MK.AEE-14. INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL ENERGI

Dalam sistem ekonomi kapitalistik, perusahaan, pemerintah, dan setiap individu berinteraksi melalui pasar. Pedagang dan pembeli melakukan transaksi dagang secara sukarela untuk harga dan barang yang telah disepakati. Namun, adakalanya pasar gagal menetapkan harga yang akurat dari suatu produk, sehingga transaksi terjadi atas dasar ketidak-akuratan tersebut. Inilah yang disebut dengan kegagalan pasar.
Eksternalitas merupakan salah satu penyebab terjadinya kegagalan pasar. Secara umum, eksternalitas didefinisikan sebagai dampak dari transaksi oleh para agen ekonomi yang dirasakan oleh pihak lainnya, namun dampak tersebut tidak dimasukkan dalam harga pasar produk. Kondisi demikian disebut eksternalitas karena dirasakan oleh pihak-pihak di luar pasar yang tidak dalam transaksi tersebut. Eksternalitas dapat bersifat positif maupun negative (Robert Pindyck and Daniel Rubinfeld, Microeconomics, 4n Edition (Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall, 1998), htm. 696, 648).
Jika seseorang memperindah kebun di halaman rumahnya, para tetangganya dapat dikatakan merasakan eksternalitas positif dari lingkungan yang lebih asri. Namun, sang pemilik rumah tidak memperhitungkan manfaat eksternal yang diperoleh para tetangganya tersebut. Di sisi lain, eksternalitas negatif terjadi ketika seseorang membuang emisi CO2 ke udara yang berasal dari knalpot mobilnya sehingga menciptakan polusi bagi orang lain. Dengan demikian, orang lain menanggung biaya eksternal atas aktivitas pemilik mobil tersebut. Padahal, sang pemilik mobil-sebagai pengemisi CO2-yang seharusnya menanggung biaya tersebut melalui harga bensin yang dibelinya.
           Untuk menciptakan keadilan, dalam kasus ini, para ekonom menganjurkan kepada pemerintah untuk mewajibkan penyebab polutan menginternalisasikan biaya eksternal dari polusi yang diciptakannya bagi orang lain (Kesadaran atas pentingnya menginternalisasi biaya lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan dan besarnya peran instrumen ekonomi dalam mewu-judkan hal tersebut dituangkan dalam Deklarasi Rio de Janeiro yang dibuat pada United Nations Conference on Environment and Development bulan Juni 1992). Salah satu cara yang dapat diambil otoritas ialah dengan membebankan pajak lingkunganpada harga jual bensin untuk mengakomodasi biaya kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya, yakni polusi dan eksploitasi sumber daya alam.
Dengan kata lain, selama ini pemilik kendaraan membeli bensin pada tingkat harga yang terlalu murah (underpriced) jika dibandingkan, baik terhadap biaya sosialnya maupun terhada harga produk lainnya yang tidak mengakibatkan polusi. Akibatnya, konsumsi dan produksi bensin menjadi berlebihan. Internalisasi biaya sosial diharapkan akan mengubah perilaku konsumsi bensin dari pemilik mobil tersebut, di mana ia berusaha untuk menjadi lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar. Ketika konsumsi bensin lebih efisien, biaya sosial dapat diminimalkan, sedangkan di sisi lain, pemerintah memperoleh pemasukan tambahan yang dapat digunakan untuk membiayai berbagai langkah mitigasi dampak kerusakan lingkungan.
Pembebanan pajak atas harga barang penyebab polusi merupakan salah satu langkah internalisasi biaya eksternal melalui instrumen fiskal, yang dikenal dengan sebutan "Pajak Pigovian" atau di beberapa negara Eropa disebut sebagai "Pajak Hijau"( Sebenarnya, dalam menginternalisasi biaya eksternal terdapat enam instrumen ekonomi lainnya, yakni kepemilikan pribadi, penciptaan pasar, sistem pembebanan ongkos, instrumen flnansial, instrumen kewajiban serta sistem penilaian kinerja surat utang. Namun, buku ini hanya membahas instrument fiskal. Untuk penjelasan mengenai alat kebijakan lainnya lihat Panayotou (1994). Langkah ini paling umum diberlakukan oleh otoritas karena selain relatif mudah diimplementasikan, juga diyakini lebih efektif. Beberapa studi mengklaim bahwa pembebanan pajak energi dan karbon yang diberlakukan oleh beberapalrcgara Eropa berdampak positif terhadap tingkat polusi akibat energi fosil.
