MK.KDV-6. REAKSI PELANGGARAN HUKUM


BAB. IV. REAKSI TERHADAP PELANGGARAN HUKUM

A. KEJAHATAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN
Seandainya seseorang tidak mengenal hukum, tidak mengenal keadaban pula, itulah masyarakat barbarian, yang kuat menjadi pemangsa yang lemah, homo homuni lupus (Plaut-
us: 945). Seseorang akan bereaksi terhadap kejahatan dilatari oleh "motif balas dendam" maka yakin saja, pada akhirnya manusia akan punah. Pun kalau tidak teriadi kepunahan maka selamanya akan terjadi penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah.
Inilah kelebihan manusia sebagai makhluk insani, motif balas dendam tersebut dikanalisasi dalam sebuah ikatan, soliditas, yang bernama kontrak sosial, agar perdamaian selalu
terjaga. Siapa yang mengganggu perdamaian maka "hukumlah" yang memberikan jalan untuk memulihkan gangguan atas perdamaian itu.
Dalam konteks demikian, kriminologi sebagaimana telah dikemukakan oleh para ahlinya, mengutamakan penanggulangan sebagai sasaran utamanya, maka kehadirannya selain mencegah muncul-munculnya calon-calon penjahat, juga mencegah seorang yang telah berbuat jahat agar tidak lagi mengulangi kej ahatannnya.
Masalah penanggulangan kejahatan bisa dengan menindakan "niat" si penjahat melalui "injeksi" sadar untuk taat hukum, bisa pula dengan meniadakan "kesempatan" si penjahat dalam mewujudkan perbuatannya. Meniadakan "kesempatan" seseorang melakukan kejahatan sudah pasti "calon korban" yang memegang peran dominan. Adapun untuk penanggulangan bagi yang sudah terlanjur melakukan kejahatan, proses pemidanaanlah yang akan memperbaiki "sifat jahat" sang pelaku melalui hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

1. Penanggulangan Kejahatan (Criming Prevention)
Penanggulangan kejahatan terdiri dari 3 (riga) bagian pokok, sebagai berikut:
a. Pre-Emtif
Penanggulangan kejahatan dalam upaya pre-emtif adaIah upaya-upaya awal yang  dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif yaitu dengan menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang.
Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan akan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut, maka tidak akan terjadi kejahatan. Iadi, daIam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan. Cara pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu: Niat +Kesempatan terjadi Kejahatan. Contohnya: di tengah malam
pada saat lampu merah lalu lintas menyala maka pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan lalu lintas tersebut meskipun pada waktu itu tidak ada polisi yang berjaga.  Hal ini kebanyakan terjadi di negara seperti Singapura, Sydney, dan kota besai lainnya di dunia. Jadi, dalam upaya pre-emtif faktor niat tidak terjadi.

b. Preventif
Upaya-upaya preventif adalah tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan,menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kej ahatan. Contohnya: ada orang ingin mencuri motor tetapi kesempatan itu dihilangkan karena motor-motoryang ada ditempatkan di tempat penitipan motor, dengan demikian kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. ladi, dalam upaya preventif kesemPatan ditutup.

c. Represif
Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana atau kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan menjatuhkan hukuman.

2. Tujuan Pemidanaan
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pada Bab I subpembahasan "sejarah  Perkembangan Kriminologi," yaitu: Plato dan Beccaria memiliki ajaran yang erat hubungannyadengan teori pemidanaan. Plato terkenal dengan semboyannya: "hukuman dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat, tetapi agar jangan diperbuat kejahatan." Demikian halnya dengan Beccaria dalam teorinya yang terkait dengan reformasi pemidanaan mengemukakan: "tujuan diadakannya hukuman, yakni untuk mencegah orang lain dari melakukan kejahatan, juga mencegah penjahat tidak lagi mengulangi kejahatannya."Berpijak pada kedua pendapat tersebut, seseungguhnya telah tergambarkan tujuan dari pada pemidanaan. Terkait dengan kondisi masyarakat yang dipahami terikat dalam satu kesatuan sosial, pastinya dalam memformulasi "hukuman" akan bersesuaian dengan pola keadabannya.
Hal demikianlah yang menyebabkan teori pemidanaan melahirkan tujuan pemidanaan mengalami perkembangan pula, mengikuti perkembangan pola pikiran yang semakin beradab. Lahirnya beberapa tujuan pemidanaan tidak dapat dilepaskan dari penelitian kriminologi yang memberikan sumbangsihnya dalam tata pemidanaan tersebut. Berikut ulasannya mengenai tujuan dijatuhkannya hukuman (tujuan pemidanaan) yang didasarkan pada basis teorinya masing-masing:
1. Teori Pembalasan (Vergelding Theorie, Retribusi)
Pelopor teori ini, di antaranya E. Kant, yang mengemukakan teori balas dendam. "siapa yang membunuh harus dibunuh pula". Menurut teori pembalasan, orang yang berbuat jahat harus dipidana dengan jalan menyiksa fisiknya, agar ia menjadi jera. Pelaksanaannya tentu sangat kejam. Pada mulanya, pihak yang dirugikan (pihak korban) diperbolehkan membalas setiap perlakuan jahat yang diterimanya, namun "hak penghukuman" ini kemudian diambil alih oleh negara.

2. Teori Penjeraan (Afschriking, Deterrence)
Teori pemidanaan "penjeraan" sering disebut juga sebagai "teori menakut-nakuti." Feurbach berpendapat bahwa hukuman harus dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat.

3. Teori Penutupan (Onschadelih, lncarceration)
Pengasingan (penutupan) adalah suatu doktrin yang menyatakan, tindakan karantina memang sangat penting dan diperlukan dalam pelaksanaan pidana untuk mencegah pengulangan kejahatan oleh penjahat-penjahat yang berbahaya.

4. Teori Memperbaihi (Verbeterings, Rehabilitasi)
Teori ini beranggapan bahwa tujuan dijatuhkannya pidana kepada para pelanggar hukum, untuk memperbaiki si terhukumitusendiri. Kerap disebut proses rehabilitasi resosialisasi atau pemasyarakatan.

