha) dan jumlah tandan per pokok pada tahun tanam
2008 sangat jauh dibawah kisaran KKL S3. Dari Tabel 5 diperoleh bahwa produksi
(ton/ha) cenderung menurun pada semua umur tanaman tapi berat tandan (kg)
cenderung meningkat beratnaya bila dibandingkan dengan potensi produksi
berdasarkan kelas kemampuan lahan.
KESIMPULAN
1.
Dari
hasil survey diperoleh bahwa tahun tanam 2008 dengan ketiggian tempat > 900
m dpl produktivitas berdasarkan umur per tahun sangat rendah. Umur 4 tahun
rerata TBS (ton/ha/tahun) sebesar 0.25 ton/ha/tahun, pada umur 5 tahun rerata
TBS (ton/ha/tahun) sebesar 4.0 8ton/ha/tahun. Rerata produksi tahun tanam 1996
diperoleh bahwa rerata produksi (ton/ha/tahun) menurun dengan meningkatnya
ketinggian tempat per tanaman kelapa sawit.
2.
Rerata tandan buah segar (tbs) ton per hektar
per tahun (ton/ha/tahun) dan rerata jumlah tandan (rjt) per pokok per tahun
untuk tahun tanam 1996, 2004, 2005 dan 2006 berfluktuasi sekitar standar
potensi produksi kelas lahan S3.
DAFTAR PUSTAKA
Buana.
L, Siahaan. D dan Adiputra. S, 2004. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit, Medan
Husna. L. 2015. Kesesuaian Lahan
Tanaman Kelapa Sawit di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. J.
Nasional Ecopedon. JNEP Vol. 2. No. 1 (2015) 54-58. Prodi Manajemen Produksi
Pertanian, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan
PoliteknikPertanian Payakumbuh.
Mangoensoekarjo,
S., dan Semangun, H., 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 73-97,
202-206.
Nasution. S.H. 2014. Pertumbuhan
Bibit KelapaSawit (Elaeis guineensis
Jacq.) pada berbagai Perbandingan Media Tanam Solid Decanter dan Tandan
Kosong Kelapa Sawit pada Sistem Singlestage.
J. Online Agroteknologi. ISSN No. 2337-6597 Vol. 2. No. 2 :691-701.
Fakultas Pertanian USU. Medan.
Santoso
S., Sutarta E. S. dan Siregar H. H., 2006. Potensi Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Dataran Tinggi.
(Kasus Konversi Tanaman Teh
Menjadi Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara IV di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara). Jurnal Penelitian
Kelapa Sawit, 2006. Hal 113-126.
Simangunsong
G., Hidayat T. C., Siregar H. H., 2005. Trend Produksi Kelapa Sawit Di Dataran Tinggi (Kasus Kebun Bah
Birung Ulu, Sumatera Utara). Warta
PPKS, Vol. 13 (3) Hal: 1 – 6.
Siregar,
H. H., Darlan N. H., Pangaribuan Y., 2006. Peranan Ilmu Iklim Pada Masa Kini dan Mendatang Bagi Pertanaman
Kelapa Sawit. Warta Pusat Penelitian
Kelapa Sawit. Vol. 14(2) hal: 21-29.
Siregar
H. H., Sutarta E. S and Darlan N. H., 2006. Implication of Climate Change On Oil Palm Plantation In
Higher Altitude: A case study in North
Sumatera Province. International Oil Palm Conference 2006, Nusa, Bali, June 19-23, 2006. Page: 181-187.
Indonesian Oil Palm Research Institute
(IOPRI), Medan.
Turner
P. D and Gillbanks R. A., 2003. Oil
Palm Cultivation and Management (second
edition). The incorporated society of planters
P. O. Box 10262, 50708 Kuala
Lumpur, Malaysia. Page: 23 – 24, 660 – 661
No comments:
Post a Comment