 Berdasarkan hasil evaluasi pada periode 1990-2005, pajak atas energi dan karbon mampu membuat emisi CO2 yang mencapai 7 persen lebih rendah dibanding jika pajak tersebut tidak diberlakukan (Nordic Council, 2006). Demikian pula, pajak atas karbon di Norwegia mampu menghasilkan pengurangan CO2 dari pembangkit listrik sebanyak 21 persen pada tahun 1995 serta pengurangan CO2 di tahun 1990-an sebanyak 14 persen di mana 2 persen disebabkan oleh pajak karbon (OECD, 2001 dan 2006). Sedangkan di Denmark, pajak terhadap energi dan karbon menurunkan emisi CO2 sebanyak 6 persen (OECD, 2006). Bahkan, di tahun 1990-an, sebagai akibat dari kebijakan tersebut, CO2 berkurang sebesar 23 persen dibanding tanpa pajak, dan selain itu efisiensi energi meningkat sebesar 26 persen. Di Swedia, berdasarkan evaluasi pada periode 1990-2007, pajak energi dan karbon telah mereduksi emisi sebesar 0.5 juta ton per tahun. Tanpa pemberlakukan pajak tersebut, emisi akan mencapai 20 persen lebih tinggi daripada yang terjadi pada decade 1990-an Nordic Council 2006 dan Kementerian Keuangan Swedia, 2004). Temuan-temuan seperti ini juga terdapat di beberapa negara Eropa lainnya, seperti Belanda, Jerman, dan Inggris.
Namun, perlu dicatatat bahwa meskipun terdapat berbagai bukti positif dari langkah menginternalisasikan biaya eksternal, bukan berarti berbagai riset tersebut secara metodologi bebas dari kritik. Salah satu kesulitan dalam mengevaluasi efektivitas kebijakan pajak hijau ialah bahwa keputusan individu dalam mengkonsumsi suatu barang bukan hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut, tetapi juga berbagai faktor lain. Salah satunya ialah kondisi makro-ekonomi. Padahal, dalam mengevaluasi suatu kebijakan, harus diketahui efek dari masing-masing determinan. lebih jauh, pajak-pajak hijau selalu diberlakukan secara sekaligus dalam sebuah paket. Akibatnya, sangat sulit-bahkan tidak mungkin-untuk mengisolasi efek dari masing-masing pajak hijau itu sendiri terhadap perilaku pembelian energi fosil. Hal ini membuat evaluasi kebijakan memakan waktu lama serta sumber daya dan data yang sangat intensif. Padahal, hasilnya tidak jarang sulit disimpulkan secara mutlak. Inilah penyebab mengapa evaluasi kebijakan pajak lingkungan jarang dilakukan.
Selain itu, keengganan otoritas untuk melakukan evaluasi kebijakan tersebut juga disebabkan oleh kecilnya insentif dari hasil studi, di mana reaksi negatif terhadap keputusan cenderung lebih besar dari pada pujian yang diterima ketika kebijakan dapat memberikan hasil sesuai harapan (Green Fidcal Commission, 2006). Kenyataan seperti ini tidak hanya terjadi pada penetapan pajak lingkungan, tapi juga pada kebijakan lingkungan pada umumnya.
Maka, tidak heran jika berbagai upaya menginternalisasi eksternalitas kerap mendapat resistensi dari kalangan pelaku ekonomi. Keberatan sektor swasta semakin besar mengingat regulasi lingkungan cenderung semakin digalakkan. Di AS, kenaikan biaya penanggulangan polusi yang ditanggung dunia usaha meningkat 137 persen dalam kurun waktu 1979-1994 (Berman dan Bui, 2001). Kecenderungan sama juga terlihat di Kanada, di mana biaya perlindungan lingkungan oleh sektor bisnis meningkat sebesar 27 persen sepanjang periode tahun 1995 hingga tahun 2002. Contoh lainnya, ekonom Massachusetts Institute of Technology, Michael Greenstone, mengatakan bahwa penetapan Ketentuan Udara Bersih (Clean Air Act) di AS telah mengakibatkan hilangnya 600.000 lapangan pekerjaan selama tahun l972 hingga tahun 1987.
Dengan demikian, selain efektivitasnya dipertanyakan, pemberlakuan berbagai kebijakan lingkungan ternyata melahirkan biaya ekonomi. Tetapi, meskipun efektivitas internalisasi biaya sosial sulit dipastikan, kebijakan tersebut sekurang-kurangnya mampu menciptakan keadilan, di mana pihak-pihak penyebar polusi harus menanggung konsekuensi dari aktivitasnya. Di samping itu, pemerintah akan memperoleh tambahan kapasitas fiskal yang berasal dari pajak lingkungan tersebut. Pendapatan ini kemudian dapat digunakan untuk memberikan insentif untuk berbagai program dekarbonisasi lingkungan dan pelestarian sumber daya alam. Salah satu program pelestarian lingkungan yang tengah digalakan ialah pengembangan energi terbarukan, mengingat energi sangat dibutuhkan manusia dalam aktivitas pembangunan namun di sisi lain, memiliki peran terbesar dalam degradasi lingkungan dalam skala global.