B. SISTEM PEMASYARAKATAN MENGGANTIKAN SISTEM KEPENJARAAN DI INDONESIA
Seiring dengan perkembangan teori pemidanaan. Hukuman tidak lagi bertujuan untuk memberikan efek jera saja, bermotifkan balas dendam atas perbuatan si penjahat, namun hukuman diadakan untuk memperbaiki tata taku si pembuat kejahatan, maka institusionalisasi sang penjahat dihilangkan pula keadaan yang memungkinkan terjadi "labelisasi" atas dirinya.
Sang pelaku kejahatan bukan lagi sebagai objekyang bisa diperlakukan kejam, bengis, ia juga sebagai manusia (subjek) yang memiliki hak untuk diperlakukan secara manusiawi. Iaditempatkan dalam suatu bangunan penjara sebagai warga binaan yang sedianya mendapat pembinaan dan pembimbingan, agar di kemudian hari dapat kembali diterima oleh lingkungannya.

1. Sejarah Pemasyarakatan
Sistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjeraan dan menggunakan titik tolak pandangan terhadap narapidana sebagai individu semata-mata, dianggap sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NKRI 1945.
Bagi bangsa Indonesia, mengenai pemikiran-pemikiran fungsi pemidanaan tidak lagi sekadar pada aspek penjara belaka, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial, telah melahirkan suatu sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum yang dikenal dengan sistem pemasyarakatan.
Gagasan Pemasyarakatan dicetuskan pertama kali oleh Sahardjo pada tanggal 5 Iuli 1963 dalam pidato penganugerahan Doktor Honoris Causa di bidang llmu Hukum oleh Universitas Indonesia, antara lain dikemukakan:
"Di bowoh pohon beringin, pengoUomon tetoh homl tetophan untuh menjodi penguluh bagi  petugas dalam membina narapidana, mako tujuan pidana penjara kami rumuskan: di samping menimbulkan rasa derita para narapidana agar bertoubat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat lndonesia yang berguna. Dengan singkat tujuan pidana penjara adalah pem
asyarakatan"
Gagasan tersebut kemudian diformulasikan lebih lanjut sebagai suatu sistem pembinaan terhadap narapidana di Indonesia yang menggantikan sistem kepenjaraan pada27 April 1964 dalam koferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan di Lembaga, Bandung. Pemasyarakatan dalam konferensi ini dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan narapidana dan merupakan pengejawantahan keadilan yang bertujuan mencapai reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan dalam kapasitasnya baik sebagai individu, anggota masyarakat, maupun sebagai makhluk Tuhan.

2. Prinsip-prinsip Pemasyarakatan
Prinsip-prinsip pemasyarakatan meliputi sepuluh dasar pembinaan, yaitu:
a.   Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
b.  Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
c.   Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
d.   Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana;
e.  Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat;
f.  Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekadar  mengisi waktu, dan juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi;
g.  Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila;
h.  Narapidana dan anak didik sebagai orang-orangyang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia;
i.   Narapidana dan anak didik hanya diiatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialami;
j.   Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.
Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan sistem pemasyarakatan yang telah dilaksanakan sejak lebih dari 40 tahun tersebut semakin mantap dengan dilembagakannya melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dalam tujuan dasar norma pembentukannya UU a quo, yaitu: "sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas pengayoman, persamaan perlakuan, pelayanan pendidikan, dan penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita serta terjadinya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Konsep ini pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari konsep dasar sebagaimana termuat dalam sepuluh prinsip pemasyarakatan.

5. Pelaksanaan Pemasyarakatan
Pada abad ke-18, tepatnya di tahun 1703, sebuah penjara San Michele, di Italia, meletakkan pendidikan sebagai gagasan utama dalam inskripsi: "parum est coerce improbos poeno, hisi bonus efficias d,iciplinaJ' (tidak ada manfaatnya mempidana orang jahat bila kita tidak dapat membuat mereka menjadi orang yang baik dengan memberi pelajaran dan tata tertib).
Inskripsi yang tercatat di penjara San Michele tersebut, menjadi cikal-bakal penghukuman atas pelaku kejahatan, penjara yang bertujuan menghukum penjahat melalui penyiksaan, agar sierhukum benar-benar merasa taubat dan jera sehingga kemudian tidak lagi akan mengulangi perbuatan menyebabkan ia masuk penjara, mengalami pergeseran. Pada kenyataannya, dengan penyiksaan si terhukum di dalam penjara tidak memberikan efek jera kepadanya, justru angka kejahatan tetap meningkat, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Dirumuskanlah kemudian doktrin penghukuman seperti: rehabilitasi, resosialisasi, dan reformasi, yang menolak doktrin penjeraan (deterrence, afschrikking). Dalam dunia penologi mereka yang menganut doktrin deterrence di golongkan ke dalam "classical penology”,  sedangkan terutama yang menganut rehabilitatiue doctrine digolongkan ke dalam " new-new penology."
Perkembangan doktrin penghukuman (pemidanaan) tidak hanya berhenti sampai di situ, selanjutnya muncul " new penology”  yakni suatu pemidanaan dengan pendekatan kekuatan-kekuatan yang ada di tengah masyarakat. Sistem pemasyarakatan yang di anut di Indonesia tergolong ke dalam" newpenology." Bagi narapidana yang menjalani hukuman sebagai hukuman badan (fisik), muncul istilah pemasyarakatan dalam konsepsi penghukuman, memberikan gambaran kalau mereka yang ditempatkan di lembaga itu, selain mendapatkan pembinaan, pendidikan, juga harus diintegrasikan dengan masyarakat.
Terkait dengan perlunya pembinaan bagi si terhukum sebenarnya bersumber dari mendapat Sutherland yang menekankan teorinya kepada proses belajar. Maksudnya, kemudian diketengahkan teori proses belajar itu relevan dengan ajaran yang menghendaki: tingkah laku manusia baik yang nonkriminal maupun yang kriminal dilakukan dengan melaIui proses belajar.
Bahwa dengan menggunakan metode tertentu sebagaimana ditujukan kepada narapidana  untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna serta mempunyai harga diri kembali, memiliki rasa tanggung jawab, taat pada hukum, kesemunya itu tidak dapat dilepaskan dari pembinaan melalui proses belajar.
Sejalan dengan itu pula, dalam bukunya W.A. Bonger ftlleding tot De Criminology juga dikemukakan bahwa hukuman merupakan suatu perkembangan, dari yang dulunya hanya sebagai "pembalasan dendam" mulai memperhatikan pendidikan terhadap mereka yang sedang dihukum penjara supaya nanti si terhukum dapat menjadi warga masyarakat yang baik kembali.
Pada hakikatnya, pembinaan bagi si terhukum yang melahirkan kepentingan untuk memberikan atau membekali pendidikan kepadanya. Secara garis besarnya, pembinaan ke pada narapidana terbagi atas dua; pembinaan fisik dan pembinaan mental.
Pembinaan fisik yakni dengan membekalinya kepandaian, keterampilan, ketangkasan, daya karya, sehingganya mampu mandiri serta mencari nafkah halal, yang ke semuanya ini diperoleh selama mereka berada di lapas. Adapun pembinaan mental, yakni sasaran utamanya pembinaan rohani narapidana sebagai bekal untuk kembali ke dalam masyarakat, dalam hal peningkatan daya cipta, rasa dan karsa, kesusilaan dan sopan santun (pendidikan agama, kesenian, ceramah rohani dan keorganisasian).
Selain itu, penting untuk diketahui pula bahwa narapidana yang sudah menjalani masa pembebasan Bersyarat (pB), sebenarnya masih dalam proses menjalani tahap pemasyarakatan, bedanya itu sudah tergolong dalam pembinaan eksternal, bukan lagi pembinaan internal yang diberikan baik pada tahapan awal maupun pada tahapan lanjutan. Pembebasan bersyarat bagi narapidana bertujuan agar kepadanya dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat, sehingga dalam menjalani kehidupan di dalam masyarakat tidak merasa terasing lagi.
Untuk lebih konkretnya, pelaksanaan pemasyarakatan sebagai proses dapat diamati sebagai berikut:

