MK.KDV-13. PERSPEKTIF
KRIMINOLOGI TERHADAP KEJAHATAN
Don C. Gibbons
dan Peter Garabedian mengklasifikasikan perspektif kriminologi dalam tiga hal,
yaitu: conservative, liberal-cynical, dan radical (sering kali disebut critical
criminology).[1]
a. Conservative criminology
Gibbons dan
Garabedian mengemukakan perspektif conservative criminology yang memiliki
karakter. Dinyatakan oleh Gibbons dan Garabean di dalam Barlow, bahwa
kriminologi konservatif (pen: yaitu klasik maupun positivistis), mempelajari:
1. Criminal
law is a given and is interpreted as the codification of prevailing moral
precepts;
2. In
accordance with this view, criminals are looked upon as morally defective;
3. the
questions appropriate for the criminolgist to study include: How are morally
defective persons produced and 'How can society better protect itself against
criminals?;
4. when
dealing with etiological conservative criminologist advocate the multifactor
approach, emphasizing a combination of personality and biological and
environmental factors; and
5. conservative
criminologist tends to have 'faith in the ultimate perfectabity of the police
and criminal justice machinery.'
Perspektif ini muncul selama waktu
1940 hingga awal 1950. Pada awalnya liberal criminology menekankan perhatian
pada pelaku Liberal-cynical criminology
kejahatan dan
perilaku kriminalnya untuk menjelaskan kejahatan, khususnya dalam terminologi
struktur sosial atau proses sosial.
Tiga versi utama
dalam liberal kriminologi, yaitu pada control theory, strain theory,
cultural dan sub cultural deviance theory.
Lebih lanjut
dikemukakan Gibbons bahwa liberal kriminologi telah bergerak dari awalnya yang
menekankan pada crime as behavior and the
offender, kemudian menekankan pada crime
as status, and on the processes of making and enforcing criminal laws.
Menurut new liberal criminology, society
is characterized by conflict, and criminality is the product of power differentials and the struggle to
defend group and individual interests. Society's criminals are those who lack
power and are unsuccessful in the struggle to defend their interest.[2]
Studi Sutherland
menyatakan bahwa objek studi kriminologi di antaranya sosiologi hukum pidana
yang dikemukakan sebagai 'which is an
attempt at scientific analysis of the conditions under which criminal laws
develop. Sutherland akhirnya juga menyimpulkan bahwa kejahatan adalah
pengertian relatif, “crime is relative from the legal point of view and also
from the social point of view.[3]
Radical
(critical) criminology
Pada liberal
kriminologis bersikap skeptis terhadap upaya crime control, dan perhatiannya
terhadap basic structure dan institusi masyarakat, tetapi tetap memercayai keberlangsung-
annya, namun dalam radical criminology kepercayaan ini tidak ada. Dikatakan
bahwa pelbagai macam institusi keadilan seperti probation, public defenders
hanya memperkuat kekuasaan negara terhadap yang miskin, komunitas negara dunia
ketiga.
Pada moderate
radical criminologist, mereviu kejahatan dan penjahat sebagai manifest dari
eksploitasi karakter dari monopoli kapitalis.
Critical
criminology[4]
Rob White dan
Fiona Haines membedakan antara radical criminology dan critical criminology.
Critical criminologi dikatakan sebagai perspektif combines a wide range of
concerns from across the more radical approaches, such as Marxism and feminism,
and attempts to develop a type of left wing criminology that is relevan and
appropriate for contemporary society. The term of critical are due to the
blurring of boundaries between liberal and radical. Kriminologi kritik ini
dikatakan berawal dari 1980, di mana terjadi perubahan ideologi terkait dengan
lunturnya atau jatuhnya “Stalinism” di bekas Uni Soviet clan Eropa Timur
yang mencanangkan glasnost (openness), dan perestroika (restructuring).
Warna-warna post modern analisis berimbas pada dekonstruksi dan pemaknaan pada
hukum dan ketertiban, dan juga pada sistem peradilan pidana khususnya pada term
“law”.
Pada intinya
critical criminology memiliki perspektif:
Critical
criminology per se its concern with structures of power. Critical criminology
more or less agree that the present operation of criminal justice system is
unfair, biased, and operates in ways that advantage certain groups or classes above
others. The primary task of critical criminology is to expose the nature of the
underlying power relations that shape how different group are treated in and by
the criminal justice system. The vocal point of critique within this
perspective is how power is mobilised within the broad sphere of criminal
justice ....