Sumber:
Donny Yoesgiantoro.2017.Kebijakan Energi Lingkungan.Jakarta: LP3ES, hal.53-57

Tugas mandiri
1.   Jelaskan pengertian biaya eksternalitas? Mengapa perlu biaya  ekternalitas?
2. Jelaskan maksud pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan bagaimana pendapat anda dengan pajak lingkungan?
3.  Jelaskan pengalaman berbagai negara pajak energi dengan pengurangan gas CO2?






8 comments:

  1. Nama : Muhammad Dendy Agusdiandy
    NIM : 17 202 061
    Mata Kuliah : Audit dan Efisiensi Energi

    1. Jelaskan pengertian biaya eksternalitas? Mengapa perlu biaya ekternalitas?
    Jawab: Biaya eksternalitas adalah biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi. Biaya ekternalitas diperlukan agar terciptanya keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi.

    2. Jelaskan maksud pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan bagaimana pendapat anda dengan pajak lingkungan?
    Jawab: Pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yaitu kebijakan yang dapat membantu tujuan kelestarian lingkungan hidup, baik melalui kontrol prilaku maupun dari segi penerimaan biaya yang nantinya digunakan untuk pembiayaan restorasi lingkungan.
    Menurut saya tentang pajak lingkungan itu sangat baik jika diterapkan, karena sebagai wadah yang dapat membantu untuk pembiayaan restorasi lingkungan yang bertujuan untuk kelestarian lingkungan dan diharapkan dapat mempengaruhi prilaku masyarakat dalam memilih kendaraan yang beremisi rendah yang tentunya mempengaruhi aktivitas produksi kendaraan.

    3. Jelaskan pengalaman berbagai negara pajak energi dengan pengurangan gas CO2?
    Jawab: Di Norwegia mampu menghasilkan pengurangan CO2 dari pembangkit listrik sebanyak 21 persen pada tahun 1995 serta pengurangan CO2 di tahun 1990-an sebanyak 14 persen di mana 2 persen disebabkan oleh pajak karbon. Di Denmark, pajak terhadap energi dan karbon menurunkan emisi CO2 sebanyak 6 persen. Bahkan, di tahun 1990-an, sebagai akibat dari kebijakan tersebut, CO2 berkurang sebesar 23 persen dibanding tanpa pajak, dan selain itu efisiensi energi meningkat sebesar 26 persen. Di Swedia, berdasarkan evaluasi pada periode 1990-2007, pajak energi dan karbon telah mereduksi emisi sebesar 0.5 juta ton per tahun. Tanpa pemberlakukan pajak tersebut, emisi akan mencapai 20 persen lebih tinggi daripada yang terjadi pada dekade 1990-an.

    ReplyDelete
  2. Nama : Gopit Hutasoit
    NIM : 17 202 153
    Mata Kuliah : Audit dan Efisiensi Energi

    1. Jelaskan pengertian biaya eksternalitas? Mengapa perlu biaya ekternalitas?
    Jawab: Biaya eksternalitas adalah biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi. Biaya ekternalitas diperlukan agar terciptanya keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi.

    2. Jelaskan maksud pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan bagaimana pendapat anda dengan pajak lingkungan?
    Jawab: Pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yaitu kebijakan yang dapat membantu tujuan kelestarian lingkungan hidup, baik melalui kontrol prilaku maupun dari segi penerimaan biaya yang nantinya digunakan untuk pembiayaan restorasi lingkungan.
    Menurut saya tentang pajak lingkungan itu sangat baik jika diterapkan, karena sebagai wadah yang dapat membantu untuk pembiayaan restorasi lingkungan yang bertujuan untuk kelestarian lingkungan dan diharapkan dapat mempengaruhi prilaku masyarakat dalam memilih kendaraan yang beremisi rendah yang tentunya mempengaruhi aktivitas produksi kendaraan.