a. Tahap Awal
Bagian yang termasuk dalam tahap awal yaitu mereka yang telah menjalani 0-1/3 masa pidananya. pada tahap ini kegiatan pokok yang dilaksanakan, meliputi:
a. Admisi dan orientasi; dalam admisi beberapa kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Terpidana yang diterima di Lapas wajib didaftar. pendaftaran tersebut mengubah status  terpidana menjadi narapidana;
2. Hal-hal yang harus dicatat ialah:
- Putusan pengadilan;
- Jati diri;
- Barang dan uang yang dibawa.
3. Beberapa kegiatan lain dalam tahap administrasi:
. Pemeriksaankesehatan;
. Pembuatan pas foto;
. Pengambilan sidik jari; dan
. Pembuatan berita acara serah terima.
4. Waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan administrasi dan orientasi paling lama satu bulan.
b. Pembinaankepribadian,meliputi:
1. Kesadaran beragama;
2. Kesadaranberbangsa;
3. Kemampuanintelektual (kecerdasan);
4. Kesadaran hukum.
Pengawasan terhadap napi pada tahap awal ini masih sangat ketat yang biasa disebut maximum security.

b. Tahap Lanjutan; tahap loniuton terbaga atas dua bagian:
a. Mereka yang telah menjalani 1/3 – 1/2 masa pidananya.
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. PembinaanKepribadianLanjutan;
2. PembinaanKemandirian.
b. Mereka yang telah menjalani 1/2 – 2/3 masa pidananya.
Pada tahap ini, Napi telah melakukan kegiatan asimilasi (pembauran). Asimilasi dapat dilakukan:
1. Dalam Lapas (Halfway House,Work) ;
2. Dalam Lapas Terbuka (Open Camp).
Bentuk kegiatan dalam tahap asimilasi, antara lain:
1. Melanjutkansekolah;
2. Kerja mandiri;
3. Kerja pada pihak luar;
4. Menjalankan ibadah;
5. Bakti sosial;
6. Olah raga;
7. Cuti mengunjungi keluarga.
Pengawasan terhadap Napi pada tahap lanjutan ini sudah tidak begitu ketat lagi atau disebut medium security. Selanjutnya, untuk pembinaan Napi dalam tahap lanjutan dilaksanakan dengan bekerja sama dengan instansi pemerintah dan pihak swasta antara lain:
a. Instansi Penegak Hukum: Polisi, kejaksaan, pengadilan;
b. Instansi lainnya: Depkes, Depnaker, Deprindag, Depag, dan Depdiknas.
c. Pihak Swasta: Perorangan, kelompok, dan LSM.
Pembinaan dalam tahap awal dan tahap lanjutan dilakukan di dalam Lapas. Pembinaan yang dilakukan di dalam lAPAS merupakan pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang terdiri dari narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

c. Tahap Ahhir
Mereka yang telah menjalani 2/3 masa pidananya sampai bebas sesungguhnya, pembinaannya tidak lagi dilakukan di dalam lapas tetapi pembinaannya dilakukan di luar lapas. Pembinaanya dilaksanakan oleh instansi Bapas (Balai Pemasyarakatan). Mereka yang dibimbing oleh Bapas adalah Klien Pemasyarakatan atau disingkat dengan kata Klien. Selanjutnya, klien yang dibimbing oleh BAPAS antara lain:
a. Orang yang telah mendapat Pembebasan Bersyarat (PB): orang yang telah menjalani 213 masa pidananya, dapat dibebaskan kembali ke masyarakat dengan syarat-syarat tertentu;
b. Cuti Menjelang Bebas (CMB): pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan bagi narapidana yang menjalani pidana pendek dan telah mejalani 2l3masapidananya.
Terakhir, dalam bab ini kiranya perlu dibahas pula secara singkat, mantan narapidana sepanjang tidak pernah dicabut hak politiknya, apakah layak atau memenuhi syarat sebagai
calon kepala daerah? Sebelumnya, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 42/PUU.XII/2015  membolehkan mantan narapidana (bukan mantan terpidana) sebagai peserta pemilihan Kepala Daerah (Pasangan Calon Kepala Daerah) dengan syarat mengumumkan dirinya kepada publik sebagai mantan narapidana. Apakah dalam kriminologi, terutama dalam "penologi" putusan mahkamah konstitusi tersebut memiliki basis argumentasi? Jawabannya, silahkan kembali pelajari tujuan pemidanaan bersama dengan UU No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan.
UU Pemasyarakatan yang kita miliki saat ini pada sesungguhnya menganut teori  pemidanaan rehabilitatif' resosialisasi, dan reintegrasi' Hal ini juga tergambarkan dalam tahapan
pemasyarakatan yang telah diuraikan di atas.  Dengan demikian, kalau UU pemasyarakatan  penganut filosofi pemidanaan bukan lagi retributif atau deterrence doctrine (pembalasan dendam), maka mantan narapidana tidak dapat lagi dihalangi hak politiknya berupa hak untuk dipilih (right to be elected) untuk menempati suatu jabatan pemerintahan.
Kepadanya haruslah dianggap sebagai orang yang baik bukan penjahat lagi, ia telah  bertaubat, ia telah mensucikan dirinya, bahkan telah berintegrasi dengan masyarakat (setelah melalui proses asimilasi). Iikalau masih ada yang berpendapat bahwa mantan narapidana tidak boleh menjadi Calon Kepala Daerah, berarti kita dapat menggolongkan orang tersebut sebagai penganut penologi klasik.  Mantan narapidana merupakan penjahat seumur hidup (labelisasi), sehingga dia harus diberikan lagi "penjeraan" dengan mencabut hak politiknya seumur hidup' Sayang sekali, kriminologi dengan tujuan utama  yang diembannya, menolak labelisasi penjahat' sebab bertentangan dengan tujuan utamanya dalam menanggulangi kejahatan.