Pengembangan
critical criminology ketika datangnya
labelling theory. Dengan demikian, pengembangan perspektif ini memfokuskan pada
perhatian terhadap institusi dan “reaksisosial penegakan hukum (force of social reaction), dan bagaimana
proses para penegak hukun bekerja.[5]Critical criminology juga dapat dilihat
sebagai fokus yang berkelanjutan pada studi tentang white collar crime yang digulirkan Sutherland, dengan fokus yang
lebih bersih pada imbas dari contemporary
capitalism dalam menyediakan peluang adanya kejahatan korporasi (corporate criminality), dan menyediakan
justifikasi dari kurangnya penegakan hukum pada area ini . Fokus konsisten yang
dibangun dari critical crriminology
terhadap studi white collar crime dan
corporate crime adalah bagaimana
memberi label kriminal pada pelakunya. Beberapa isu lain yang menjadi bidikan critical criminology yaitu isu kelompok
marginal dalam masyarakat. Viktimisasi dan pemberdayaan indigenous people, working class young people, racism, dan melihat
bahwa proses pembuatan dan prosedur criminal
justice adalah tidak adil dan bias. [6]
Pendefinisian
berbeda dikemukakan oleh I.S. Susanto membedakan aliran pemikiran kriminologi dalam
tiga hal yaitu kriminologi klasik (yang serupa dengan pendefinisian kriminologi
conservative dalam buku Hugh Barlow), kriminologi positivistis (masuk dalam
kriteria conservative criminology),
dan kriminologi kritis.[7]
Pendekatan
kriminologi yang berkembang setelah 1970 an adalah kriminologi kritis yang
mengarahkan pada focus proses manusia membentuk dunia sosial tempat dia hidup. Mengkaji
proses dengan sejumlah perilaku dari orang tertentu yang ditetapkan sebagai
kejahatan dan penjahat (maupun korban) termasuk pembuatan dan bekerjanya hukum.
Pendekatan ini masih dibedakan antara
a. pendekatan
yang mempelajari ‘arti yang diberikan oleh suatu masyarakat pada kejahatan yang
terjadi (pendekatan interaksionis); dan
b. pendekatan
yang menitikberatkan pada masalah kekuasaan dalam pengertian kejahatan
(pendekatan konflik).[8]
Berbeda dengan
Barlow yang menyatakan bahwa kriminologi radikal sama dengan kriminologi kritis
yang berusaha mendobrak kapitalis (hal ini berarti sama dengan konsep
kriminologi Marxis yang menekankan pada konflik dalam mencapai kepentingan
ekonomi dari rulling class, dan menganalisis bahwa kejahatan merupakan tindakan
yang merugikan masyarakat yang memerkosa hak asasi manusia, dan dilihat sebagai
produk patologis dari sistem ekonomi yang patologis), I.S. Susanto membedakan
bahwa kriminologi kritis bukanlah kriminologi Marxis. I.S. Susanto menegaskan
bahwa dalam aliran kritis bukanlah berarti aliran Marxis. Oleh karena dalam kriminologi
kritis yang mendasarkan pada teori konflik yang nonmarxis, menganggap dan
memandang bahwa kejahatan dipandang sebagai tindakan normal dari orang-orang
yang tidak memiliki kekuasaan yang cukup untuk mengontrol proses kriminalisasi,
demikian pula kriminologi kritis yang mendasarkan pada teori interaksionis
menganalisis proses kriminalisasi yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan
produk sistem ekonomi yang kapitalistik.[9]
Pendekatan
interaksionis bersumber pada pemikiran Symbolic interactionism dari Herbert
Blumer yang melihat bahwa masyarakat sebagai suatu sistem sosial penafsiran
yang mengatur perilaku masyarakat.[10]
Demikian pula dalam memberikan persepsi makna kejahatan (termasuk korbannya)
yang dimiliki masyarakat, dan perilaku agen kontrol sosial melalui proses
interpretasi terhadap simbol-simbol sosial.
Pendekatan
interaksionis ini memperoleh kontribusi dari teori labelling yang dicetuskan
oleh Howard S. Becker yang mengemukakan bahwa kejahatan atau perilaku
menyimpang adalah sebagai akibat penerapan cap. Teori labelling oleh Howard
Becker, yaitu bahwa:
…Social groups create deviance by making the rules
whose infraction constitutes deviance, and by applying those rules to particular
people and labelling them as outsiders ... Deviance is not a quality of the act
the person comunits, but rather a con- sequence of the
application by others of rules and
sanction to an offender. The deviance is one to who that label has succesfully
been applied, deviance is behaviur that people so label.[11]
Pendekatan
konſlik dalam kriminologi kritis mensubstansikan peranan kekuasaan dalam menciptakan
batasan-batasan kejahatan. Penganut teori ini dalam buku The New Criminology for
a Social Theory of Deviance antara lain adalah Ralf Dahren dorf's, Austin Turk,
dan Richard Quinney. [12]
Richard Quinney
memfokuskan peranan kekuasaan dalam memformulasikan dan menerapkan
batasan-batasan kejahatan.[13]Richard
Quinney dalam Sociology of Criminal Law mengemukakan sebagai: “The legal system
isn't taken for granted, and research is aimed at explaining how the system
operates with studies on how law are formulated, enforced, and administrated. Untuk
menegaskan hal tersebut, penulis mengutip pula teori realitas sosial kejahatan
Quinney yang terformulasi dalam:
1. Kejahatan
adalah batasan perilaku manusia yang diciptakan oleh penguasa dalam suatu
masyarakat yang diorganisasikan secara politis.