    3. Jelaskan pengalaman berbagai negara pajak energi dengan pengurangan gas CO2?
    Jawab: Di Norwegia mampu menghasilkan pengurangan CO2 dari pembangkit listrik sebanyak 21 persen pada tahun 1995 serta pengurangan CO2 di tahun 1990-an sebanyak 14 persen di mana 2 persen disebabkan oleh pajak karbon. Di Denmark, pajak terhadap energi dan karbon menurunkan emisi CO2 sebanyak 6 persen. Bahkan, di tahun 1990-an, sebagai akibat dari kebijakan tersebut, CO2 berkurang sebesar 23 persen dibanding tanpa pajak, dan selain itu efisiensi energi meningkat sebesar 26 persen. Di Swedia, berdasarkan evaluasi pada periode 1990-2007, pajak energi dan karbon telah mereduksi emisi sebesar 0.5 juta ton per tahun. Tanpa pemberlakukan pajak tersebut, emisi akan mencapai 20 persen lebih tinggi daripada yang terjadi pada dekade 1990-an.

    ReplyDelete
  3. Nama : Herbet Darusman Sihite
    NIM : 17202065
    Mata Kuliah : Audit dan Efisiensi Energi

    1. Jelaskan pengertian biaya eksternalitas? Mengapa perlu biaya ekternalitas?
    Jawab:
    Biaya eksternalitas adalah biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi. Biaya ekternalitas diperlukan agar terciptanya keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi.

    2. Jelaskan maksud pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan bagaimana pendapat anda dengan pajak lingkungan?
    Jawab:
    Pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yaitu kebijakan yang dapat membantu tujuan kelestarian lingkungan hidup, baik melalui kontrol prilaku maupun dari segi penerimaan biaya yang nantinya digunakan untuk pembiayaan restorasi lingkungan.
    Menurut saya tentang pajak lingkungan itu sangat baik jika diterapkan, karena sebagai wadah yang dapat membantu untuk pembiayaan restorasi lingkungan yang bertujuan untuk kelestarian lingkungan dan diharapkan dapat mempengaruhi prilaku masyarakat dalam memilih kendaraan yang beremisi rendah yang tentunya mempengaruhi aktivitas produksi kendaraan.

    3. Jelaskan pengalaman berbagai negara pajak energi dengan pengurangan gas CO2?
    Jawab:
    Di Norwegia mampu menghasilkan pengurangan CO2 dari pembangkit listrik sebanyak 21 persen pada tahun 1995 serta pengurangan CO2 di tahun 1990-an sebanyak 14 persen di mana 2 persen disebabkan oleh pajak karbon. Di Denmark, pajak terhadap energi dan karbon menurunkan emisi CO2 sebanyak 6 persen. Bahkan, di tahun 1990-an, sebagai akibat dari kebijakan tersebut, CO2 berkurang sebesar 23 persen dibanding tanpa pajak, dan selain itu efisiensi energi meningkat sebesar 26 persen. Di Swedia, berdasarkan evaluasi pada periode 1990-2007, pajak energi dan karbon telah mereduksi emisi sebesar 0.5 juta ton per tahun. Tanpa pemberlakukan pajak tersebut, emisi akan mencapai 20 persen lebih tinggi daripada yang terjadi pada dekade 1990-an.

    ReplyDelete
  4. Nama : Muhammad Andika
    NIM : 17202130
    MKE. : Audit dan Efisiensi Energi

    1.-Eksternalitas adalah biaya atau manfaat yang didapatkan oleh pihak ketiga yang tidak dapat memilih untuk mendapatkan atau tidak dampak tersebut.
    -Biaya eksternalitas diperlukan untuk menjaga keseimbangan atau Keadilan bagi Semua Pelakunya dan yg terkena Dampaknya.