Sumber:
A.S.Alam dan Amir Ilyas.2018. Kriminologi Suatu Pengantar. Prenadamedia Group. Jakarta  (hal.91 -104)  

LEMBAR KERJA
Tuliskan jawaban pada laman komentar  bahan kuliah ini dengan menyebutan nama, Nim, dan mata kuliah diambil.
1. Kemukakan jenis penangguangan kejahatan dan masing-masing perbedaannya?
2. Ielaskan tentang teori penjatuhan pidana?
3. Apa yang membedakan sistem pernenjaraan dan sistem pemasyarakatan?
4. Sebutkan pola pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan?
5.Jelaskan jenis-jenis pembinaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan?
6.Bagaimana hubungan antara teori pemidanaan dan syarat calon kepala daerah berstatus mantan narapidana?


15 comments:

  1. Nama : Rocky Al'amin
    Nim. :18202048(4m2)
    Teknik mesin

    1.Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan
    Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
    Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu: perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
    2.Thursday, September 17, 2015
    Pengertian Penjatuhan Pidana
    Pengertian Penjatuhan Pidana : Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman pidana.
    3.Pelaksanaan pidana penjara di Indonesia yang diatur dalam Undangundang No. 15 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan merupakan perubahan secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraansecara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya
    4.Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    5.Pembinaan fisik yakni dengan membekalinya kepandaian, keterampilan, ketangkasan, daya karya, sehingganya mampu mandiri serta mencari nafkah halal, yang ke semuanya ini diperoleh selama mereka berada di lapas. Adapun pembinaan mental, yakni sasaran utamanya pembinaan rohani narapidana sebagai bekal untuk kembali ke dalam masyarakat, dalam hal peningkatan daya cipta, rasa dan karsa, kesusilaan dan sopan santun (pendidikan agama, kesenian, ceramah rohani dan keorganisasian).
    6.Kepadanya haruslah dianggap sebagai orang yang baik bukan penjahat lagi, ia telah bertaubat, ia telah mensucikan dirinya, bahkan telah berintegrasi dengan masyarakat (setelah melalui proses asimilasi). Iikalau masih ada yang berpendapat bahwa mantan narapidana tidak boleh menjadi Calon Kepala Daerah, berarti kita dapat menggolongkan orang tersebut sebagai penganut penologi klasik.

    ReplyDelete
  2. Nama : Rocky Al'amin
    Nim. :18202048(4m2)
    Teknik mesin

    1.Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan
    Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
    Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu: perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
    2.Thursday, September 17, 2015
    Pengertian Penjatuhan Pidana
    Pengertian Penjatuhan Pidana : Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman pidana.
    3.Pelaksanaan pidana penjara di Indonesia yang diatur dalam Undangundang No. 15 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan merupakan perubahan secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraansecara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya
    4.Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    5.Pembinaan fisik yakni dengan membekalinya kepandaian, keterampilan, ketangkasan, daya karya, sehingganya mampu mandiri serta mencari nafkah halal, yang ke semuanya ini diperoleh selama mereka berada di lapas. Adapun pembinaan mental, yakni sasaran utamanya pembinaan rohani narapidana sebagai bekal untuk kembali ke dalam masyarakat, dalam hal peningkatan daya cipta, rasa dan karsa, kesusilaan dan sopan santun (pendidikan agama, kesenian, ceramah rohani dan keorganisasian).
    6.Kepadanya haruslah dianggap sebagai orang yang baik bukan penjahat lagi, ia telah bertaubat, ia telah mensucikan dirinya, bahkan telah berintegrasi dengan masyarakat (setelah melalui proses asimilasi). Iikalau masih ada yang berpendapat bahwa mantan narapidana tidak boleh menjadi Calon Kepala Daerah, berarti kita dapat menggolongkan orang tersebut sebagai penganut penologi klasik.

    ReplyDelete
  3. Nama : Handika Z Nainggolan
    Nim : 18202062
    Kelas : 4M2
    LEMBAR KERJA
    1. Jawab : hukum pidana merupakan ketentuan yang mengatur tindakan apa yang tidak boleh dilakukan, dimana saat tindakan tersebut dilakukan terdapat sanksi bagi orang yang melakukannya. Hukum pidana juga ditujukan untuk kepentingan umum.
    2. Jawab : Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman pidana. Sudarto memberikan pengertian pidana sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pelaku delik itu.
    3. Jawab : Dalam sistem hukum pidana Indonesia kita mengenal istilah Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Dengan kata lain, Rutan adalah bagian dari Lembaga Tahanan/Lembaga Penahanan. Sehingga, mungkin maksud pertanyaan Anda adalah perbedaan dan persamaan antara Rutan dengan Lapas.Secara umum, Rutan dan Lapas adalah dua lembaga yang memiliki fungsi berbeda.
    4. Jawab : a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana;
    e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat;
    f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekadar mengisi waktu, dan juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi;
    g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila;
    h. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orangyang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia;
    i. Narapidana dan anak didik hanya diiatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialami;
    j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.
    5. Jawab : Penggolongan narapidana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan itu diperlukan, baik dilihat dari segi keamanan dan pembinaan, serta untuk menjaga narapidana dari pengaruh negatif narapidana lainnya. Seorang narapidana ditempatkan sesuai dengan penggolongan atas dasar umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana haruslah dipisah-pisahkan berdasarkan jenis kejahatannya, seperti narkotika, pencurian, penipuan, penggelapan, pembunuhan dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan prisonisasi atas narapidana. Jadi, seorang narapidana harus ditempatkan dengan narapidana lainnya yang golongannya sama sebagaimana yang telah ditentukan. Seperti halnya narapidana dengan jenis kejahatan berbeda tidak ditempatkan dalam satu sel secara bersamaan.
    6. Jawab : Kepadanya haruslah dianggap sebagai orang yang baik bukan penjahat lagi, ia telah bertaubat, ia telah mensucikan dirinya, bahkan telah berintegrasi dengan masyarakat (setelah melalui proses asimilasi). Iikalau masih ada yang berpendapat bahwa mantan narapidana tidak boleh menjadi Calon Kepala Daerah, berarti kita dapat menggolongkan orang tersebut sebagai penganut penologi klasik.