2. Batasan
tentang kejahatan menggambarkan suatu perbuatan yang bertentangan dengan
3. Batasan
perilaku kejahatan dilakukan oleh bagian masyarakat yang punya kuasa untuk menjalankan
undang-undang pidana.
4. Pola
perbuatan kejahatan tersusun dalam bagian organisasi sosial terhadap perbuatan
orang-orang tertentu yang secara relatif mempunyai kemungkinan untuk diberikan batasan
sebagai kejahatan.
5. Konsep
tentang kejahatan dan penjahat dikonstruksikan dan disebarkan dalam
bagian-bagian masyarakat melalui berbagai alat komunikasi.
6. Realitas
sosial tentang kejahatan dikonstruksikan oleh formulasi dan penerapan batasan
kejahatan, perkembangan dari pola-pola perbuatan yang dihubungkan dengan batasan
kejahatan dan konstruksi dari konsep kejahatan/penjahat.
Penulis
sependapat dengan Quinney bahwa realitas social kejahatan merupakan hasil
konstruksi sosial yang terbentuk melalui pernyataan dalam perumusan
perundang-undangan dan melalui tindakan yang diambil terhadap kejahatan
tersebut.
Sumber:
Maya Indah.2014.Perlindungan Korban: Suatu Perspektif
Viktimologi dan Kriminologi.Kharisma Putra Utama.Jakarta, hal.22-50
Tugas Mandiri:
1.Jelaskan pengertian conservative criminology?
2.Jelaskan pengertian liberal cynical criminology?
[1] Hugh D. Barlow, Op.
cit., p. 25.
[3]
Edwin H. Sutherland, Donald Cressey, Principle of Criminology, Fifth Edition,
(Chicago: Lippincott Company, 1955), p. 3, 15,
[4] Rob
White, Fiona Haines, Crime and Criminolog, an Introduction, Second ed.,
(Oxford, New York: University Press, 2001), p. 192-213.
[5]Ibid., p. 204.
[6]
Ibid., p. 205-207.
[7] IS. Susanto, Op.
cit., h. 6-9
[8] Lihat dalam
Susanto,Op.cit, 1995, 1. 8-10.
[9] Ibid., 1.9-10.
[10]
Herbert Blumer, Symbolic Interactionism. Perspective and Method, (Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, 1969). p. 78.
[11] Becker, Op. cit.,
h.9.
[12] Ian
Taylor; Young Walton, Young Jock, The New Criminology; For a Social Theory of
Deviance, (London, Boston: Routledge & Kegan Paul, 1973), p. 237-267.
Dikemukakan bahwa Dahrendorf (1959) mengidentifikasikan tu- gasnya untuk
menggantikan teori Marxist, sebab muncul dalam formulasi non-Marxist, dan
diterima oleh Turk (1964) dan Quinney (1964). Ketiganya mempersoalkan pengaruh
kekuasaan yang memiliki rulling interest'.
[13] Quinney, Op. cit.,
1975, p. 37-41. Baca pula Barlow, Op. cit., p. 68.
Nama : Rocky Al'amin
ReplyDeleteNim. : 18202048
Kelas : 4m2
1. Jelaskan pengertian conservative criminology?
Jawab :
Gibbons dan Garabedian mengemukakan perspektif conservative criminology yang memiliki karakter. Dinyatakan oleh Gibbons dan Garabean di dalam Barlow, bahwa kriminologi konservatif (pen: yaitu klasik maupun positivistis) mempelajari:
1) Criminal law is a given and is interpreted as the codification of prevailing moral precepts;
2) In accordance with this view, criminals are looked upon as morally defective;
3) the questions appropriate for the criminolgist to study include: How are morally defective persons produced and 'How can society better protect itself against criminals?;
4) when dealing with etiological conservative criminologist advocate the multifactor approach, emphasizing a combination of personality and biological and environmental factors; and
5) conservative criminologist tends to have 'faith in the ultimate perfectabity of the police and criminal justice machinery.'
2. Jelaskan pengertian liberal cynical criminology?
Jawab :
Lebih lanjut dikemukakan Gibbons bahwa liberal kriminologi telah bergerak dari awalnya yang menekankan pada crime as behavior and the offender, kemudian menekankan pada crime as status, and on the processes of making and enforcing criminal laws.