    2.Pajak Lingkungan ( pigouvian) adalah biaya yang dikenakan kepada perusahaan yang menghasilkan eksternalitas negatif pada masyarakat. Biaya yang dikenakan umumnya disetarakan dengan dampak dari eksternalitas tersebut.
    Menurut pendapat Saya Pajak Lingkungan sangat diperlukan karena meningkatkan pendapatan dari pemerintah yg nantinya dapat Digunakan Untuk Memperbaiki Keseimbangan Lingkungan dan juga dapat digunakan untuk membangun pusat perekonomian sehingga menumbuhkan ekonomi nasional.

    3. Pengalaman berbagai negara pajak energi dengan pengurangan gas CO2 antara lain sebagai berikut :
    - Di Norwegia mampu menghasilkan pengurangan CO2 dari pembangkit listrik sebanyak 21 persen pada tahun 1995 serta pengurangan CO2 di tahun 1990-an sebanyak 14 persen di mana 2 persen disebabkan oleh pajak karbon .
    - Di Denmark, pajak terhadap energi dan karbon menurunkan emisi CO2 sebanyak 6 persen . Bahkan, di tahun 1990-an, sebagai akibat dari kebijakan tersebut, CO2 berkurang sebesar 23 persen dibanding tanpa pajak, dan selain itu efisiensi energi meningkat sebesar 26 persen.
    -Di Swedia, berdasarkan evaluasi pada periode 1990-2007, pajak energi dan karbon telah mereduksi emisi sebesar 0.5 juta ton per tahun. Tanpa pemberlakukan pajak tersebut, emisi akan mencapai 20 persen lebih tinggi daripada yang terjadi pada decade 1990-an.

    ReplyDelete
  5. Nama : Muhammad Hidayah
    NIM : 17 202 060
    Mata Kuliah : Audit dan Efisiensi Energi

    1. Biaya eksternalitas adalah biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi. Biaya ekternalitas diperlukan agar terciptanya keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi.

    2. Pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yaitu kebijakan yang dapat membantu tujuan kelestarian lingkungan hidup, baik melalui kontrol prilaku maupun dari segi penerimaan biaya yang nantinya digunakan untuk pembiayaan restorasi lingkungan.


    3. Di Norwegia mampu menghasilkan pengurangan CO2 dari pembangkit listrik sebanyak 21 persen pada tahun 1995 serta pengurangan CO2 di tahun 1990-an sebanyak 14 persen di mana 2 persen disebabkan oleh pajak karbon. Di Denmark, pajak terhadap energi dan karbon menurunkan emisi CO2 sebanyak 6 persen. Bahkan, di tahun 1990-an, sebagai akibat dari kebijakan tersebut, CO2 berkurang sebesar 23 persen dibanding tanpa pajak, dan selain itu efisiensi energi meningkat sebesar 26 persen. Di Swedia, berdasarkan evaluasi pada periode 1990-2007, pajak energi dan karbon telah mereduksi emisi sebesar 0.5 juta ton per tahun. Tanpa pemberlakukan pajak tersebut, emisi akan mencapai 20 persen lebih tinggi daripada yang terjadi pada dekade 1990-an.

    ReplyDelete
  6. Nama : Bintang Kelana Putra.
    NIM : 17202116
    MKE : Audit dan Efisiensi Energi.

    Tugas mandiri
    1. Jelaskan pengertian biaya eksternalitas? Mengapa perlu biaya ekternalitas?
    2. Jelaskan maksud pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan bagaimana pendapat anda dengan pajak lingkungan?
    3. Jelaskan pengalaman berbagai negara pajak energi dengan pengurangan gas CO2?

    Jawaban

    1. Biaya eksternalitas adalah biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi. Biaya ekternalitas diperlukan agar terciptanya keadilan bagi semua mahluk hidup.

    2. Pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yaitu kebijakan yang sangat tepat untuk membantu kelestarian lingkungan hidup.
    pendapat saya tentang pajak lingkungan,saya setuju dengan adanya pajak lingkungan,yangmana sikap dan biaya hasil pembayaran itu akan berdampak baik untuk lingkungan sekitar.

    3. - Di Norwegia mampu menghasilkan pengurangan CO2 dari pembangkit listrik sebanyak 21 persen pada tahun 1995 serta pengurangan CO2 di tahun 1990-an sebanyak 14 persen di mana 2 persen disebabkan oleh pajak karbon.
    - Di Denmark, pajak terhadap energi dan karbon menurunkan emisi CO2 sebanyak 6 persen. Bahkan, di tahun 1990-an, sebagai akibat dari kebijakan tersebut, CO2 berkurang sebesar 23 persen dibanding tanpa pajak, dan selain itu efisiensi energi meningkat sebesar 26 persen.
    - Di Swedia, berdasarkan evaluasi pada periode 1990-2007, pajak energi dan karbon telah mereduksi emisi sebesar 0.5 juta ton per tahun. Tanpa pemberlakukan pajak tersebut, emisi akan mencapai 20 persen lebih tinggi daripada yang terjadi pada dekade 1990-an.