    ReplyDelete
  4. NAMA : RAJA DOLI PRASETIAWAN RITONGA
    NIM : 18202078
    KELAS : 4 M 2
    JURUSAN : MESIN
    1.Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan
    Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
    Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu: perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
    2.Thursday, September 17, 2015
    Pengertian Penjatuhan Pidana
    Pengertian Penjatuhan Pidana : Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman pidana.
    3.Pelaksanaan pidana penjara di Indonesia yang diatur dalam Undangundang No. 15 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan merupakan perubahan secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraansecara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya
    4.Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    5.Pembinaan fisik yakni dengan membekalinya kepandaian, keterampilan, ketangkasan, daya karya, sehingganya mampu mandiri serta mencari nafkah halal, yang ke semuanya ini diperoleh selama mereka berada di lapas. Adapun pembinaan mental, yakni sasaran utamanya pembinaan rohani narapidana sebagai bekal untuk kembali ke dalam masyarakat, dalam hal peningkatan daya cipta, rasa dan karsa, kesusilaan dan sopan santun (pendidikan agama, kesenian, ceramah rohani dan keorganisasian).
    6.Kepadanya haruslah dianggap sebagai orang yang baik bukan penjahat lagi, ia telah bertaubat, ia telah mensucikan dirinya, bahkan telah berintegrasi dengan masyarakat (setelah melalui proses asimilasi). Iikalau masih ada yang berpendapat bahwa mantan narapidana tidak boleh menjadi Calon Kepala Daerah, berarti kita dapat menggolongkan orang tersebut sebagai penganut penologi klasik.

    ReplyDelete
  5. Nama :Daniel Rama Setiawan Situmorang
    Nim. :18202074 (4M2)
    Jurusan.: Teknik Mesin

    1.Jawab : hukum pidana merupakan ketentuan yang mengatur tindakan apa yang tidak boleh dilakukan, dimana saat tindakan tersebut dilakukan terdapat sanksi bagi orang yang melakukannya. Hukum pidana juga ditujukan untuk kepentingan umum.

    2.Jawab : Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman pidana. Sudarto memberikan pengertian pidana sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pelaku delik itu.

    3.Jawab : Dalam sistem hukum pidana Indonesia kita mengenal istilah Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Dengan kata lain, Rutan adalah bagian dari Lembaga Tahanan/Lembaga Penahanan. Sehingga, mungkin maksud pertanyaan Anda adalah perbedaan dan persamaan antara Rutan dengan Lapas.Secara umum, Rutan dan Lapas adalah dua lembaga yang memiliki fungsi berbeda.

    4.Jawab : a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana;
    e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat;
    f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekadar mengisi waktu, dan juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi;
    g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila;
    h. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orangyang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia;
    i. Narapidana dan anak didik hanya diiatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialami;
    j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.

    5. Jawab : Penggolongan narapidana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan itu diperlukan, baik dilihat dari segi keamanan dan pembinaan, serta untuk menjaga narapidana dari pengaruh negatif narapidana lainnya. Seorang narapidana ditempatkan sesuai dengan penggolongan atas dasar umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana haruslah dipisah-pisahkan berdasarkan jenis kejahatannya, seperti narkotika, pencurian, penipuan, penggelapan, pembunuhan dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan prisonisasi atas narapidana. Jadi, seorang narapidana harus ditempatkan dengan narapidana lainnya yang golongannya sama sebagaimana yang telah ditentukan. Seperti halnya narapidana dengan jenis kejahatan berbeda tidak ditempatkan dalam satu sel secara bersamaan.

    6. Jawab : Kepadanya haruslah dianggap sebagai orang yang baik bukan penjahat lagi, ia telah bertaubat, ia telah mensucikan dirinya, bahkan telah berintegrasi dengan masyarakat (setelah melalui proses asimilasi). Iikalau masih ada yang berpendapat bahwa mantan narapidana tidak boleh menjadi Calon Kepala Daerah, berarti kita dapat menggolongkan orang tersebut sebagai penganut penologi klasik.

    ReplyDelete
  6. Nama: Togap Siagian
    Nim:18202067
    Kelas:4m2

    1.Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan
    Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
    Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu: perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
    2.Thursday, September 17, 2015
    Pengertian Penjatuhan Pidana
    Pengertian Penjatuhan Pidana : Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman pidana.
    3.Pelaksanaan pidana penjara di Indonesia yang diatur dalam Undangundang No. 15 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan merupakan perubahan secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraansecara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya
    4.Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    5.Pembinaan fisik yakni dengan membekalinya kepandaian, keterampilan, ketangkasan, daya karya, sehingganya mampu mandiri serta mencari nafkah halal, yang ke semuanya ini diperoleh selama mereka berada di lapas. Adapun pembinaan mental, yakni sasaran utamanya pembinaan rohani narapidana sebagai bekal untuk kembali ke dalam masyarakat, dalam hal peningkatan daya cipta, rasa dan karsa, kesusilaan dan sopan santun (pendidikan agama, kesenian, ceramah rohani dan keorganisasian).
    6.Kepadanya haruslah dianggap sebagai orang yang baik bukan penjahat lagi, ia telah bertaubat, ia telah mensucikan dirinya, bahkan telah berintegrasi dengan masyarakat (setelah melalui proses asimilasi). Iikalau masih ada yang berpendapat bahwa mantan narapidana tidak boleh menjadi Calon Kepala Daerah, berarti kita dapat menggolongkan orang tersebut sebagai penganut penologi klasik.

    ReplyDelete
  7. Nama : Muhammad Saini
    Nim : 18202056
    Kelas : 4M2
    LEMBAR KERJA
    1. Jawab : hukum pidana merupakan ketentuan yang mengatur tindakan apa yang tidak boleh dilakukan, dimana saat tindakan tersebut dilakukan terdapat sanksi bagi orang yang melakukannya. Hukum pidana juga ditujukan untuk kepentingan umum.
    2. Jawab : Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman pidana. Sudarto memberikan pengertian pidana sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pelaku delik itu.
    3. Jawab : Dalam sistem hukum pidana Indonesia kita mengenal istilah Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Dengan kata lain, Rutan adalah bagian dari Lembaga Tahanan/Lembaga Penahanan. Sehingga, mungkin maksud pertanyaan Anda adalah perbedaan dan persamaan antara Rutan dengan Lapas.Secara umum, Rutan dan Lapas adalah dua lembaga yang memiliki fungsi berbeda.
    4. Jawab : a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana;
    e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat;
    f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekadar mengisi waktu, dan juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi;
    g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila;
    h. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orangyang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia;
    i. Narapidana dan anak didik hanya diiatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialami;
    j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.
    5. Jawab : Penggolongan narapidana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan itu diperlukan, baik dilihat dari segi keamanan dan pembinaan, serta untuk menjaga narapidana dari pengaruh negatif narapidana lainnya. Seorang narapidana ditempatkan sesuai dengan penggolongan atas dasar umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana haruslah dipisah-pisahkan berdasarkan jenis kejahatannya, seperti narkotika, pencurian, penipuan, penggelapan, pembunuhan dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan prisonisasi atas narapidana. Jadi, seorang narapidana harus ditempatkan dengan narapidana lainnya yang golongannya sama sebagaimana yang telah ditentukan. Seperti halnya narapidana dengan jenis kejahatan berbeda tidak ditempatkan dalam satu sel secara bersamaan.
    6. Jawab : Kepadanya haruslah dianggap sebagai orang yang baik bukan penjahat lagi, ia telah bertaubat, ia telah mensucikan dirinya, bahkan telah berintegrasi dengan masyarakat (setelah melalui proses asimilasi). Iikalau masih ada yang berpendapat bahwa mantan narapidana tidak boleh menjadi Calon Kepala Daerah, berarti kita dapat menggolongkan orang tersebut sebagai penganut penologi klasik.

    ReplyDelete
  8. nama : ardiansah sitepu
    nim : 18202047
    kelas : 4m2
    jurusan : T.MESIN

    1.a. Pre-Emtif
    Penanggulangan kejahatan dalam upaya pre-emtif adaIah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana.

    b. Preventif
    Upaya-upaya preventif adalah tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan.

    2. A. Teori Pembalasan (Vergelding Theorie, Retribusi)
    Pelopor teori ini, di antaranya E. Kant, yang mengemukakan teori balas dendam. "siapa yang membunuh harus dibunuh pula".

    B. Teori Penjeraan (Afschriking, Deterrence)
    Teori pemidanaan "penjeraan" sering disebut juga sebagai "teori menakut-nakuti." Feurbach berpendapat bahwa hukuman harus dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat.

    C. Teori Penutupan (Onschadelih, lncarceration)
    Pengasingan (penutupan) adalah suatu doktrin yang menyatakan, tindakan karantina memang sangat penting dan diperlukan dalam pelaksanaan pidana untuk mencegah pengulangan kejahatan oleh penjahat-penjahat yang berbahaya.

    D. Teori Memperbaihi (Verbeterings, Rehabilitasi)
    Teori ini beranggapan bahwa tujuan dijatuhkannya pidana kepada para pelanggar hukum, untuk memperbaiki si terhukumitusendiri. Kerap disebut proses rehabilitasi resosialisasi atau pemasyarakatan.

    3.Pelaksanaan pidana penjara di Indonesia yang diatur dalam Undangundang No. 15 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan merupakan perubahan secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan.

    4. a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana;
    e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat;
    f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekadar mengisi waktu, dan juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi;
    g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila;
    h. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orangyang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia;
    i. Narapidana dan anak didik hanya diiatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialami;
    j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.

    5. Penggolongan narapidana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan itu diperlukan, baik dilihat dari segi keamanan dan pembinaan, serta untuk menjaga narapidana dari pengaruh negatif narapidana lainnya. Seorang narapidana ditempatkan sesuai dengan penggolongan atas dasar umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana haruslah dipisah-pisahkan berdasarkan jenis kejahatannya, seperti narkotika, pencurian, penipuan, penggelapan, pembunuhan dan lain-lain.

    6. Kepadanya haruslah dianggap sebagai orang yang baik bukan penjahat lagi, ia telah bertaubat, ia telah mensucikan dirinya, bahkan telah berintegrasi dengan masyarakat (setelah melalui proses asimilasi). Iikalau masih ada yang berpendapat bahwa mantan narapidana tidak boleh menjadi Calon Kepala Daerah, berarti kita dapat menggolongkan orang tersebut sebagai penganut penologi klasik.

    ReplyDelete
  9. Nama : Elma Raisa Hasibuan
    Nim : 0205173253
    Kelas : Jinayah VI C
    Mata Kuliah : Kriminologi dan Victimologi

    1. Kemukakan jenis penanggulangan kejahatan dan masing-masing perbedaannya?
    Jawab:
    a. Pre-Emtif: Penanggulangan kejahatan dalam upaya pre-emtif adaIah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif yaitu dengan menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang.
    b. Preventif: Upaya-upaya preventif adalah tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan,menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan
    c. Represif: Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana atau kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan menjatuhkan hukuman.

    2. Jelaskan tentang teori penjatuhan pidana?
    Jawab:
    a. Teori Pembalasan (Vergelding Theorie, Retribusi)
    Menurut teori pembalasan, orang yang berbuat jahat harus dipidana dengan jalan menyiksa fisiknya, agar ia menjadi jera. Pelaksanaannya tentu sangat kejam. Pada mulanya, pihak yang dirugikan (pihak korban) diperbolehkan membalas setiap perlakuan jahat yang diterimanya, namun "hak penghukuman" ini kemudian diambil alih oleh negara.
    b. Teori Penjeraan (Afschriking, Deterrence)
    Teori pemidanaan "penjeraan" sering disebut juga sebagai "teori menakut-nakuti." Feurbach berpendapat bahwa hukuman harus dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat.
    c. Teori Penutupan (Onschadelih, lncarceration)
    Pengasingan (penutupan) adalah suatu doktrin yang menyatakan, tindakan karantina memang sangat penting dan diperlukan dalam pelaksanaan pidana untuk mencegah pengulangan kejahatan oleh penjahat-penjahat yang berbahaya.
    d. Teori Memperbaihi (Verbeterings, Rehabilitasi)
    Teori ini beranggapan bahwa tujuan dijatuhkannya pidana kepada para pelanggar hukum, untuk memperbaiki si terhukumitusendiri. Kerap disebut proses rehabilitasi resosialisasi atau pemasyarakatan

    3. Apa yang membedakan sistem pernenjaraan dan sistem pemasyarakatan?
    Jawab:
    Sistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjeraan dan menggunakan titik tolak pandangan terhadap narapidana sebagai individu semata-mata, dianggap sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NKRI 1945.
    Sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas pengayoman, persamaan perlakuan, pelayanan pendidikan, dan penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita serta terjadinya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Konsep ini pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari konsep dasar sebagaimana termuat dalam sepuluh prinsip pemasyarakatan.