    ReplyDelete
  7. Nama : Bintang Kelana Putra.
    NIM : 17202116
    MKE : Audit dan Efisiensi Energi.

    Tugas mandiri
    1. Jelaskan pengertian biaya eksternalitas? Mengapa perlu biaya ekternalitas?
    2. Jelaskan maksud pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan bagaimana pendapat anda dengan pajak lingkungan?
    3. Jelaskan pengalaman berbagai negara pajak energi dengan pengurangan gas CO2?

    Jawaban

    1. Biaya eksternalitas adalah biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi. Biaya ekternalitas diperlukan agar terciptanya keadilan bagi semua mahluk hidup.

    2. Pajak lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yaitu kebijakan yang sangat tepat untuk membantu kelestarian lingkungan hidup.
    pendapat saya tentang pajak lingkungan,saya setuju dengan adanya pajak lingkungan,yangmana sikap dan biaya hasil pembayaran itu akan berdampak baik untuk lingkungan sekitar.

    3. - Di Norwegia mampu menghasilkan pengurangan CO2 dari pembangkit listrik sebanyak 21 persen pada tahun 1995 serta pengurangan CO2 di tahun 1990-an sebanyak 14 persen di mana 2 persen disebabkan oleh pajak karbon.
    - Di Denmark, pajak terhadap energi dan karbon menurunkan emisi CO2 sebanyak 6 persen. Bahkan, di tahun 1990-an, sebagai akibat dari kebijakan tersebut, CO2 berkurang sebesar 23 persen dibanding tanpa pajak, dan selain itu efisiensi energi meningkat sebesar 26 persen.
    - Di Swedia, berdasarkan evaluasi pada periode 1990-2007, pajak energi dan karbon telah mereduksi emisi sebesar 0.5 juta ton per tahun. Tanpa pemberlakukan pajak tersebut, emisi akan mencapai 20 persen lebih tinggi daripada yang terjadi pada dekade 1990-an.

    ReplyDelete
  8. Nama : Afif Nugraha Arfandi
    Nim : 17 202 141
    Mata kuliah : Audit dan Efisiensi Energi

    1. Biaya eksternalitas adalah biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi. Biaya ekternalitas diperlukan agar terciptanya keadilan bagi semua mahluk hidup.

    2.Pajak Lingkungan ( pigouvian) adalah biaya yang dikenakan kepada perusahaan yang menghasilkan eksternalitas negatif pada masyarakat. Biaya yang dikenakan umumnya disetarakan dengan dampak dari eksternalitas tersebut.
    Menurut pendapat Saya Pajak Lingkungan sangat diperlukan karena meningkatkan pendapatan dari pemerintah yg nantinya dapat Digunakan Untuk Memperbaiki Keseimbangan Lingkungan dan juga dapat digunakan untuk membangun pusat perekonomian sehingga menumbuhkan ekonomi nasional.

    3. Pengalaman berbagai negara pajak energi dengan pengurangan gas CO2 antara lain sebagai berikut :
    - Di Norwegia mampu menghasilkan pengurangan CO2 dari pembangkit listrik sebanyak 21 persen pada tahun 1995 serta pengurangan CO2 di tahun 1990-an sebanyak 14 persen di mana 2 persen disebabkan oleh pajak karbon .
    - Di Denmark, pajak terhadap energi dan karbon menurunkan emisi CO2 sebanyak 6 persen . Bahkan, di tahun 1990-an, sebagai akibat dari kebijakan tersebut, CO2 berkurang sebesar 23 persen dibanding tanpa pajak, dan selain itu efisiensi energi meningkat sebesar 26 persen.
    -Di Swedia, berdasarkan evaluasi pada periode 1990-2007, pajak energi dan karbon telah mereduksi emisi sebesar 0.5 juta ton per tahun. Tanpa pemberlakukan pajak tersebut, emisi akan mencapai 20 persen lebih tinggi daripada yang terjadi pada decade 1990-an.

    ReplyDelete