    ReplyDelete
  10. SAMBUNGAN JAWABAN


    4. Sebutkan pola pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan?
    Jawab:
    a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana;
    e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat;
    f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekadar mengisi waktu, dan juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi;
    g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila;
    h. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orangyang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia;
    i. Narapidana dan anak didik hanya diiatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialami;
    j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.

    5. Jelaskan jenis-jenis pembinaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan?
    Jawab:
    1) Tahap awal; Admisi dan orientasi; dalam admisi beberapa kegiatan yang dilakukan, Pembinaan kepribadian
    2) Tahap lanjtan; tahap laniutan terbagi atas dua bagian:
    a. Pembinaan kepribadian lanjutan, Pembinaan kemandirian.
    b. Pada tahap ini, napi telah melakukan kegiatan asimilasi (pembauran)
    3) Tahap akhir; Mereka yang telah menjalani 2/3 masa pidananya sampai bebas sesungguhnya, pembinaannya tidak lagi dilakukan di dalam lapas tetapi pembinaannya dilakukan di luar lapas. Pembinaanya dilaksanakan oleh instansi Bapas (Balai Pemasyarakatan). Mereka yang dibimbing oleh Bapas adalah Klien Pemasyarakatan atau disingkat dengan kata Klien


    6. Bagaimana hubungan antara teori pemidanaan dan syarat calon kepala daerah berstatus mantan narapidana?
    Jawab:
    Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 42/PUU.XII/2015 membolehkan mantan narapidana (bukan mantan terpidana) sebagai peserta pemilihan Kepala Daerah (Pasangan Calon Kepala Daerah) dengan syarat mengumumkan dirinya kepada publik sebagai mantan narapidana. Mantan narapidana tidak dapat lagi dihalangi hak politiknya berupa hak untuk dipilih (right to be elected) untuk menempati suatu jabatan pemerintahan.

    ReplyDelete
  11. Nama : Duti Nabila
    Nim : ‪0205172224‬
    Kelas : Jinayah VI C
    Mata Kuliah : Kriminologi dan Victimologi

    1. a) Pre-Emtif: Penanggulangan kejahatan dalam upaya pre-emtif adaIah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif yaitu dengan menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang.
    b) Preventif: Upaya-upaya preventif adalah tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan,menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan
    c) Represif: Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana atau kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan menjatuhkan hukuman.

    2. a) Teori Pembalasan (Vergelding Theorie, Retribusi)
    Menurut teori pembalasan, orang yang berbuat jahat harus dipidana dengan jalan menyiksa fisiknya, agar ia menjadi jera. Pelaksanaannya tentu sangat kejam. Pada mulanya, pihak yang dirugikan (pihak korban) diperbolehkan membalas setiap perlakuan jahat yang diterimanya, namun "hak penghukuman" ini kemudian diambil alih oleh negara.
    b) Teori Penjeraan (Afschriking, Deterrence)
    Teori pemidanaan "penjeraan" sering disebut juga sebagai "teori menakut-nakuti." Feurbach berpendapat bahwa hukuman harus dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat.
    c) Teori Penutupan (Onschadelih, lncarceration)
    Pengasingan (penutupan) adalah suatu doktrin yang menyatakan, tindakan karantina memang sangat penting dan diperlukan dalam pelaksanaan pidana untuk mencegah pengulangan kejahatan oleh penjahat-penjahat yang berbahaya.
    d) Teori Memperbaihi (Verbeterings, Rehabilitasi)
    Teori ini beranggapan bahwa tujuan dijatuhkannya pidana kepada para pelanggar hukum, untuk memperbaiki si terhukumitusendiri. Kerap disebut proses rehabilitasi resosialisasi atau pemasyarakatan

    3.- Sistem kepenjaraan: yang menekankan pada unsur penjeraan dan menggunakan titik tolak pandangan terhadap narapidana sebagai individu semata-mata, dianggap sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NKRI 1945.
    -Sistem pemasyarakatan: dilaksanakan berdasarkan atas pengayoman, persamaan perlakuan, pelayanan pendidikan, dan penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita serta terjadinya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Konsep ini pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari konsep dasar sebagaimana termuat dalam sepuluh prinsip pemasyarakatan.

    ReplyDelete
  12. SAMBUNGAN JAWABAN

    4. a) Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    b) Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    c) Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    d) Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana;
    e) Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat;
    f) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekadar mengisi waktu, dan juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi;
    g) Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila;
    h) Narapidana dan anak didik sebagai orang-orangyang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia;
    i) Narapidana dan anak didik hanya diiatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialami;
    j) Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.

    5. 1) Tahap awal; Admisi dan orientasi; dalam admisi beberapa kegiatan yang dilakukan, Pembinaan kepribadian
    2) Tahap lanjtan; tahap laniutan terbagi atas dua bagian:
    a. Pembinaan kepribadian lanjutan, Pembinaan kemandirian.
    b. Pada tahap ini, napi telah melakukan kegiatan asimilasi (pembauran)
    3) Tahap akhir; Mereka yang telah menjalani 2/3 masa pidananya sampai bebas sesungguhnya, pembinaannya tidak lagi dilakukan di dalam lapas tetapi pembinaannya dilakukan di luar lapas.

    Pembinaanya dilaksanakan oleh instansi Bapas (Balai Pemasyarakatan). Mereka yang dibimbing oleh Bapas adalah Klien Pemasyarakatan atau disingkat dengan kata Klien

    6. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 42/PUU.XII/2015 membolehkan mantan narapidana (bukan mantan terpidana) sebagai peserta pemilihan Kepala Daerah (Pasangan Calon Kepala Daerah) dengan syarat mengumumkan dirinya kepada publik sebagai mantan narapidana. Mantan narapidana tidak dapat lagi dihalangi hak politiknya berupa hak untuk dipilih (right to be elected) untuk menempati suatu jabatan pemerintahan.

    ReplyDelete
  13. Nama : Mahfuzhah Alawiyah
    Nim : 0205172239
    Kelas : Jinayah 6c
    Mata Kuliah : Kriminology dan Victimology
    1. Jenis penangguangan kejahatan dan masing-masing perbedaannya.
    a. Pre-Emtif upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana.
    b. Preventif, Upaya-upaya preventif adalah tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan,menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kej ahatan.
    c. Represif, Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana atau kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan menjatuhkan hukuman.
    2. Teori penjatuhan pidana
    1) Teori Pembalasan (Vergelding Theorie, Retribusi) Pelopor teori ini, di antaranya E. Kant, yang mengemukakan teori balas dendam. "siapa yang membunuh harus dibunuh pula". Menurut teori pembalasan, orang yang berbuat jahat harus dipidana dengan jalan menyiksa fisiknya, agar ia menjadi jera. Pelaksanaannya tentu sangat kejam. Pada mulanya, pihak yang dirugikan (pihak korban) diperbolehkan membalas setiap perlakuan jahat yang diterimanya, namun "hak penghukuman" ini kemudian diambil alih oleh negara.
    2) Teori Penjeraan (Afschriking, Deterrence). Teori pemidanaan "penjeraan" sering disebut juga sebagai "teori menakut-nakuti." Feurbach berpendapat bahwa hukuman harus dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat.
    3) Teori Penutupan (Onschadelih, lncarceration). Pengasingan (penutupan) adalah suatu doktrin yang menyatakan, tindakan karantina memang sangat penting dan diperlukan dalam pelaksanaan pidana untuk mencegah pengulangan kejahatan oleh penjahat-penjahat yang berbahaya.
    4) Teori Memperbaihi (Verbeterings, Rehabilitasi). Teori ini beranggapan bahwa tujuan dijatuhkannya pidana kepada para pelanggar hukum, untuk memperbaiki si terhukumitusendiri. Kerap disebut proses rehabilitasi resosialisasi atau pemasyarakatan.
    3. Sistem pernenjaraan dan sistem pemasyarakatan : Sistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjeraan dan menggunakan titik tolak pandangan terhadap narapidana sebagai individu semata-mata, dianggap sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NKRI 1945. Bagi bangsa Indonesia, mengenai pemikiran-pemikiran fungsi pemidanaan tidak lagi sekadar pada aspek penjara belaka, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial, telah melahirkan suatu sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum yang dikenal dengan sistem pemasyarakatan.


    ReplyDelete
  14. Nama : Mahfuzhah Alawiyah
    Nim : 0205172239
    Kelas : Jinayah 6c
    Mata Kuliah : Kriminology dan Victimology
    1. Jenis penangguangan kejahatan dan masing-masing perbedaannya.
    a. Pre-Emtif upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana.
    b. Preventif, Upaya-upaya preventif adalah tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan,menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kej ahatan.
    c. Represif, Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana atau kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan menjatuhkan hukuman.
    2. Teori penjatuhan pidana
    1) Teori Pembalasan (Vergelding Theorie, Retribusi) Pelopor teori ini, di antaranya E. Kant, yang mengemukakan teori balas dendam. "siapa yang membunuh harus dibunuh pula". Menurut teori pembalasan, orang yang berbuat jahat harus dipidana dengan jalan menyiksa fisiknya, agar ia menjadi jera. Pelaksanaannya tentu sangat kejam. Pada mulanya, pihak yang dirugikan (pihak korban) diperbolehkan membalas setiap perlakuan jahat yang diterimanya, namun "hak penghukuman" ini kemudian diambil alih oleh negara.
    2) Teori Penjeraan (Afschriking, Deterrence). Teori pemidanaan "penjeraan" sering disebut juga sebagai "teori menakut-nakuti." Feurbach berpendapat bahwa hukuman harus dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat.
    3) Teori Penutupan (Onschadelih, lncarceration). Pengasingan (penutupan) adalah suatu doktrin yang menyatakan, tindakan karantina memang sangat penting dan diperlukan dalam pelaksanaan pidana untuk mencegah pengulangan kejahatan oleh penjahat-penjahat yang berbahaya.
    4) Teori Memperbaihi (Verbeterings, Rehabilitasi). Teori ini beranggapan bahwa tujuan dijatuhkannya pidana kepada para pelanggar hukum, untuk memperbaiki si terhukumitusendiri. Kerap disebut proses rehabilitasi resosialisasi atau pemasyarakatan.
    3. Sistem pernenjaraan dan sistem pemasyarakatan : Sistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjeraan dan menggunakan titik tolak pandangan terhadap narapidana sebagai individu semata-mata, dianggap sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NKRI 1945. Bagi bangsa Indonesia, mengenai pemikiran-pemikiran fungsi pemidanaan tidak lagi sekadar pada aspek penjara belaka, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial, telah melahirkan suatu sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum yang dikenal dengan sistem pemasyarakatan.


    ReplyDelete
  15. SAMBUNGAN JAWABAN

    4. Pola pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan:
    1) Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakatyang baik dan berguna;
    2) Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
    3) Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
    4) Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana;
    5) Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat;
    6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekadar mengisi waktu, dan juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi;
    7) Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila;
    8) Narapidana dan anak didik sebagai orang-orangyang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia;
    9) Narapidana dan anak didik hanya diiatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialami
    10) Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.
    5. Jenis-jenis pembinaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan terbagi atas dua; pembinaan fisik dan pembinaan mental. Pembinaan fisik yakni dengan membekalinya kepandaian, keterampilan, ketangkasan, daya karya, sehingganya mampu mandiri serta mencari nafkah halal, yang ke semuanya ini diperoleh selama mereka berada di lapas. Adapun pembinaan mental, yakni sasaran utamanya pembinaan rohani narapidana sebagai bekal untuk kembali ke dalam masyarakat, dalam hal peningkatan daya cipta, rasa dan karsa, kesusilaan dan sopan santun (pendidikan agama, kesenian, ceramah rohani dan keorganisasian).
    6. Hubungan antara teori pemidanaan dan syarat calon kepala daerah berstatus mantan narapidana berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 42/PUU.XII/2015 membolehkan mantan narapidana (bukan mantan terpidana) sebagai peserta pemilihan Kepala Daerah (Pasangan Calon Kepala Daerah) dengan syarat mengumumkan dirinya kepada publik sebagai mantan narapidana.

    ReplyDelete